Cahaya Kecil yang Membawa Harapan.
Di dalam kehidupan yang penuh warna ini, terkadang kita lupa akan kesederhanaan yang membawa kebahagiaan sejati. Lupa bahwa senyum seorang anak kecil dapat menjadi pelipur lara paling ampuh dalam menghadapi peliknya dunia. Lupa bahwa tatapan polos yang bersinar dari mata seorang bayi bisa menjadi refleksi ketulusan yang selama ini kita cari. Lalu datanglah seorang bayi mungil, mengenakan baju oranye hangat dan kopiah putih sederhana, namun kehadirannya bagaikan cahaya kecil yang mampu menyinari ruang hati yang mulai redup.
Bayi ini, dengan pipinya yang montok dan mata bundarnya yang penuh rasa ingin tahu, mengajarkan kepada kita arti ketulusan. Di usia yang masih belia, ia belum mampu berkata banyak, belum mengerti soal beban dunia. Namun dari tatapannya yang tajam, kita belajar bahwa hidup tak selalu tentang mengejar dunia, tapi juga tentang kembali pada fitrah: suci, bersih, dan penuh harapan.
Anak-anak adalah titipan dari langit, datang ke dunia membawa amanah besar bagi orang tua. Setiap tangisnya adalah doa, setiap senyumnya adalah berkah. Dalam Islam, anak adalah karunia dan sekaligus ujian. Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Maka, menjadi orang tua bukanlah sekadar memberi makan dan pakaian, tapi juga tentang membimbing jiwa kecil ini menuju cahaya kebenaran. Kopiah putih yang dikenakan si kecil dalam foto ini adalah simbol harapan. Harapan bahwa ia kelak menjadi lelaki shalih, penyejuk mata bagi keluarga dan masyarakat, serta pembela agama Allah.
Warna oranye pada pakaiannya menyiratkan kehangatan dan semangat. Seolah-olah dunia berkata, “Lihatlah, inilah generasi yang akan menyinari masa depan.” Generasi yang butuh dididik dengan kasih sayang, dengan akhlak, dengan ilmu, dan dengan teladan.
Lalu, bagaimana cara terbaik merawat cahaya kecil ini? Bukan hanya dengan memberinya susu dan popok terbaik. Tapi juga dengan memperdengarkan ayat-ayat Al-Qur’an sejak dalam kandungan. Dengan mengajaknya hadir dalam majelis-majelis ilmu, meski ia belum memahami. Dengan mencium keningnya setiap sebelum tidur sambil berdoa, “Ya Allah, jadikan anak ini hamba-Mu yang bertaqwa.”
Tak jarang, kehadiran seorang anak menjadi penguat rumah tangga yang hampir retak. Tangisnya mempersatukan dua hati yang sedang bertengkar. Tawanya menyatukan kembali cinta yang mulai hambar. Anak adalah pengingat, bahwa kita hidup bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk generasi penerus yang menatap masa depan melalui kacamata kecil mereka.
Dalam Islam, orang tua yang mendidik anaknya dengan baik akan mendapatkan pahala jariyah. Bahkan ketika kita sudah meninggal, doa anak shalih tak akan terputus. Bayi yang tampak mungil ini, kelak bisa menjadi orang besar. Tapi itu semua bergantung pada bagaimana ia diasuh hari ini.
Sebagaimana pohon yang tumbuh dari benih, anak-anak adalah cermin dari lingkungan. Jika benih ditanam di tanah yang subur, disiram dengan ilmu, dijaga dari gulma maksiat, insyaAllah ia akan tumbuh menjadi pohon yang rindang, memberi keteduhan dan buah untuk sekitarnya.
Maka, penting bagi kita semua—baik sebagai orang tua, guru, maupun masyarakat—untuk menciptakan lingkungan yang mendidik. Rumah yang penuh dzikir, televisi yang dipenuhi tayangan mendidik, percakapan yang sopan, dan akhlak yang dijaga. Karena anak-anak merekam lebih banyak dari apa yang mereka lihat, bukan dari apa yang mereka dengar.
Tatapan polos bayi di foto itu menyampaikan pesan yang dalam: dunia ini besar, tapi ia baru memulainya. Ia butuh bimbingan. Ia butuh cinta. Ia butuh tuntunan yang benar. Jangan biarkan dunia yang keras merampas ketulusannya. Lindungilah masa kecilnya dari segala bentuk kekerasan, pelecehan, atau paparan negatif dari teknologi.
Di era digital ini, tantangan orang tua semakin kompleks. Tapi jika kita mampu menanamkan nilai-nilai Islam sejak dini, insyaAllah anak-anak kita akan tumbuh menjadi pemuda yang kokoh, seperti para sahabat Nabi yang sejak kecil sudah mengenal makna iman dan jihad.
Semoga setiap anak yang hadir dalam hidup kita menjadi wasilah menuju surga. Semoga kita mampu menjalankan amanah ini dengan sabar dan ikhlas. Dan semoga, setiap senyum mungil mereka menjadi saksi bahwa kita pernah mencintai mereka dengan sepenuh hati, membesarkan mereka bukan untuk dunia semata, tapi untuk akhirat yang kekal.
Bayi kecil itu mungkin belum bisa berbicara, tapi kehadirannya berbicara banyak hal. Ia adalah doa yang terwujud. Ia adalah cinta yang menjelma. Dan ia adalah harapan yang sedang tumbuh di pangkuan umat. (Iskandar)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
