SURAU.CO. Tuntutan pembubaran ormas yang meresahkan mendapatkan respon dari Ketua DPR RI Puan Maharani. Puan meminta pemerintah menindak tegas dan membubarkan organisasi kemasyarakatan (ormas) pengganggu ketertiban, dan meresahkan masyarakat. Selain itu dirinya juga menegaskan agar negara tidak kalah dengan aksi premanisme.
“Kami minta pemerintah menindak tegas ormas-ormas yang mengganggu ketertiban, apalagi kemudian meresahkan masyarakat, dan mengevaluasi keterlibatan ormas-ormas yang kemudian berbau premanisme,” ujar Puan, Minggu (25/5)di Jakarta. Pernyataan tersebut menanggapi aksi premanisme ormas yang pendudukan Kantor Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Kelurahan Pondok Betung, Kota Tangerang Selatan, Banten. “Ya kalau memang kemudian itu berbau premanisme, ya segera bubarkan. Jangan sampai kemudian negara kalah dengan aksi-aksi premanisme,” tambahnya. Selain itu, Puan juga meminta aparat penegak hukum melakukan evaluasi terhadap tindakan pendudukan lahan milik negara BMKG tersebut.
Sebelumnya Wakil Ketua Komisi II DPR Aria Bima meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengevaluasi ormas yang kerap mengganggu ketertiban masyarakat. Bahkan Aria Bima menyebut kalau perlu ormas yang menanggu keteriban itu dibubarkan. “Kalau kebebasan berserikat dan berkumpul kita itu mengganggu persatuan, membuat ketidakadilan. Bahkan ada yang sampai bertindak keluar dari rasa perikemanusiaan. Kemendagri harus mengevaluasi organisasi berkumpul ini, dan kalau perlu diberi punishment, yaitu pembubaran,” kata Aria di (24/4)
Menyalahi Konsepsi Berserikat
Menurutnya berserikat dan berkumpul dalam konteks berdemokrasi harus dalam kerangka negara kesatuan. Selain itu juga dalam kerangka perikemanusiaan, ketuhanan, hingga persatuan. “Berserikat, berkumpul, tidak boleh justru menjadi faktor yang menyebabkan pelemahan pada faktor integrasi bangsa kita. Berserikat, berkumpul, harus menjadi penguatan, bukan pelemahan,” ungkapnya.
Berdasarkan konsepsi tersebut, dirinya berharap Kemendagri tak segan mengevaluasi keberadaan ormas di Tanah Air yang menyebabkan disintegrasi bangsa dan bertentangan dengan nilai-nilai. Evaluasi tersebut, lanjut Aria dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas sebagai dasar hukum.
Aria menambahkan upaya tersebut dapat terlaksana oleh Kemendagri, sebab pemerintah sebelumnya pernah berhasil membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) hingga Front Pembela Islam (FPI). “Kita pernah membubarkan HTI dan FPI, kenapa? Karena dia tidak memperkuat aspek persatuan Indonesia, mereka melakukan berbagai hal yang menyangkut kegiatan intoleransi, yang mengganggu kebinekaan kita,” katanya. Menurut Aria, langkah tegas tersebut perlu agar tidak ada ormas yang dapat berlaku seweang-wenang.
Tidak Sesuai UU
Sedangkan anggota Komisi II DPR Indrajaya mendukung langkah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencabut status bagi premanisme berkedok ormas. Menurutnya, ormas yang berlagak seperti preman meresahkan masyarakat dan mengganggu iklim usaha. Ormas tersebut terbukti melakukan pemalakan, intimidasi sampai aksi kekerasan. “Apa yang telah mereka lakukan bertolak belakang dengan tujuan ormas itu sendiri. Mereka bukan hanya tidak menjalankan fungsi ormas, tapi juga melakukan tindakan yang bertentangan dengan tujuan ormas,” ujar Indrajaya (12/5)
Indrajaya menyebut ada delapan tujuan pembentukan ormas dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas. Salah satunya adalah meningkatkan partisipasi dan keberdayaan masyarakat; memberikan pelayanan kepada masyarakat; serta berkewajiban melestarikan dan memelihara norma, nilai, moral, dan etika. “Pendirian ormas juga bertujuan untuk mengembangkan kesetiakawanan sosial, gotong royong, dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat. Kemudian menjaga, memelihara, dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, serta mewujudkan tujuan negara,” ujar Indrajaya.
Namun saat ini ormas tersebu banyak yang bertindak seperti preman. Untuk itu negara harus menindak keberadaan ormas-ormas seperti itu tidak sesuai dengan tujuannya pembentukannya. “Mereka telah menebar teror, menimbulkan keresahan, membuat kekacauan, dan merusak tatanan sosial. Maka, mereka harus ditindak,” ujarnya.
Kasus Lahan BMKG
Dalam pemberitaan sebelumnya, BMKG melaporkan kasus dugaan pendudukan lahan milik negara secara sepihak oleh ormas GRIP jaya kepada Polda Metro Jaya. Laporan bernomor e.T/PL.04.00/001/KB/V/2025 yang memuat permohonan bantuan pengamanan terhadap aset tanah milik BMKG dengan luas 127.780 meter persegi. Aset tersebut berada di Kelurahan Pondok Betung, Kota Tangerang Selatan, Banten.
Dalam keterangannya Pelaksana Tugas Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG Akhmad Taufan Maulana pada Selasa (20/5), pendudukan tersebut telah berlangsung hampir dua tahun. Hal ini yang kemudian menghambat rencana pembangunan Gedung Arsip BMKG. Menanggapi keluhan tersebut, Polda Metro Jaya kemudian pada Sabtu (24/5) akhirnya membongkarnya. Dalam keterangannya Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Ade Ary Syam Indradi, Minggu, mengatakan pihaknya telah menangkap 17 orang terkait kasus tersebut.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
