Kebersamaan Itu Sederhana: Menikmati Hidup dengan Cinta dan Syukur.
Di tengah hiruk-pikuk dunia yang penuh tuntutan, sering kali kita lupa bahwa kebahagiaan sejati justru hadir dalam kesederhanaan. Sebuah foto sederhana sepasang suami istri duduk bersama, menikmati hidangan di atas meja, tersenyum tenang, dan saling menemani, menjadi potret keindahan cinta yang tidak membutuhkan kemewahan. Mereka bukan tokoh terkenal, bukan pasangan selebritas dengan kehidupan glamor, namun dari ekspresi dan tatapan mereka, tersirat kebahagiaan yang tulus, cinta yang ikhlas, dan ketenangan yang mendalam.
Di tengah zaman yang menuntut semuanya serba instan dan tampak sempurna di media sosial, momen seperti ini adalah pengingat bahwa cinta yang sejati tidak harus ditunjukkan lewat barang mahal atau tempat mewah. Cinta justru terletak pada bagaimana kita hadir untuk satu sama lain, mendampingi dalam suka dan duka, dan menghargai setiap waktu bersama—betapapun sederhananya.
Menemukan Bahagia dalam Hal Kecil
Pasangan dalam foto ini menunjukkan bahwa kebahagiaan bisa ditemukan di tempat yang paling sederhana: di meja makan, di rumah makan biasa, dengan menu yang tidak mewah. Namun ada yang lebih istimewa daripada apa yang tersaji di atas piring, yaitu siapa yang duduk bersama kita di hadapan makanan tersebut.
Bahagia bukan tentang apa yang kita miliki, tapi dengan siapa kita membaginya. Makanan sederhana akan terasa lezat jika dimakan bersama orang yang kita cintai. Waktu akan terasa berharga jika dihabiskan dengan penuh perhatian dan kasih sayang. Inilah nilai yang sering terlupakan dalam hubungan modern—kita terlalu sibuk mencari kesempurnaan di luar, tanpa menyadari bahwa yang sempurna itu mungkin sudah ada di depan mata.
Keindahan Cinta dalam Usia Dewasa
Dari ekspresi wajah pasangan ini, kita bisa melihat kedewasaan, ketenangan, dan penerimaan. Usia mungkin telah menambah garis-garis di wajah, tapi juga memperdalam rasa kasih sayang dan pengertian. Cinta dalam usia dewasa bukan lagi soal rayuan manis atau hadiah-hadiah besar, melainkan tentang kesetiaan, kesabaran, dan kehadiran yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Kita sering lupa bahwa cinta sejati adalah perjalanan panjang, bukan sekadar rasa hangat sesaat. Butuh banyak pengorbanan, komunikasi, dan kepercayaan untuk bisa bertahan dalam sebuah hubungan. Pasangan ini seolah mengajarkan bahwa cinta itu bukan hanya milik orang muda. Cinta sejati justru tumbuh semakin kuat ketika usia bertambah, ketika tantangan telah banyak dihadapi bersama, dan ketika satu-satunya yang tersisa adalah rasa saling bergantung dan saling menerima.
Saling Menguatkan dalam Iman dan Kehidupan
Dilihat dari penampilan mereka, pasangan ini tidak hanya menjalani hidup bersama, tapi juga saling menguatkan dalam iman. Si suami memakai kopiah putih dan si istri mengenakan hijab dengan anggun. Ini bukan sekadar gaya berpakaian, tapi cerminan dari nilai-nilai spiritual yang mereka pegang teguh.
Pasangan yang menjadikan agama sebagai landasan rumah tangga biasanya memiliki kekuatan lebih besar untuk bertahan. Mereka tahu bahwa pernikahan bukan sekadar urusan dunia, tapi juga amanah dari Allah yang harus dijaga. Dalam suka dan duka, mereka tahu ke mana harus kembali: kepada Allah, kepada doa, kepada syukur, dan kepada kesabaran.
Cinta yang dibingkai iman akan memberikan kedalaman dan makna yang tidak tergoyahkan oleh badai kehidupan. Tidak ada cinta yang sempurna tanpa ujian, namun cinta yang dibentengi dengan iman akan lebih siap menghadapi segala cobaan.
Mengajarkan Anak Muda tentang Cinta yang Hakiki
Melihat potret pasangan ini seharusnya menjadi pelajaran bagi generasi muda. Di saat banyak yang mengejar hubungan yang instan, cinta yang serba cepat dan penuh drama, pasangan ini hadir sebagai simbol cinta yang tulus, tanpa banyak kata, namun terasa dalam diam.
Mereka tidak butuh dunia tahu siapa mereka, tapi mereka tahu satu sama lain. Mereka tidak perlu membuktikan apa-apa ke luar, karena di dalam hati mereka sudah ada rasa saling percaya yang tak bisa digantikan. Inilah bentuk cinta yang harus dicontoh: cinta yang tumbuh dalam komitmen, kesederhanaan, dan kebersamaan yang konsisten.
Menikmati Makan, Menikmati Hidup
Ada filosofi dalam makan bersama yang sering terlupakan. Dalam Islam, makan bersama adalah sunnah yang penuh keberkahan. Rasulullah SAW bersabda, “Makanlah bersama-sama dan sebutlah nama Allah, niscaya makanan itu akan diberkahi untuk kalian.” (HR. Abu Dawud)
Makan bersama bukan hanya soal mengisi perut, tapi juga menyatukan hati. Ketika suami dan istri duduk satu meja, menyuap nasi dengan penuh rasa syukur, tanpa keluhan, tanpa sibuk dengan ponsel masing-masing—di situlah kebahagiaan yang hakiki muncul. Mereka tidak sedang hanya makan, mereka sedang merayakan kehidupan.
Penutup: Cinta yang Tulus, Hidup yang Berarti
Pasangan ini mungkin tidak menyadari bahwa momen sederhana mereka telah menjadi inspirasi bagi banyak orang. Dalam kebersahajaan, mereka menunjukkan apa itu cinta sejati. Dalam kesederhanaan, mereka memperlihatkan kekuatan hubungan yang dibangun di atas fondasi yang kokoh.
Semoga kita semua bisa belajar dari mereka. Bahwa cinta tidak butuh banyak kata, cukup hadir dan setia. Bahwa kebahagiaan tidak butuh mewah, cukup dengan rasa syukur. Dan bahwa hidup yang berarti adalah hidup yang dijalani bersama orang yang kita cintai, dengan penuh iman, kasih, dan ketulusan. (Iskandar)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
