Kisah
Beranda » Berita » Kisah Kedermawanan Ibnu Mubarak yang Menakjubkan

Kisah Kedermawanan Ibnu Mubarak yang Menakjubkan

Ilustrasi

SURAU.CO. Banyak orang mengira kekayaan dan kesalehan sulit berjalan beriringan. Namun, kisah Ibnu Mubarak mematahkan anggapan tersebut. Beliau adalah seorang konglomerat hebat pada masanya. Namun, ia juga seorang sufi yang sangat dihormati. Hartanya tidak membuatnya lalai. Justru, ia menggunakan kekayaannya untuk meraih kemuliaan di jalan Allah.

Kisah inspiratifnya menjadi cerminan sejati tentang makna harta. Abdullah bin Al-Mubarak menunjukkan bahwa kekayaan bisa menjadi ladang amal. Ia tidak hanya sukses dalam perniagaan. Ia juga menjadi teladan dalam menuntut ilmu, menyantuni ulama, dan membantu fakir miskin. Artikel ini akan mengupas lebih dalam profil dan hikmah dari kehidupannya yang luar biasa.

Kisah Kedermawanan Ibnu Mubarak yang Menakjubkan

Salah satu kisah Ibnu Mubarak yang paling terkenal dituturkan oleh Salamah bin Sulaiman. Kisah ini menunjukkan betapa luar biasanya cara pandang beliau terhadap harta. Suatu hari, seorang pria datang menemuinya. Pria itu tampak sangat putus asa.

Ia menceritakan lilitan ekonomi yang berat. Hutang telah menjerat kehidupannya. Dengan penuh harap, ia berkata, “Saya mempunyai banyak hutang dan memohon kepada tuan untuk melunasi hutang saya.”

Ibnu Mubarak mendengarkan keluh kesah itu dengan penuh perhatian. Beliau tidak banyak bicara. Beliau langsung mengambil pena dan menulis sebuah surat singkat. Surat itu ia tujukan kepada bendaharanya. Kemudian, ia memberikan surat itu kepada pria tersebut.

Membangun Etos Kerja Muslim yang Unggul Berdasarkan Kitab Riyadus Shalihin

Dengan hati yang gembira, pria itu segera pergi. Kemudian ia mencari bendahara Ibnu Mubarak untuk menyerahkan surat tersebut. Sang bendahara menerima surat itu dan langsung membacanya. Raut wajahnya seketika berubah. Ia tampak sangat kaget.

Tatapannya langsung menghujam pria itu dengan penuh selidik. Sang bendahara bertanya, “Berapa sebenarnya jumlah hutang yang engkau minta untuk dilunasi?”
“700 dirham,” jawab lelaki itu dengan polosnya.

Kemudian bendahara itu kembali melihat isi surat. Ada sesuatu yang tidak biasa. Dalam surat itu, Ibnu Mubarak memerintahkan untuk memberi pria itu sebanyak 7.000 dirham. Jumlah ini sepuluh kali lipat dari hutang yang sebenarnya.

Setelah berpikir sejenak, bendahara itu merasa khawatir. Ia takut harta tuannya akan cepat habis jika terlalu boros. Ia lalu berpesan kepada pria itu. “Sesungguhnya kalau terlalu banyak, bisa habis.” Ia meminta pria itu kembali menemui Ibnu Mubarak untuk konfirmasi.

Pria itu pun kembali dan menyampaikan pesan dari bendahara. Ibnu Mubarak mendengar dengan saksama. Alih-alih marah atau ragu, beliau justru memberikan jawaban yang abadi. Beliau menulis surat balasan dengan pesan yang sangat mendalam.

Frugal Living Ala Nabi: Menemukan Kebahagiaan Lewat Pintu Qanaah

“Jika itu saja terlalu banyak bisa habis, maka demikian juga umur juga akan habis. Jadi, berikan kepadanya sebagaimana yang telah aku tulis dahulu.”

Hikmah

Jawaban ini adalah puncak dari kisah Ibnu Mubarak. Pesan tersebut menyiratkan bahwa harta dunia pasti akan habis. Namun, umur manusia juga terbatas dan akan habis. Kesempatan beramal dengan harta jauh lebih berharga daripada menumpuknya. Bagi Ibnu Mubarak, umur yang berkurang harus diisi dengan amal yang terus mengalir. Kedermawanan adalah investasi terbaik sebelum ajal menjemput.

Kisah ini memberikan banyak hikmah bagi kita. Pertama harta bukanlah tujuan, melainkan alat. Kekayaannya tidak membuatnya lalai, justru menjadi sarana untuk menuntut ilmu, membantu ulama, menyantuni fakir miskin, dan berjihad. Kedua sikap dermawann. Ibnu Mubarak tidak hanya memberi sesuai kebutuhan, tetapi memberi jauh lebih banyak untuk mengangkat derajat orang yang dibantunya. Ketiga hikmah tentang kesadaran akan keterbatasan umur. Jawaban pamungkasnya menunjukkan bahwa ia sadar hidup ini singkat. Oleh karena itu, kesempatan untuk berbuat baik dengan harta harus dimaksimalkan sebelum umur itu sendiri berakhir. Ini adalah esensi dari sifat zuhud, yaitu menggunakan dunia untuk meraih akhirat. Keempat adalah keseimbangan. Ibnu Mubarak adalah contoh ideal seorang Muslim yang berhasil dalam urusan dunia (konglomerat) namun hatinya sepenuhnya terikat pada

Profil Singkat Abdullah bin Al-Mubarak

Sosok Ibnu Mubarak adalah teladan sempurna. Ia seorang cendekiawan muslim abad ke-2 Hijriyah yang komplet. Ia ahli dalam ilmu hadis, fikih, bahasa, hingga sejarah. Ia juga seorang ahli ibadah yang zuhud, dermawan, sekaligus pemberani. Kisahnya mengajarkan kita bahwa kekayaan sejati bukanlah apa yang kita simpan. Kekayaan sejati adalah apa yang kita berikan di jalan kebaikan.

Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Al-Mubarak bin Wadhih. Orang-orang lebih akrab memanggilnya “Ibnu Al-Mubarak”. Ayahnya berasal dari Turki. Sementara ibunya berasal dari Khawarizmi, sebuah wilayah kuno di Asia Tengah. Garis keturunannya menunjukkan perpaduan budaya yang kaya.
Ulama besar ini lahir pada tahun 118 Hijriyah di kota Marwa, Khurasan. Wilayah ini sekarang menjadi bagian dari Afghanistan dan Turkmenistan. Kehidupannya penuh dengan perjalanan untuk tujuan mulia. Ia sering bepergian untuk berhaji, berjihad, berdagang, dan menuntut ilmu. Karena itu, ia mendapat julukan “As-Saffar” atau orang yang rajin melakukan perjalanan.

Menyelaraskan Minimalisme dan Konsep Zuhud: Relevansi Kitab Riyadhus Shalihin di Era Modern

Gelar kemuliaan lain juga melekat padanya. Ia dikenal sebagai Al-Hafizh (penghafal hadis yang andal). Ia juga dijuluki Syekh Al-Islam dan Fakhr Al-Mujahidin (kebanggaan para pejuang). Semua gelar ini membuktikan kedalaman ilmu dan pengabdiannya.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement