SURAU.CO. Hikmah seringkali datang dari sumber yang tak terduga. Ia bisa muncul dari lisan seorang alim di mimbar megah. Namun, ia juga bisa tersembunyi. Bahkan tempat yang paling jauh dari nalar. Salah satunya adalah orang-orang yang kehilangan ‘akal”. Kisah ini membuktikan hal tersebut. Kisah ini dialami oleh seorang sufi agung, Dzun Nun al-Mishri, yang menemukan mutiara ilmu di sebuah panti orang gila. Perjalanan spiritual ini menunjukkan bahwa kebenaran tidak terikat pada status sosial atau kondisi mental seseorang. Ia adalah cahaya dari Tuhan yang bisa menembus dinding apa pun, termasuk dinding kewarasan yang dibangun oleh manusia.
Sebelum melangkah lebih jauh, mari kita mengenal tokoh utamanya. Dzun Nun al-Mishri bukanlah orang sembarangan. Nama lengkapnya adalah Abu al-Faiz Tsauban bin Ibrahim al-Mishri. Ia adalah seorang ulama dan sufi masyhur yang hidup pada abad ke-9 Masehi di Mesir.
Dzun Nun dikenal sebagai salah satu peletak dasar ilmu tasawuf. Ia memperkenalkan konsep ma’rifah (pengetahuan intuitif tentang Tuhan) ke dalam diskursus sufi. Selain itu Dzun Nun berpengetahuan sangat luas. Adapun keilmuannya meliputi ilmu fikih, hadis, dan hikmah. Karena kedalaman ilmunya, banyak orang datang kepadanya untuk mencari bimbingan. Reputasinya sebagai seorang waliyullah sudah tersebar luas pada masanya.
Sebuah Mimpi yang Menggugah Jiwa
Kisah ini bermula dari sebuah mimpi. Suatu hari Dzun Nun al-Mishri terlelap dan bermimpi. Dalam tidurnya yang lelap, ia bertemu seseorang yang misterius. Orang itu mengajaknya mengunjungi sebuah panti. Panti itu berlokasi di Baghdad dan berfungsi menampung orang-orang dengan gangguan jiwa.
Orang dalam mimpinya itu berkata bahwa di sana ada seorang ahli ilmu hikmah. Setelah Dzun Nun terbangun, mimpi itu terus membekas di benaknya. Ia merasa panggilan itu begitu nyata dan kuat. Tanpa ragu, keesokan harinya Dzun Nun memutuskan untuk pergi ke Baghdad. Ia ingin membuktikan kebenaran dari pesan dalam mimpinya.
Pencarian di Tengah Kegilaan
Setibanya di Panti Heraklius, Dzun Nun segera menemui penjaga. Ia langsung menanyakan tujuan utamanya datang ke tempat itu.
Saat bertemu dengan penjaga, Dzun Nun bertanya,” Apakah di sini ada seorang ahli hikmah?”
Penjaga itu memandangnya dengan heran. Ia tidak menyangka ada orang yang mencari ahli hikmah di tempat seperti ini.
“Di sini tidak ada ahli hikmah, yang ada hanya orang gila semuanya,” ucap penjaga menjawab pertanyaan Dzun Nun al-Mishri.
Namun, Dzun Nun tidak mudah menyerah. Ia yakin pada petunjuk mimpinya. Ia bersikeras bahwa di dalam panti tersebut ada seorang wali yang menyimpan ilmu kebijaksanaan. Penjaga itu mulai kesal dengan desakan Dzun Nun.
Dengan nada tinggi ia berkata,” Siapakah yang lebih pantas berada dalam tempat ini dan mendapatkan obat? Apa yang diperbuat oleh ahli hikmah di tempat seperti ini?”
Dzun Nun tetap tenang dan memohon dengan rendah hati. “Tolonglah, izinkan aku melihat mereka,” ucap Dzun Nun.
“Siapa namamu?” tanya Dzun Nun
“Namaku Ali, namun dikenal dengan nama Ulayyan al-Kufi,” katanya.
Mendengar jawaban itu Dzun Nun al-Mishri kaget karena mengenal namanya dan bertanya, ”Mengapa engkau seperti ini?”
“Aku ini adalah orang yang berakal (waras). Namun yang mengaturku ini bukan aku, sehingga aku terbuang dari sisi-Nya, dalam belas kasih-Nya. Bila Dia berkehendak, maka Dia mengampuniku, begitu jika Dia berkehendak maka Dia akan Menyiksaku. Bila Dia berkehendak maka Dia akan memberikan cobaan, begitu juga ketika Dia berkehendak maka Dia akan memberi keselamatan. Dia berbuat atas segala sesuatu menurut kehendak-Nya. Sesungguhnya bagi watak yang bening, cukuplah isyarat sebagai peringatan,” katanya,
“Aku ingin mendapat bimbinganmu,” ucap Dzun Nun.
Ulayyan kemudian menjawab,”Bila maksudmu adalah mencari petunjuk, maka hal itu tidak ada batasnya. Bila engkau maksudkan tentang wujud-Nya, maka sesungguhnya wujud-Nya ada pada bisikan awal hati nuranimu. Bila engkau mampu menanggungnya, maka akan kutambah untukmu.”
Jawaban dari orang gila tersebut membekas di benak Dzun Nun al-Mishri. Sampai akhirnya ia bergumam,”Aku telah banyak melihat ahli ibadah, tetapi aku tidak pernah merasakan takut sebagaimana rasa takutku kepada Ulayyan.”
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
