SURAU.CO – Malam merayap tanpa bintang. Kegelapan yang pekat menyelimuti segalanya, menjadi teman sekaligus musuh bagi sekawanan perampok. Mereka bergerak dalam senyap dengan satu tujuan. Malam itu, mereka berencana mencegat sebuah kafilah dagang kaya yang kabarnya akan melintas. Namun, takdir berkata lain. Pekatnya malam justru membutakan mata mereka. Setiap upaya pengintaian berakhir dengan kegagalan. Kafilah yang ditunggu tak kunjung terlihat.
Rasa putus asa mulai menghinggapi mereka. Di tengah kegelapan dan kegagalan itu, mata mereka menangkap secercah cahaya lemah di kejauhan. Cahaya itu berasal dari sebuah rumah sederhana. Bagi mereka, rumah itu bukan sekadar tempat berlindung, melainkan sebuah kesempatan. Mereka segera menyusun siasat licik untuk mengelabui pemilik rumah.
Dengan langkah mantap, mereka mendekati rumah itu dan mengetuk pintunya. Saat sang pemilik rumah membukakan pintu, pemimpin perampok segera memasang wajah saleh. Ia berkata dengan nada meyakinkan, “Kami pasukan jihad fi sabilillah yang tersesat dalam kegelapan malam. Kiranya engkau berkenan menerima kedatangan kami untuk bermalam di sini?”
Tanpa sedikit pun rasa curiga, tuan rumah yang baik hati itu menyambut mereka dengan tangan terbuka. Ia percaya sepenuhnya bahwa tamunya adalah para pejuang di jalan Allah. Ia menyiapkan kamar khusus bagi mereka. Makanan dan minuman hangat pun segera terhidang. Pelayanannya begitu tulus, layaknya melayani tamu-tamu terhormat yang membawa berkah.
Keajaiban dari Air Bekas Wudhu
Tuan rumah tersebut memiliki seorang anak lelaki yang menderita kelumpuhan. Kakinya tak mampu menopang tubuhnya. Setiap hari ia melihat anaknya terbaring tak berdaya. Namun, kedatangan para “mujahid” itu menumbuhkan sebuah harapan baru di hatinya.
Pada pagi harinya, setelah para tamu terbangun dan bersiap, sang ayah melihat sisa air yang mereka gunakan. Dengan penuh keyakinan, ia mengambil air tersebut. Ia lalu berkata kepada istrinya dengan suara penuh harap, “Usaplah anak kita dengan sisa air itu. Mudah-mudahan dengan keberkahan para mujahid fi sabilillah itu akan menjadi perantara bagi kesembuhan anak kita. Sebab air ini bekas wudhu dan posisi mereka.”
Sang istri, dengan ketaatan penuh, segera melakukan perintah suaminya. Ia mengambil air itu dan dengan lembut mengusapkannya ke kedua kaki anaknya yang lumpuh, seraya memanjatkan doa dalam hati.
Hidayah yang Datang Tanpa Diduga
Sore harinya, kawanan perampok itu kembali. Kali ini mereka berhasil dengan kejahatannya dan membawa banyak harta rampasan. Mereka berniat untuk kembali menumpang di rumah lelaki baik hati itu. Namun, pemandangan yang menyambut mereka di depan pintu membuat langkah mereka terhenti. Mata mereka terbelalak.
Mereka melihat anak lelaki yang kemarin hanya bisa terbaring kini berdiri tegak. Anak itu bahkan bisa berjalan menghampiri ayahnya. Rasa kaget, heran, dan tak percaya bercampur aduk di benak para perampok. Salah satu dari mereka bertanya dengan suara bergetar, “Apakah itu anak yang kami lihat kemarin lumpuh?”
Tuan rumah tersenyum dengan wajah berseri-seri. Ia menjawab dengan ketulusan yang murni, ”Ya, benar, kami telah mengambil bekas air yang kalian gunakan untuk berwudhu dan bersuci lalu mengusapkan pada kedua kakinya. Lalu Allah memberi kesembuhan. Bukankah kalian para mujahid fi sabilillah?!”
Jawaban itu menusuk langsung ke jantung para perampok. Ketulusan dan keyakinan lelaki itu terasa seperti tamparan keras bagi kebohongan mereka. Mereka sadar, keajaiban ini bukan karena kesalehan mereka, melainkan karena kemurnian niat sang ayah. Seketika itu juga, pertahanan hati mereka yang keras runtuh. Air mata penyesalan membasahi wajah mereka yang sangar.
Pemimpin mereka maju dan berkata dengan suara terbata-bata, “Wahai lelaki yang baik hati, sebenarnya kami bukanlah orang-orang yang berperang di jalan Allah, melainkan kami adalah kawanan perampok. Allah telah memberi kesembuhan kepada anakmu karena niat baikmu. Kini kami bertobat kepada Allah. Tidak sepatutnya kami menjadi perampok lagi.”
Pengakuan itu adalah awal dari sebuah perubahan besar. Para perampok itu mengumpulkan semua hasil rampasan mereka. Mereka membagi-bagikan seluruh harta haram itu kepada fakir miskin dan siapa saja yang membutuhkan. Mereka telah meninggalkan jalan dosa. Kisah perampok bertobat ini menjadi bukti bahwa hidayah bisa datang dari arah tak terduga. Mereka kemudian memutuskan untuk benar-benar bergabung dengan pasukan jihad, agar kelak menjadi mujahidin sejati sebagaimana prasangka baik sang tuan rumah. (Tri)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
