Nasional
Beranda » Berita » Anggota Komisi X DPR Kritik Tajam Dedi Mulyadi: PR Itu Urusan Guru, Bukan Gubernur!

Anggota Komisi X DPR Kritik Tajam Dedi Mulyadi: PR Itu Urusan Guru, Bukan Gubernur!

Anggota Komisi X DPR Kritik Tajam Dedi Mulyadi PR Itu Urusan Guru, Bukan Gubernur!

SURAU.CO Kebijakan kontroversial kembali datang dari Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Kali ini, keputusannya untuk menghapus pekerjaan rumah (PR) bagi siswa menuai respons tajam. Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, memberikan kritik keras. Ia menilai pemberian PR merupakan bagian integral dari strategi pembelajaran. Menurutnya, hal ini sepenuhnya menjadi kewenangan guru, bukan gubernur. Intervensi kepala daerah dalam ranah ini dianggap kurang tepat.

Kewenangan Guru dalam Strategi Pembelajaran

Lalu Hadrian Irfani menekankan posisi sentral guru dalam proses pendidikan. “Guru adalah pihak yang paling memahami kebutuhan dan karakteristik siswanya,” ujar Lalu Ari.

Ia menyampaikan hal ini melalui keterangan tertulis pada Rabu (11/6/2025). Menurutnya, pemahaman mendalam guru terhadap siswanya menjadi dasar penentuan metode belajar. “Karena itu, keputusan untuk memberikan PR atau tidak seharusnya diserahkan kepada guru, bukan dibatasi secara sepihak oleh kepala daerah,” tegasnya. Ia khawatir kebijakan ini justru mengabaikan pertimbangan profesional guru di lapangan.

Legislator yang berasal dari Daerah Pemilihan (Dapil) NTB II ini juga mengingatkan satu hal penting. Ia menyatakan bahwa pendidikan bersifat sangat kontekstual. Strategi belajar seperti pemberian PR bisa jadi sangat relevan. Terutama untuk sebagian siswa dalam menguatkan pemahaman materi pelajaran. Setiap siswa memiliki kondisi dan gaya belajar yang berbeda. Tidak semua metode cocok untuk semua siswa.

“Tidak semua siswa punya kondisi belajar yang sama di rumah. Ada yang butuh penguatan lewat PR, ada juga yang tidak,” ujar politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut. 

Peduli Sumatera: Saat Saudara Kita Menjerit, Hati Kita Harus Bangkit

“Di sinilah pentingnya diskresi guru dalam menentukan metode belajar yang paling sesuai,” tambahnya. Otonomi guru dalam merancang pembelajaran menjadi kunci keberhasilan pendidikan. Kebijakan yang bersifat pukul rata dikhawatirkan tidak efektif.

Inovasi Pendidikan dan Profesionalitas Guru

Kebijakan penghapusan PR yang Gubernur Dedi Mulyadi gulirkan memang menuai beragam reaksi. Reaksi ini datang dari masyarakat luas, termasuk dari kalangan pendidik sendiri. Lalu Hadrian Irfani menilai bahwa semangat untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan memang patut diapresiasi. Akan tetapi, ia mengingatkan agar semangat tersebut jangan sampai mengabaikan prinsip-prinsip pedagogi. Profesionalitas guru juga tidak boleh dikesampingkan. Inovasi harus berjalan seiring dengan landasan keilmuan yang kuat.

“Kami di Komisi X mendukung inovasi dalam dunia pendidikan, tapi inovasi itu harus tetap berpijak pada keilmuan dan masukan para praktisi pendidikan,” ujar dia. Ia khawatir kebijakan yang terkesan populis justru berpotensi mengebiri otonomi profesional guru.

Guru bisa kehilangan ruang untuk menerapkan metode terbaik berdasarkan kondisi riil siswanya. “Jangan sampai kebijakan populis justru mengebiri otonomi profesional guru,” tegas Lalu Ari. Ia berharap ada evaluasi mendalam terhadap kebijakan ini.

Dorongan untuk Pedoman dari Pemerintah Pusat

Lebih lanjut, Lalu Hadrian Irfani juga mendorong pemerintah pusat. Khususnya Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen). Ia meminta Kemendikdasmen untuk memberikan pedoman yang lebih jelas. Pedoman ini terkait batasan kewenangan kepala daerah. Terutama dalam membuat kebijakan pendidikan di tingkat daerah. Kejelasan ini penting untuk menghindari tumpang tindih atau bahkan konflik kebijakan. Sinkronisasi antara pusat dan daerah menjadi sangat krusial.

Asosiasi Ma’had Aly Dorong PenguatanDirektorat Jenderal Pesantren

Selain isu penghapusan PR, Lalu Ari juga menyoroti kebijakan lain dari Dedi Mulyadi. Kebijakan tersebut adalah pemberlakuan jam masuk sekolah pukul 06.30 bagi siswa di Jawa Barat. Menurutnya, sebaiknya Gubernur Dedi Mulyadi berkonsultasi terlebih dahulu. Konsultasi ini dengan Kemendikdasmen terkait berbagai aturan pendidikan yang akan diterapkan di daerahnya. Komunikasi yang baik akan mencegah potensi masalah di kemudian hari.

Ketua DPW PKB NTB itu menegaskan satu poin penting. Ia menyatakan bahwa pemerintah pusat, dalam hal ini Kemendikdasmen, sudah membuat aturan komprehensif. Aturan ini mencakup semua aspek pelayanan pendidikan di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, jangan sampai kebijakan yang kepala daerah buat justru menabrak peraturan yang telah ditetapkan secara nasional. Harmonisasi kebijakan menjadi kunci utama.

“Sebaiknya dikomunikasikan dengan Kemendikdasmen, sehingga tidak menimbulkan gejolak dan tidak ada aturan yang ditabrak,” ujar mantan anggota DPRD NTB itu. Ia berharap ada sinergi yang lebih baik. Sinergi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam merumuskan kebijakan pendidikan. Tujuannya demi menciptakan sistem pendidikan yang berkualitas. Sistem yang juga memperhatikan kesejahteraan siswa dan profesionalitas guru. Diskusi dan kajian mendalam sebelum mengeluarkan kebijakan sangatlah penting. Ini untuk memastikan setiap keputusan berdampak positif bagi dunia pendidikan. (ROL/KAN)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement