Berita Opinion
Beranda » Berita » Dihukum Pidana: Pemberi Kuasa Penagih Utang Yang dilakukan Dengan Pemaksaan

Dihukum Pidana: Pemberi Kuasa Penagih Utang Yang dilakukan Dengan Pemaksaan

Kesamaan Dokumen Penawaran Mengindikasikan Persekongkolan Tender

DIHUKUM PIDANA: ORANG YANG MEMBERI KUASA KEPADA PENAGIH UTANG UNTUK MENARIK OBJEK JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DISERAHKAN SECARA SUKARELA OLEH DEBITUR DAN PENARIKAN TERSEBUT DILAKUKAN DENGAN PEMAKSAAN.

Wahyu Perdamaian (Terdakwa) seorang karyawan swasta yang memberikan surat kuasa kepada dua orang yakni Resky Matatula dan Hermanus Matatula. Surat kuasa tersebut memberikan wewenang kepada keduanya untuk menarik kembali sebuah mobil Honda Brio, yang merupakan objek jaminan fidusia milik Partomuan Pardede, berdasarkan perjanjian pembiayaan dengan PT Mandiri Utama Finance (MUF). Mobil tersebut ditarik karena diduga adanya tunggakan pembayaran. Namun, penarikan kendaraan dilakukan secara paksa oleh Resky dan Hermanus, tanpa adanya persetujuan sukarela dari pihak yang menguasai mobil dan tanpa proses hukum yang sah. Dalam proses penarikan itu, terjadi pemaksaan dan ancaman terhadap pihak korban yang menimbulkan ketakutan serta tekanan psikologis.

Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Terdakwa dijatuhi hukuman 10 bulan penjara karena terbukti melakukan tindak pidana memaksa orang lain melakukan sesuatu dengan ancaman kekerasan secara bersama-sama yang diatur dalam Pasal 335 ayat 1 ke-1 KUHP. Putusan tersebut kemudian dikoreksi oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang mengurangi pidana menjadi 6 bulan penjara. Di tingkat kasasi, Mahkamah Agung menilai bahwa Judex Facti telah benar menerapkan hukum.

Meskipun Terdakwa tidak secara langsung melakukan penarikan secara paksa, Mahkamah menilai bahwa Terdakwa sebagai pemberi kuasa menyadari atau setidak-tidaknya dapat memperkirakan konsekuensi dari tindakan para pelaksana kuasa. Selain Itu, Terdakwa juga mengetahui bahwa penarikan objek jaminan Fidusia tidak boleh dilakukan secara paksa, melainkan harus adanya penyerahan oleh debitur secara sukarela. Meskipun antara PT MUF dan korban akhirnya terjadi perdamaian dan mobil tetap berada dalam penguasaan korban, proses pidana tetap berjalan karena unsur-unsur pidana sudah terpenuhi. Dengan demikian, Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi dari Penuntut Umum. → Putusan Mahkamah Agung Nomor 862 K/Pid/2023, tanggal 3 Agustus 2023. Sumber: https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/zaee9e21564d87fcb746313034373331.html. #SalamPancasila, (Fredrik J).

Bahaya Sinkretisme dan Pluralisme Agama

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement