Kisah
Beranda » Berita » Kisah Nabi Sulaiman dan Dua Ibu Berebut Bayi

Kisah Nabi Sulaiman dan Dua Ibu Berebut Bayi

Ilustrasi : Dua ibu memperebtkan bayi

SURAU.CO – Di sebuah pemukiman sepi di tepi hutan, hiduplah dua orang perempuan yang bertetangga. Keduanya baru saja dikaruniai seorang bayi. Kehidupan mereka terasa tenang, meskipun para suami sedang bepergian untuk urusan pekerjaan selama beberapa minggu. Mereka saling menemani dalam kesendirian, berbagi suka dan duka sebagai ibu baru.

Namun, sebuah tragedi mengerikan merenggut ketenangan itu. Suatu hari, seekor serigala buas keluar dari hutan. Hewan itu menyambar salah satu bayi yang sedang terlelap di ayunan. Bayi malang itu adalah anak dari perempuan yang bertubuh lebih gemuk. Serigala itu langsung membawanya pergi dan memangsanya. Sementara itu, bayi dari perempuan yang lebih kurus selamat. Ia hanya menderita sedikit luka cakaran dari serangan tersebut.

Perempuan gemuk itu dilanda ketakutan yang luar biasa. Ia tidak takut pada serigala, melainkan pada murka suaminya nanti. Ia tidak sanggup membayangkan harus menjelaskan bahwa anaknya telah tiada akibat kelalaiannya. Karena panik dan pikiran yang kalut, ia mengambil jalan pintas yang licik. Ia bersikeras bahwa bayi yang selamat adalah miliknya.

Tentu saja, ibu yang sebenarnya tidak terima. Pertengkaran hebat pun pecah di antara keduanya. Mereka saling berteriak dan mengklaim hak atas bayi yang lolos dari maut itu. Karena tidak ada yang mau mengalah dan tidak ada saksi mata, perselisihan mereka menemui jalan buntu. Akhirnya, mereka sepakat untuk membawa masalah ini ke hadapan Raja yang adil dan bijaksana, Nabi Sulaiman AS.

Ujian di Hadapan Sang Raja

Di hadapan singgasananya, Nabi Sulaiman mendengarkan keluhan mereka dengan saksama. Ia menatap kedua perempuan itu dengan tatapan penuh wibawa. Nabi Sulaiman bertanya, “Jadi anak siapa bayi ini?”
Perempuan yang gemuk segera menjawab dengan suara lantang dan penuh keyakinan. ”Anak saya. Sungguh mati dia anak saya. Lihatlah wajahnya mirip dengan suami saya,” katanya berapi-api.

Kisah Nama Abu Hurairah: Dari Pecinta Kucing Menjadi Penjaga Hadis

Ibu yang kurus segera menyanggah dengan pilu. “Bukan wahai nabi yang bijaksana. Bayi itu betul-betul anak saya,” ucapnya lirih namun tegas.

Nabi Sulaiman mencoba menasihati keduanya. Ia memperingatkan mereka untuk berkata jujur dan tidak membuat sumpah palsu di hadapannya. Namun, keduanya tetap teguh pada pendirian masing-masing. Melihat kekeraskepalaan mereka, Nabi Sulaiman berpikir sejenak. Ia tahu bahwa kebenaran harus diungkap dengan cara yang tidak biasa. Sang Raja lantas memanggil seorang algojo istana untuk membawa golok yang sangat tajam.

Suasana di ruang sidang menjadi tegang. Nabi Sulaiman kemudian mengumumkan keputusannya. ”Mengingat kamu berdua sama-sama mengakui anak ini sebagai miliknya, maka aku memutuskan bayinya akan dibelah menjadi dua oleh algojo supaya adil dan tiap belah akan diberikan kepada kalian berdua.”

Kedua perempuan itu terdiam, menunggu dengan jantung berdebar kencang. Algojo pun maju dan membaringkan bayi mungil itu di atas sebuah meja. Ia mengangkat goloknya tinggi-tinggi, siap melaksanakan perintah. Sebelum golok itu diayunkan, Nabi Sulaiman memberi satu kesempatan terakhir. ”Masih juga tidak ada yang mengalah atau mengakui keadaan sebenarnya, siapakah diantara kalian betul-betul ibu dari anak ini?”
Keduanya masih terdiam dalam pendirian mereka. Nabi Sulaiman pun memberi isyarat kepada algojo untuk segera bertindak. Begitu sang algojo bersiap mengayunkan goloknya, perempuan gemuk itu justru berteriak. Ia setuju dengan keputusan itu dan menganggapnya sangat adil.

Terungkapnya Kasih Ibu Sejati

Namun, ketika bilah golok itu berkilat dan hampir menyentuh tubuh si bayi, perempuan yang kurus menjerit histeris. Air matanya mengalir deras. “Jangan! Jangan dibunuh anak itu. Biarlah saya relakan bayi itu untuk dipelihara oleh tetangga saya ini. Daripada dibunuh di depan mata saya.”

Pasca Wafatnya Rasulullah: Sikap Abu Bakar Menghadapi Kemurtadan

Seketika itu juga, Nabi Sulaiman memberi isyarat agar algojo berhenti. Senyum tipis terukir di wajahnya. Kebenaran telah terungkap dengan sendirinya. Ia lalu berkata kepada perempuan yang kurus itu.
“Wahai ibu yang tulus ikhlas. Bayi ini adalah anakmu. Bawalah dia pulang dan rawatlah baik-baik.” Kemudian, ia menatap tajam perempuan gemuk itu. “Dan engkau hai perempuan,” ujarnya. ”Jangan kau ulangi lagi melakukan sumpah palsu, sebab engkau bukan ibu bayi itu. Anakmu lah yang mati dilahap serigala.”

Betapa bahagianya hati ibu yang kurus itu. Ia segera memeluk bayinya dengan erat. Sebaliknya, perempuan gemuk itu tertunduk malu. Kebohongannya telah terbongkar di hadapan semua orang.

Setelah kedua perempuan itu pergi, Nabi Sulaiman para punggawa istana . ”Mengapa aku berpendapat bahwa wanita yang kurus itu ibunya yang benar?”

Mereka serentak menggeleng. ”Hanya nabi Allah yang tahu jawabannya.”

Nabi Sulaiman pun menjelaskan hikmah di balik keputusannya yang luar biasa. ”Seorang ibu yang asli, bagaimanapun juga tak akan tega hatinya menyaksikan darah dagingnya dibunuh di hadapan matanya.” Kisah Nabi Sulaiman dan dua ibu ini menjadi bukti bahwa kebijaksanaan sejati mampu menembus kebohongan dan mengungkap ikatan suci seorang ibu. (Tri)

Penaklukan Thabaristan (Bagian 2): Kemenangan di Era Umayyah


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement