SURAU.CO. Putusan Mahkamah Konstitusi terkait hasil Pilkada Kabupaten Barito Utara 2024 mendapat respon banyak pihak. Bawaslu menilai untuk menghapus politik uang dalam pemilihan umum perlu sinergitas antar pihak. Dalam praktiknya politik uang selalu berkaitan dengan budaya dan struktur lokal. Untuk itu pencegahan dan pembenahan harus dilakukan secara holistik, bukan hanya dibebankan kepada Bawaslu.
Hal tersebut dikemukakan Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Puadi. Menurutnya butuh sinergi dengan pemangku kepentingan mutlak. “Perlu ada kesadaran bahwa praktik politik uang tidak hanya persoalan hukum saja. Akan tetapi juga budaya dan struktur politik lokal. Oleh sebab itu, sinergi dengan pemangku kepentingan lain mutlak dibutuhkan,” kata Puadi, Kamis. Dia menyampaikan hal itu merespons Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 313/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang mendiskualifikasi seluruh peserta Pilkada Kabupaten Barito Utara 2024 karena terbukti melakukan politik uang.
Menurutnya putusan MK itu seharusnya juga menjadi refleksi bagi partai politik dalam merekrut calon kepala daerah. Selain itu juga mendisiplinkan kadernya dari praktik transaksional yang mencederai integritas pemilu. “Pencegahan dan pembenahan harus dengan cara holistik, bukan hanya kepada Bawaslu saja,” ucap Puadi.
Puadi mengatakan jajaran Bawaslu tingkat provinsi maupun kabupaten telah bekerja secara maksimal dalam mengawasi tahapan pilkada. Pihaknya juga telah menindaklanjuti dugaan Dugaan politik uang yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). “Apabila terdapat perbedaan dalam pendekatan penilaian terhadap unsur masif antara Bawaslu dan Mahkamah. Hal tersebut harus dimaknai sebagai ruang interpretasi hukum, bukan pembiaran, ya,” ujarnya.
Sekedar informasi MK dalam putusannya menyatakan pasangan nomor 1 Gogo Purman Jaga-Hendro Nakalelo dan pasangan nomor 2 Akhmad Gunadi dan Nadalsyah didiskualifikasi karena terbukti melakukan politik uang. MK menemukan adanya pembelian suara pemilih untuk memenangkan kedua pasangan calon. Dalam persidangan, Mahkamah justru mendapati fakta bahwa baik Gogo-Hendro maupun Akhmad-Sastra terbukti melakukan pembelian suara. Dalam sidang MK menemukan fakta adanya pembelian suara pemilih untuk memenangkan pasangan calon nomor urut 2 dengan nilai sampai dengan Rp16 juta per pemilih.
Putusan MK
Salah seorang saksi salah mengaku menerima total uang Rp64 juta untuk satu keluarga. Pembelian suara pemilih adalah untuk memenangkan pasangan calon nomor urut 1. Nilainya sampai dengan Rp6,5 juta untuk satu pemilih. Salah seorang saksi yang menerima uang sebanyak Rp19,5 untuk satu keluarga. Bahkan mengaku ada janji umrah apabila pasangan tersebut menang PSU. Oleh sebab itu, MK memutuskan mendiskualifikasi Gogo-Hendro dan Akhmad-Sastra. MK juga memerintahkan KPU kembali melakukan PSU untuk Pilkada Barito Utara dengan pasangan calon baru dalam waktu paling lama 90 hari sejak adanya putusan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 2000 mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa segala bentuk suap, termasuk politik uang hukumnya adalah haram. Dalam fatwa tertanggal 28 Juli 2000 itu MUI merinci bahwa politik uang termasuk dalam kategori risywah. Riswah adalah pemberian sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk mempengaruhi keputusan atau tindakannya. Berdasarkan dalil Al Quran dan Hadis risywah hukumnya haram.
Dalam fatwanya , MUI juga mengimbau kepada semua pihak untuk bersama-sama memerangi praktik suap dan politik uang. Hal ini bertujuan untuk terciptanya pemerintahan yang bersih dan berwibawa. MUI juga menghimbau semua lapisan masyarakat berkewajiban untuk memberantas dan tidak terlibat dalam praktik hal-hal tersebut. Oleh karena itu, umat Islam harus menghindari praktik politik uang. Baik pemberi maupun penerima uang politik sama-sama berdosa.
Dalam hadits, Nabi Muhammad bersabda bahwa Allah telah melaknat penyuap dan penerima suap. Laknat adalah kutukan dari Allah swt, yang berarti pelakunya akan mendapatkan siksa dan murka dari Allah swt. “Dari Abdullah bin Amr, ia berkata bahwa Rasulullah saw melaknat orang yang melakukan penyuapan dan yang menerima suap.” [HR Tirmidzi dan Abu Dawud] Lebih jauh, dalam hadits tersebut, Rasulullah saw tidak hanya melaknat penyuap dan penerima suap, tetapi juga melaknat orang yang menjadi perantara antara keduanya.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
