Oleh: Masykurudin Hafidz, Peneliti Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), Jakarta
SURAU.CO – Kelahiran Nabi Muhammad berawal dari kondisi masyarakat yang mengalami krisis. Dengan perjuangan tak kenal henti, beliau menegakkan keadilan, mewujudkan kesetaraan, dan menebarkan kedamaian. Di sinilah letak relevansi Maulid Nabi: sebuah momentum untuk meneladani perjuangan beliau dalam membangun peradaban.
Keadaan masyarakat Arabia saat kelahiran Nabi Muhammad kita kenal sebagai era kegelapan (jahiliyyah). Kemacetan kehidupan politik dan keruntuhan wibawa hukum terjadi sedemikian rupa. Oleh karenanya, Muhammad tampil sebagai pihak yang berusaha menyelesaikan masalah. Salah satu contohnya adalah saat peristiwa peletakan Hajar Aswad. Sebagai orang yang berwenang meletakkannya sendirian, beliau justru mengajak para petinggi Arab agar bersama-sama mengangkatnya. Prinsip kebersamaan dan kesetaraan telah beliau bangun dalam kerja konkret seperti ini.
Empat Sifat Mulia sebagai Kunci Sukses Kepemimpinan Nabi
Kenapa Nabi Muhammad sedemikian sukses dalam membangun tata sosial Arab? Kuncinya terletak pada empat sifat mulia yang melekat dalam setiap tindakannya. Inilah inti dari relevansi Maulid Nabi bagi para pemimpin saat ini.
Pertama, selalu berlaku jujur (shiddiq).
Apa yang beliau katakan selalu berbanding lurus dengan apa yang beliau lakukan. Bicaranya seirama dengan tindakannya. Kejujuran ini menempatkan beliau sebagai pelindung rakyatnya. Beliau tak gentar menjatuhkan hukuman bagi mereka yang bersalah, termasuk anggota keluarganya sekalipun.
Kedua, sanggup menerima kepercayaan (amanah).
Tugas yang beliau emban selalu dikerjakan dengan penuh tanggung jawab. Walau menjadi pemimpin tertinggi, beliau tetap melanjutkan cara hidup bersahaja. Nabi Muhammad dengan tegas membedakan mana milik pribadi dan mana milik negara.
Ketiga, berpikir cerdas (fathanah).
Apa yang beliau katakan selalu didasari argumen yang rasional. Pada saat masyarakat berkecamuk, Nabi Muhammad mampu mempersatukan lima kabilah yang saling bertentangan. Bahkan, beliau menjadi pencetus Konstitusi Madinah, di mana kekuasaan tidak lagi ditentukan oleh kekuatan, tetapi oleh hukum.
Keempat, ajakan kepada kebaikan (tabligh).
Segala sesuatu beliau sampaikan secara transparan dan tak ada yang ditutup-tutupi. Semangat misionaristik Nabi Muhammad dilandasi oleh iktikad luhur sebagai jalan keselamatan. Namun, semangat ini selalu beliau imbangi dengan sikap toleransi kepada orang lain untuk menentukan jalan hidupnya sendiri.
Pesan Maulid untuk Para Pemimpin
Di samping itu, Nabi Muhammad juga menjadi juru damai bagi antarumat beragama. Toleransi telah menjadi kesadaran untuk mampu mengakui hak setiap orang dan menghormati keyakinan yang berbeda. Sebagaimana diungkap oleh Milad Hanna (2005), bersikap toleran tidak hanya sekadar bertenggang rasa, tetapi juga menerima dan menyongsong yang lain (qabulu al-akhar).
Sebagai panutan, di tengah kondisi bangsa kita yang sedang berbenah diri ini, Nabi Muhammad memberikan ajaran moral yang sangat baik. Perbaikan sistem sosial dan moral bangsa harus kita awali dengan perbaikan moral pribadi masing-masing. Para pemimpin negeri ini, baik formal maupun informal, adalah pihak yang berada di garis terdepan dalam rangka menerjemahkan keempat sifat mulia Nabi Muhammad di atas.
Kiranya para pemimpin negeri ini mengambil pelajaran dari sifat-sifat kepemimpinan Nabi Muhammad. Pesan Maulid kali ini adalah bahwa perbaikan ke arah yang lebih baik sudah tidak bisa kita tunda-tunda lagi. Wahai para pemimpin Indonesia, dengan mengacu kepada sifat-sifat mulia Nabi Muhammad, mari berubah
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
