Berita Nasional
Beranda » Berita » Ada Apa DPR Mendesak Revisi UU Haji

Ada Apa DPR Mendesak Revisi UU Haji

DPR mendorong revisi UU Haji dengan melibatkan KBIH secara penuh. Langkah ini penting untuk beradaptasi dengan kebijakan Arab Saudi dan mereformasi keuangan haji. ( foto HO. kemenag)

SURAU.CO. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mendorong reformasi besar dalam penyelenggaraan haji. Salah satunya dalag Revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Haji dan Umrah. Menurut Tim Pengawas Haji (Timwas) DPR RI keterlibatan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) sangat krusial dalam revisi UU tersebut. Peran KBIH sangat penting untuk menciptakan layanan haji yang lebih baik.

Hal tersebut dikatakan oleh Ketua Timwas Haji DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal. Menurutnya, KBIH harus terlibat dalam pembahasan revisi UU Haji. Tujuannya adalah menjamin penyelenggaraan haji yang lebih inklusif, tertib, dan fokus pada pelayanan jemaah.

Menurut Cucun KBIH memiliki keunggulan yang tidak dimiliki pemerintah. KBIH lanjut Cucun memberikan bimbingan manasik secara intensif sepanjang tahun.  “Mereka memberikan pembelajaran manasik selama setahun, bukan hanya 10–11 kali pertemuan. Mereka paham betul seluk-beluk ibadah haji dan membimbing langsung di Tanah Suci. Ini yang tidak bisa digantikan sepenuhnya oleh pemerintah,” ucap Cucun, yang juga menjabat Wakil Ketua DPR RI.

Memperkuat Sinergi dan Mengatasi Tantangan

Meski peran KBIH sangat penting, namun ada beberapa tantangan tetap ada. Salah satunya adalah keluhan terkait monopoli tenda di Arafah dan Mina. Cucun berpendapat masalah ini bisa diatasi. Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) hanya perlu bertindak tegas. “Kalau ada KBIH yang suka monopoli tempat, itu tinggal penegasan dari PPIH. Semua pihak harus sadar bahwa tempat di Arafah dan Mina ini terbatas. KBIH juga harus saling menghargai dan toleransi antarsesama,” tegasnya.

Sementara itu anggota Komisi VIII DPR RI, M Husni menyebut KBIH adalah mitra strategis Kementerian Agama (Kemenag). Kehadiran KBIH sangat membantu Kemenag dalam memperkuat pembinaan jemaah. “Kelompok Bimbingan Ibadah Haji merupakan mitra strategis Kementerian Agama dalam bidang pembinaan kepada jemaah haji. Keberadaan KBIH sangat membantu Kemenag dalam penguatan layanan pembinaan jemaah haji,” kata Husni.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Oleh karena itu, Husni mendorong peningkatan sinergi antara Kemenag dan KBIH. Menurutnya, pembinaan jemaah tidak akan berjalan maksimal tanpa KBIH. Mereka membantu banyak hal, mulai dari administrasi, manasik, hingga kesehatan. “Kami percaya pembinaan jamaah haji tanpa kehadiran KBIH tidak akan berjalan lancar,” ujarnya.

Revisi Dua Undang-Undang Terkait Haji

Sedangkan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Abidin Fikri, memberikan gambaran lebih luas. Ia mengatakan pemerintah dan DPR akan merevisi dua undang-undang sekaligus. Selain UU Penyelenggaraan Haji dan Umrah dan  UU Pengelolaan Keuangan Haji. Revisi ini mendesak dan bertujuan menciptakan ekosistem haji yang adaptif. Terutama untuk merespons kebijakan baru dari Pemerintah Arab Saudi.

“Dua undang-undang ini akan diubah secara sinergis. Kami perlu mendalami lebih jauh agar revisi yang dilakukan bisa menyesuaikan dengan kebijakan terbaru dari Arab Saudi, termasuk soal visa non haji yang kini dilarang masuk ke kota suci,” ujar Abidin.

Kebijakan ketat Arab Saudi tahun ini menjadi sinyal penting. Banyak kasus deportasi dan penahanan jemaah terjadi. Penyebabnya adalah penggunaan visa yang tidak sesuai peruntukan. Hal ini menunjukkan regulasi haji Indonesia harus lebih terstruktur. “Ke depan, kita perlu memastikan bahwa regulasi dan kemampuan kita mampu menjawab perubahan yang dilakukan Arab Saudi. Karenanya, UU Penyelenggaraan Haji dan UU Pengelolaan Keuangan Haji akan kami revisi dengan mempertimbangkan dinamika ini,” tambahnya.

Fokus pada Reformasi Keuangan Haji

Selain itu Abidin Fikri juga menyoroti pentingnya reformasi pengelolaan keuangan haji. Ia mendorong Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk lebih inovatif.  Kemudian Abidin menyebut investasi tersebut harus memberi keuntungan langsung bagi ekosistem haji. “Ekosistem haji itu mencakup layanan perhotelan, transportasi, hingga konsumsi. Itu semua harus jadi sasaran investasi yang pengeloaaannya harus profesional dan syar’i. Jangan sampai dana setoran jamaah tidak memberi manfaat optimal,” tambahnya.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Kemudian dirinya menekankan bahwa pengelolaan dana haji wajib memenuhi prinsip syariat. Dana jemaah harus terhindar dari praktik riba dan investasi non-halal. “Ini bukan hanya soal efisiensi dan manfaat, tapi juga soal amanah dan keberkahan dalam penyelenggaraan ibadah haji,” tutupnya.

Evolusi Regulasi Haji di Indonesia

Regulasi haji di Indonesia terus berkembang seiring waktu. Pada era Hindia Belanda, jemaah berangkat secara mandiri. Pemerintah kolonial kemudian mengeluarkan berbagai aturan, seperti Ordonansi Tahun 1825.

Setelah kemerdekaan, Indonesia membuat landasan hukum sendiri. UU Nomor 17 Tahun 1999 menjadi tonggak awal. Undang-undang ini kemudian direvisi beberapa kali hingga lahirnya UU Nomor 8 Tahun 2019. Regulasi terbaru ini mengatur pembinaan, pelayanan, dan pelindungan jemaah secara komprehensif. Kini, undang-undang tersebut bersiap untuk direvisi kembali demi pelayanan yang lebih baik. ( NH/berbagai sumber)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement