Kisah
Beranda » Berita » Kisah Syekh Junaid yang Belajar Keyakinan dari Tukang Cukur

Kisah Syekh Junaid yang Belajar Keyakinan dari Tukang Cukur

ilustrasi

SURAU.CO. Pelajaran hidup bisa datang dari mana saja. Bahkan dari orang yang tak terduga. Hal ini dialami oleh ulama sufi besar, Syekh Abul Qasim Junaid al-Baghdadi. Beliau adalah seorang ahli tasawuf yang sangat dihormati. Pemikiran dan perilakunya menjadi teladan hingga kini. Salah satu kisah hikmahnya yang paling terkenal adalah momen berharganya. Ia belajar tentang keyakinan dari seorang tukang cukur rambut.

Peristiwa di Kota Suci Mekah

Kisah ini terjadi saat Junaid al-Baghdadi berada di Mekah. Beliau saat itu memiliki keinginan untuk mencukur rambutnya. Maka, Syekh Junaid mulai mencari tukang pangkas rambut. Ia menyusuri sudut-sudut kota suci itu. Akhirnya, beliau menemukan sebuah tempat pangkas rambut sederhana.
Syekh Junaid pun masuk ke dalam. Di sana, ia melihat seorang tukang cukur. Tukang cukur itu sedang melayani seorang lelaki terhormat. Tanpa ragu, Syekh Junaid menghampirinya dengan lembut. Beliau kemudian berkata dengan penuh pengharapan.

“Demi Allah dapatkah engkau memangkas rambutku.”

Mendengar nama Allah disebut, tukang cukur itu terkejut. Matanya tampak berkaca-kaca. Air matanya bahkan terlihat mulai menetes.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

“Tentu saja saya bisa mencukur rambut tuan,” jawabnya dengan suara bergetar.

Sebuah kejadian tak terduga pun terjadi. Si tukang cukur langsung berhenti mencukur lelaki terhormat itu. Ia meminta temannya untuk melanjutkan pekerjaannya.

Ia lalu berbalik menuju Syekh Junaid al-Baghdadi.

“Berdirilah saat nama Allah Ta’ala yang diucapkan, maka yang lain harus menunggu,” katanya tegas.

Tukang cukur itu kemudian mencium tangan Syekh Junaid. Ia mempersilakan sang ulama duduk. Dengan penuh hormat, ia mulai memangkas rambut Syekh Junaid. Perlakuan istimewa ini membuat Syekh Junaid merasa heran sekaligus takjub.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Hadiah yang Ditolak

Setelah selesai, terjadi hal lain yang mengejutkan. Tukang cukur itu justru memberikan sebuah bungkusan kertas kecil. Isinya adalah beberapa koin uang.

“Belanjakan uang ini untuk keperluanmu,” kata tukang cukur itu.

Syekh Junaid menerima pemberian itu dengan rasa haru. Di dalam hatinya, beliau membuat sebuah janji. Ia berjanji akan memberikan hadiah pertama yang diterimanya. Hadiah itu akan ia serahkan kepada tukang cukur yang mulia ini.

Takdir Allah pun berjalan cepat. Tidak lama setelah itu, Syekh Junaid menerima sebuah hadiah. Hadiah itu berupa sekantong penuh kepingan emas. Beliau langsung teringat pada janjinya. Segera, ia kembali ke tempat pangkas rambut itu. Ia ingin menemui si tukang cukur untuk menepati janjinya.

Saat bertemu, Syekh Junaid langsung menyerahkan kantong emas itu.

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

“Apa ini?” tanya si tukang cukur, tampak bingung.

Syekh Junaid pun menjelaskan niatnya. “Setelah engkau cukur beberapa waktu yang lalu, aku berketetapan hati untuk menyerahkan hadiah pertama yang aku terima kepadaMu. Nah ini hadiah pertama yang aku dapatkan yaitu sekantong emas.”

Jawaban tukang cukur itu sungguh menampar kesadaran Syekh Junaid.

“Saudaraku, tidaklah engkau malu kepada Allah? Engkau berkata kepadaku kala itu, ‘Demi Allah pangkaslah rambutku.’ Lalu engkau sekarang memberiku hadiah.

Apakah engkau pernah mendengar seseorang yang melakukan sesuatu karena Allah lalu meminta bayaran.”

Jawaban itu membuat Syekh Junaid terdiam dan merenung. Peristiwa ini menjadi pelajaran yang sangat mendalam baginya. Beliau menyadari telah menyaksikan tingkat keyakinan yang luar biasa.

“Aku belajar keyakinan dari seorang pemangkas rambut,” batin Syekh Junaid.

Mengenal Sosok Syekh Junaid al-Baghdadi

Bagi penggiat dunia tasawuf, nama Syekh Junaid al-Baghdadi sangatlah akrab. Kewaliannya begitu masyhur dan diakui luas. Posisinya sangat terhormat di kalangan para salik (penempuh jalan sufi). Penyebutannya tepat setelah Sulthanul Auliya, Syekh Abdul Qodir Al Jilani.
Pemilik nama lengkap Abu Al Qasim Al Juanid bin Muhammad Al Khazzaz ini lahir di Baghdad. Beliau lahir pada tahun 210 H dan wafat di kota yang sama pada 298 H. Informasi ini tercatat dalam berbagai literatur klasik.

Meskipun terkenal sebagai ulama besar, Imam Junaid memiliki profesi. Beliau adalah seorang pedagang sutra. Karena itulah ia mendapat julukan Al-Khazzaz, yang berarti “pedagang sutra”. Kisah hidupnya menunjukkan bahwa kesalehan tidak menghalangi seseorang untuk bekerja. Justru, pekerjaan bisa menjadi ladang untuk mengamalkan nilai-nilai spiritual.

Kisah Junaid al-Baghdadi dan tukang cukur ini abadi. Ia mengajarkan kita makna keikhlasan dan keyakinan sejati. Sebuah amal yang berdasar “karena Allah” tidak memerlukan imbalan duniawi sama sekali.

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement