SURAU.CO – Al-Quran menyajikan banyak kisah umat terdahulu bukan sebagai dongeng, melainkan sebagai sumber pelajaran abadi bagi manusia yang berpikir. Salah satu kisah paling menonjol yang Al-Quran ceritakan adalah tragedi Qabil dan Habil, kedua putra Nabi Adam AS. Kisah mereka menjadi cermin nyata tentang betapa berbahayanya emosi yang tak terkendali. Lebih jauh lagi, kisah ini menunjukkan bagaimana iri hati dan dengki dapat mendorong seseorang melakukan tindakan paling keji dalam sejarah.
Dua Saudara, Dua Niat Kurban yang Berbeda
Allah SWT mengabadikan kisah ini dengan indah dalam Surah Al-Maidah ayat 27. Dalam ayat tersebut, Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk menceritakan kembali kisah ini kepada umatnya sebagai pengingat. Kisah bermula ketika Qabil dan Habil mendapat perintah untuk mempersembahkan kurban sebagai wujud ibadah.
Meskipun menerima perintah yang sama, keduanya menunjukkan sikap yang sangat kontras. Habil, seorang peternak, dengan tulus memilih hewan ternak terbaiknya untuk ia persembahkan. Ia melakukan ibadah itu dengan hati yang sepenuhnya ikhlas untuk mencari keridaan Allah. Sebaliknya, Qabil yang berprofesi sebagai petani, justru menunjukkan sikap acuh tak acuh. Ia dengan sengaja memilih hasil panennya yang berkualitas buruk. Sikap ini jelas mencerminkan perbedaan fundamental dalam karakter dan tingkat ketakwaan mereka.
Saat Penolakan Tuhan Menyulut Api Iri Hati
Sesuai dengan ketulusan niat masing-masing, Allah SWT pun menunjukkan kuasa-Nya. Dia menerima kurban dari Habil, namun menolak persembahan dari Qabil. Penolakan inilah yang menjadi pemantik amarah dalam diri Qabil. Bukannya mengoreksi kekurangan niatnya, ia justru membiarkan rasa iri dan dengki yang membara memenuhi hatinya.
Akibatnya, Qabil sepenuhnya menyalahkan saudaranya atas kegagalan yang ia sebabkan sendiri. Dengan emosi yang meluap, ia secara terang-terangan mengancam Habil, “Aku pasti akan membunuhmu!”
Namun, Habil menanggapi ancaman mengerikan itu dengan ketenangan seorang hamba yang saleh. Ia tidak membalas amarah dengan amarah, melainkan memberikan nasihat yang arif. “Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam,” jawab Habil. Lewat jawabannya, ia menunjukkan kepasrahan dan keyakinan bahwa ia tidak akan membalas kejahatan dengan kejahatan.
Puncak Tragedi: Kemenangan Hawa Nafsu atas Akal Sehat
Sayangnya, nasihat bijak dari Habil tidak mampu memadamkan api kebencian di hati Qabil. Hawa nafsunya telah sepenuhnya menguasai dan menutupi akal sehatnya. Al-Quran menggambarkan momen kelam ini dengan sangat jelas, “Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Maidah: 30).
Ayat tersebut secara tegas menyatakan hawa nafsulah yang menjadi biang keladi utama. Qabil membiarkan emosi negatif—seperti iri, dengki, dan amarah—merajalela hingga membutakan mata hatinya. Pada akhirnya, ia pun melakukan kejahatan mengerikan yang tercatat sebagai pembunuhan pertama dalam sejarah peradaban manusia.
Cermin Diri: Mengambil Pelajaran dari Kisah Qabil
Tragedi Qabil dan Habil menawarkan pelajaran universal tentang pentingnya pengendalian diri. Dalam diri setiap manusia, akal sehat dan hawa nafsu selalu bertarung untuk memperebutkan kendali. Jika seseorang menjadikan akalnya sebagai panglima, maka ia akan menemukan jalan keselamatan. Akan tetapi, jika ia membiarkan nafsunya menjadi pemimpin, maka kehancuranlah yang pasti menanti.
Karena itulah Rasulullah SAW menyebut perang melawan hawa nafsu sebagai “Jihad Akbar” atau perjuangan terbesar. Keselamatan dan kebahagiaan hidup kita sangat bergantung pada kemampuan kita untuk mengelola emosi dan menundukkan nafsu di bawah kendali akal. Semoga kita semua mampu mengambil hikmah mendalam dari kisah ini dan menghindarkan diri dari kerugian yang serupa.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
