Pemuda Pertama yang Mantap Beriman
Surau.co – Ali bin Abi Thalib adalah pemuda cerdas dari keluarga mulia Bani Hasyim. Sejak kecil, ia diasuh oleh Nabi Muhammad SAW dan tumbuh dalam suasana kenabian. Saat wahyu pertama turun, Ali menyaksikan langsung peristiwa besar itu.
Tanpa ragu, ia menerima Islam meski baru menginjak usia belia. Ia menjadi orang pertama dari kalangan anak muda yang memeluk Islam sepenuh hati. Keputusannya bukan sekadar ikut-ikutan, tapi lahir dari keyakinan mendalam.
Di tengah tekanan Quraisy, Ali justru menunjukkan keberanian luar biasa membela Rasulullah. Ia rela mempertaruhkan nyawa demi menjaga dakwah yang masih muda. Saat Nabi berhijrah, Ali tidur di tempat beliau untuk mengelabui para pembunuh.
Tindakannya ini menjadi simbol keberanian dan keikhlasan yang langka untuk pemuda seusianya. Ali memang muda, tapi jiwanya penuh keyakinan seperti gunung yang tak mudah goyah. Itulah mengapa namanya selalu disebut saat bicara tentang tokoh-tokoh awal Islam.
Jafar bin Abi Thalib: Saudara Sekaligus Duta Dakwah
Tak kalah dari Ali, saudaranya Jafar bin Abi Thalib juga merupakan tokoh awal Islam yang penting. Saat tekanan Quraisy makin menjadi-jadi, Jafar termasuk yang diperintahkan Nabi untuk hijrah ke Habasyah.
Ia memimpin rombongan Muslim yang mencari perlindungan dari raja Najasyi, penguasa Ethiopia. Saat utusan Quraisy datang menjelekkan Islam, Jafar berdiri membela dengan kata-kata penuh hikmah.
Ia membacakan ayat-ayat Al-Qur’an yang menyentuh hati sang raja, hingga Najasyi pun memberi perlindungan. Dari peristiwa ini, kita belajar bahwa keberanian tak selalu soal angkat pedang kadang lewat lidah yang jujur dan hati yang tenang.
Jafar menjadi duta Islam pertama yang membawa citra damai dan toleransi ke negeri asing. Ia bukan hanya pahlawan yang hijrah, tapi juga juru bicara Islam di mata dunia luar. Perannya di Habasyah menunjukkan bahwa diplomasi dan dakwah bisa berjalan beriringan dengan indah.
Syahid di Perang Mu’tah, Naik Derajat ke Surga
Setelah kembali dari Habasyah, Jafar tak tinggal diam. Ia turut serta dalam berbagai perjuangan Rasulullah. Salah satu momen paling menggetarkan adalah ketika ia ikut dalam Perang Mu’tah.
Dalam pertempuran yang tidak seimbang itu, Jafar menjadi salah satu komandan utama pasukan Muslim. Meski jumlah musuh jauh lebih besar, semangat juangnya tak tergoyahkan. Saat tangan kanannya terputus, ia terus membawa bendera dengan tangan kiri.
Ketika tangan kirinya pun tertebas, ia memeluk bendera dengan kedua lengan. Ia bertahan hingga akhir dan akhirnya gugur sebagai syahid dengan tubuh penuh luka. Nabi kemudian berkata bahwa Allah mengganti tangannya dengan dua sayap di surga.
Itulah sebabnya Jafar dikenal dengan gelar Ath-Thayyar, “yang bersayap dan terbang di surga.” Syahidnya Jafar bukanlah akhir cerita, tapi awal dari kemuliaan yang kekal.
Ali dan Jafar: Dua Saudara, Satu Misi
Ali dan Jafar, meski berbeda peran, memiliki satu misi: menjaga cahaya Islam tetap menyala. Ali berjuang dari dalam Mekah hingga menjadi khalifah yang memimpin umat. Jafar berdiplomasi di negeri asing dan menutup kisahnya dengan syahid mulia.
Keduanya menunjukkan bahwa pemuda bisa menjadi agen perubahan besar dalam sejarah. Kita tak sedang berbicara tentang pahlawan khayalan, tapi tentang darah daging yang benar-benar hidup.
Mereka menghadapi tekanan, ancaman, bahkan kematian dengan hati yang lapang dan penuh iman. Dari keberanian Ali hingga ketenangan Jafar, umat Islam mewarisi keteladanan luar biasa.
Mereka bukan hanya tokoh masa lalu, tapi juga panutan masa kini. Dunia saat ini membutuhkan kembali semangat seperti mereka pemuda dengan iman kuat, akhlak luhur, dan tekad baja.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
