Anggota DPR Muhammad Kadafi Terlibat Kasus Ijazah Ilegal dan Penyalahgunaan Jabatan
Anggota DPR RI, Muhammad Kadafi, sedang menjadi sorotan setelah dilaporkan ke Bareskrim Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 19 Maret 2025. Pelaporan dilakukan oleh Yayasan Alih Teknologi Bandar Lampung (YATBL).
Lembaga yang menaungi Universitas Malahayati, Bandar Lampung. Dalam laporan itu, Kadafi diduga melakukan sejumlah pelanggaran berat. Ia dituduh menyalahgunakan jabatan, menggelar wisuda illegal.
Memberikan ijazah tanpa hak, hingga memanipulasi sistem keuangan kampus. Laporan tersebut tercatat dengan nomor LP/B/146/III/2025/SPKT/BARESKRIM POLRI. YATBL mengklaim bahwa Kadafi secara sepihak menggantikan posisi rektor yang saat itu masih dijabat secara sah oleh Dr. Achmad Farich.
Tindakan ini diduga melanggar statuta kampus dan anggaran dasar yayasan. Jika benar, tindakan tersebut bisa merusak legalitas seluruh kebijakan kampus selama ia menjabat sebagai rektor.
Dugaan Ijazah Palsu dan Wisuda Tanpa Legalitas
Salah satu poin krusial dari laporan adalah dugaan pemberian ijazah ilegal kepada mahasiswa. Pada November dan Desember 2024, Kadafi disebut telah menandatangani ijazah lulusan Fakultas Kedokteran.
Padahal, menurut YATBL, ia tak memiliki kewenangan hukum sebagai rektor saat itu. Ia juga memimpin acara wisuda pada Februari 2025 yang disebut tak sah secara akademik maupun hukum.
Tindakan tersebut menimbulkan kekhawatiran tentang keabsahan ijazah yang telah diterima para lulusan. Bila benar dilakukan tanpa kewenangan resmi, maka lulusan-lulusan tersebut bisa dirugikan secara administratif maupun profesional.
Publik pun mempertanyakan: bagaimana mungkin seorang anggota DPR bisa memimpin institusi pendidikan tanpa landasan hukum yang jelas?
Sistem Pembayaran Kampus Diubah Secara Sepihak
Tak hanya soal ijazah, laporan juga menyebut adanya dugaan manipulasi sistem keuangan kampus. Pada Januari 2025, Kadafi diduga mengubah sistem pembayaran uang kuliah dari virtual account menjadi sistem tunai manual.
Perubahan ini dilakukan tanpa persetujuan yayasan dan dinilai membuka peluang terjadinya penggelapan dana. Transaksi tunai dinilai lebih rawan penyalahgunaan, apalagi jika tak diaudit secara transparan.
Kebijakan sepihak ini juga memperlihatkan adanya kontrol yang tidak sehat dalam pengelolaan kampus. Padahal, sistem keuangan institusi pendidikan harus dikelola dengan standar akuntabilitas tinggi.
Tindakan seperti ini, bila benar terjadi, dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap kredibilitas institusi.
Status Kadafi Sebagai Rektor Masih Dipertanyakan
Pihak YATBL menyatakan bahwa pengangkatan Kadafi sebagai rektor tidak sah karena dilakukan secara sepihak. Mereka menegaskan bahwa Farich masih aktif menjabat saat penggantian dilakukan.
Dokumen yang digunakan untuk mendukung pengangkatan Kadafi disebut tidak sesuai prosedur, meski telah ada akta yang diklaim disahkan Kemenkumham. Permasalahan legalitas pengangkatan ini menjadi dasar dari semua kebijakan yang kini dipermasalahkan.
Jika statusnya sebagai rektor dianggap cacat hukum, maka segala keputusan yang ia ambil termasuk soal ijazah dan keuangan bisa dianggap tidak berlaku. Ini bisa berdampak luas pada ribuan mahasiswa, alumni, dan kredibilitas kampus.
Klarifikasi dari Pihak Kadafi
Menanggapi laporan tersebut, pihak Kadafi menyatakan bahwa pengangkatannya sebagai rektor dilakukan secara sah. Mereka menyebut semua dokumen pendukung telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Mereka juga membantah adanya penyalahgunaan kewenangan, serta menyatakan siap menghadapi proses hukum yang berjalan. Namun publik menilai klarifikasi tersebut belum cukup menjawab seluruh persoalan.
Proses hukum harus tetap berjalan untuk memastikan ada atau tidaknya pelanggaran hukum dan etika. Jika tidak ditangani secara transparan, kasus ini bisa menjadi preseden buruk dalam tata kelola pendidikan dan politik nasional.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
