SURAU.CO. Di jantung Kabupaten Kerinci, Jambi, berdiri sebuah mahakarya arsitektur yang sarat makna. Bangunan tersebut adalah Masjid Agung Pondok Tinggi. tempat ibadah umat Islam ini menjadi saksi bisu perjalanan sejarah di tanah Kerinci. Masjid yang terletak di Dusun Pondok Tinggi, Kecamatan Sungai Penuh, bangunan ini bukan sekadar tempat ibadah namun merupakan monumen hidup dari semangat kebersamaan dan kearifan lokal.
Pembangunannya merupakan cerminan nyata dari budaya gotong royong. Seluruh masyarakat dusun bahu-membahu mewujudkan berdirinya masjid ini pada Juni 1874. Berdirinya bangunan ini jauh sebelum pengaruh kolonial Belanda tiba di Kerinci pada 1903. Para pria dan wanita, atau yang dikenal sebagai anak jantan dan anak betino, sama-sama berkontribusi dalam pendiriannya.
Proses Pembangunan
Dalam proses pembangunannya, masyarakat mengumpulkan kayu berkualitas dari hutan. Dan hutan bernama Pematang Limo Gunjea menjadi sumber utama bahan bangunan masjid. Di sana, terdapat banyak jenis kayu yang kuat dan tahan lama. Adapun jenisnya antara lain kayu Letou, kayu Tuai, dan Kayu Medang Jangkat. Untuk proses penebangan hingga pengangkutan kayu masyarakat mengangkutnya secara gotong royong.
Setelah fondasi selesai dan kayu terkumpul, warga menggelar musyawarah. Mereka membentuk sebuah panitia pelaksana pembangunan. Empat orang jenang atau pengurus terpilih untuk memimpin proyek ini. Masing-masing mewakili lurah yang ada kala itu. Mereka adalah, Rukun dari Rio Mandaro. Kemusian ada Hasip dari Rio Pati dan Timah Taat. Lemudian ada juga Haji Rajo Saleh dari Rio Tumengung.
Untuk rancangan arsitektur, panitia menyeleksi beberapa usulan. Akhirnya, mereka memilih desain karya M. Tiru dari Rio Mandaro. Untuk mewujudkan rancangan kompleks, mereka memilih 12 tenaga ahli pertukangan. Para tukang tersebut memiliki keahlian yang mumpuni yang bertugas mengukur, memotong, dan merakit komponen bangunan.
Arsitektur Kokoh Sarat Makna Filosofis
Masjid Agung Pondok Tinggi memiliki arsitektur yang unik dan penuh simbol. Struktur utamanya ditopang oleh 36 tiang besar yang kokoh. Puluhan tiang ini terbagi menjadi tiga jenis dengan makna tersendiri.
1. Tiang Panjang Sambilea (Sembilan): Terdapat empat buah tiang utama. Tiang ini membentuk segi empat paling dalam. Setiap tiang dibuat dari batang pohon utuh yang sangat kuat. Keempat tiang ini disebut Tiang Tuo, atau dalam tradisi Jawa dikenal sebagai sokoguru. Tiang Tuo ini diberi paku emas sebagai penolak bala. Pada puncaknya, dihiasi kain berwarna merah dan putih sebagai lambang kemuliaan.
2. Tiang Panjang Limau (Lima): Sebanyak delapan buah tiang membentuk segi empat di bagian tengah. Susunannya terlihat sangat rapi dan simetris.
3. Tiang Panjang Duea (Dua): Terdapat 24 buah tiang yang membentuk segi empat terluar. Disebut panjang duea karena panjangnya sekitar dua depa atau dua meter.
Struktur dan penataan tiang-tiang ini sangat canggih. Para pendiri masjid sudah menerapkan ilmu daya lenting. Teknologi ini berfungsi untuk meredam guncangan saat terjadi gempa bumi. Selain tiang utama, terdapat juga tiang sambut. Tiang ini tidak menancap ke tanah, melainkan menggantung dan terikat pada kayu alang.
Filosofi Atap dan Warisan Budaya
Bentuk atap masjid ini juga memiliki makna mendalam. Atapnya berupa atap tumpang bersusun tiga yang semakin ke atas semakin kecil. Bagian puncaknya berbentuk limas. Desain ini melambangkan tatanan hidup masyarakat Kerinci yang berketuhanan, yaitu: “bapucak satau, barempe juroi, batingkat tigae.”
Artinya berpucuk satu, berjurai empat, dan bertingkat tiga. Berpucuk satu mempunyai makna bahwa masyarakat menjunjung tinggi satu Tuhan Yang Maha Kuasa. Mereka juga menghormati satu kepala adat.
Kemudian berjurai empat bermakna bahwa Dusun Pondok Tinggi terdapat empat jurai (klan). Setiap jurai memiliki satu ninik mamak (pemangku adat) dan satu imam (ulama). Sedangkan makna Bertingkat adalah masyarakat memegang teguh pusaka tiga tingkat atau “seko nan tega takak.” Pusaka ini terdiri dari pusaka tengganai, pusaka ninik mamak, dan pusaka depati.
Adanya ukiran yang khas memperkaya keunikan arsitektur masjid ini. Motif bunga padma, teratai, dan kamboja menghiasi dinding, mimbar, dan lubang pintu. Semua detail ini masih terjaga keasliannya hingga kini.
Pengakuan Sejarah
Masjid Agung Pondok Tinggi sekarang tercatat sebagai cagar budaya. Bangunan ini mendapatkan perlindungan dari Monumen Ordonansi sejak tahun 1931. Pada 1953, masjid ini mendapat kunjungan kehormatan dari Wakil Presiden RI, Dr. Mohammad Hatta. Saat itu, Bung Hatta bersama Gubernur Sumatra Tengah, Ruslan Mulyoharjo berpesan agar masjid agung ini terus melsetarikannya. Beliau menyebutnya sebagai warisan budaya yang sangat berharga.
Meski usianya sudah lebih dari satu abad, masjid ini terus hidup. Fungsinya tidak hanya untuk ibadah. Sekarang masjid ini juga terdapat perpustakaan dan stasiun pemancar radio. Radio Suara Pondok Tinggi (RSP) aktif menyiarkan berbagai kegiatan dakwah Islam. Masjid Agung Pondok Tinggi tetap menjadi pusat kegiatan keagamaan dan sosial bagi masyarakat Kerinci.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
