Surau.co – Umayyah bin Khalaf, ayah Shafwan adalah seorang pemimpin suku Jumah, salah satu klan besar dari suku Quraisy. Orang kaya yang punya aset di beberapa tempat, di antaranya Thaif. Umayyah bin Khalaf, juga punya puluhan budak. Di antaranya, Bilal bin Rabah yang pernah disiksa hingga dimerdekakan oleh Abu Bakar ash-Shiddiq. Umayyah bin Khalaf merupakan seorang tokoh kafir Quraisy yang dikenal kejam karena senantiasa menyiksa orang-orang yang masuk Islam dan juga senantiasa berusaha berencana membunuh Rasulullah SAW.
Ayahnya sangat memusuhi Islam. Namun Shafwan sendiri tidak terusik dengan kehadiran Islam dan Rasulullah SAW. Dirinya bahkan tidak ikut pasukan Quraisy memerangi kaum muslimin dalam Perang Badar dan berkilah bahwa, “Muhammad tidaklah mengganggu pikiranku.” Hingga suatu ketika, saat dirinya sedang duduk di atas bukit untuk mengawasi peperangan yang terjadi antara kaum Quraisy dan kaum muslimin. Ia melihat ayahnya dan kakaknya terbunuh dalam pertempuran tersebut. Maka kebenciannya terhadap Islam dan Rasulullah SAW kian membara.
Kebenciannya Kepada Rasulullah SAW
Kematian Umayyah oleh kaum muslim di perang Badar membuat anaknya, Shafwan bin Umayyah begitu dendam pada Rasulullah SAW yang dianggapnya bertanggung jawab atas kematian bapaknya tersebut. Ia menghasut Umair bin Wahb untuk membunuh Rasulullah SAW. Kesulitan ekonomi keluarga dan hutang-hutangnya akan ditanggungnya jika ia mau membalaskan dendamnya, dan Umair pun bersedia. Dibuatlah kesepakatan di tempat tersembunyi di dekat batu besar. Tetapi Allah SWT mengabarkan kesepakatan tersebut kepada Rasulullah SAW lewat malaikat Jibril. Umair pun sempat berhadap-hadapan dengan Rasulullah SAW, namun ia justru membiarkan Rasulullah SAW hidup dan memilih untuk masuk Islam. Keadaan tersebut makin membuat Shafwan bin Umayyah membenci Rasulullah SAW.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ketika Rasulullah SAW diusir dari Mekkah, beliau bersabda,
عن ابن عبّاس قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لمّا أُخرِج من مكة: إنّي لاءُخرَجُ منكِ وانّي لأعلم أنّكِ أحبّ بلاد الله اليه ولولا أنّ اهلك أخرجوني منكِ ماخرجتُ منكِ (مسند الحارث – ززوائد الهيشميي – ج 1/ص 460)
“Sungguh aku diusir darimu (Mekkah). Sungguh aku tahu bahwa engkau adalah negeri yang paling dicintai dan dimuliakan oleh Allah. Andai pendudukmu tidak mengusirku darimu, maka aku takkan meninggalkanmu.” –Musnad al Haris, oleh al Hafidz al Haitsami 1/460
Setelah perjanjian Hudaibiyah berlangsung, sahabat dekat Shafwan, yaitu Khalid bin Walid pernah mengajaknya ke Madinah menghadap Rasulullah SAW untuk memeluk Islam. Tetapi dendam di hatinya lebih unggul, sehingga Shafwan menolak dengan keras ajakan Khalid ini, bahkan ia berkata, “Jika tiada siapapun lagi yang tersisa kecuali aku, pasti aku tidak akan mengikutinya selama-lamanya.”
Ketakutan Shafwan Hingga Ingin Meninggalkan Mekkah
Kemudian, saat peristiwa Fathu Makkah, pembebasan kota Mekkah dimana Rasulullah SAW dan kaum muslimin memperoleh kemenangan dalam menyebarkan agama Islam, justru banyak kaum musyrikin lari meninggalkan kampung halamannya, yakni Mekkah termasuk Shafwan bin Umayyah. Shafwan lari meniggalkan Mekkah karena dirinya takut akan dibunuh oleh kaum muslimin karena selama ini dirinya sangat membenci bahkan sering menyakiti kaum muslimin. Tapi, istrinya yang bernama Najiyah binti Walid bin Mughirah memilih tinggal di Mekkah dan masuk Islam.
Umair bin Wahab, yang merupakan sepupu Shafwan bin Umayyah dan seorang sahabat lamanya datang menghadap Rasulullah SAW untuk memintakan jaminan keamanan kepada Shafwan agar ia mau kembali ke Mekkah,
“Wahai Rasulullah, Shafwan bin Umayyah, pemimpin kaumnya pergi karena takut kepadamu. Ia meninggalkan Mekkah menuju pantai untuk berlayar ke Yaman. Apakah engkau menjamin keselamatannya?” tanya Umair
“Ia aman.” jawab Rasulullah SAW dengan serta merta
“Wahai Rasulullah, jika demikian berilah aku tanda agar Shafwan tahu bahwa engkau menjamin keselamatannya.” pinta Umair bin Wahab
Maka Rasulullah SAW pun memberikan sorbannya kepada Umair, agar diberikan kepada Shafwan bin Umayyah sebagai tanda jaminan atas keamannya
Umair bin Wahab pun segera bertolak menuju Jeddah menyusul Shafwan yang sedang menunggu kapal yang akan membawanya ke Yaman. Sesampainya di Jeddah, Umair mendapati Shafwan hendak menaiki kapal, maka Umair pun memanggilnya.
“Wahai Shafwan, aku jadikan ayah dan ibuku sebagai tebusan! Demi Allah, kembalilah dan jangan hancurkan kehidupanmu! Ini adalah sorban tanda jaminan keamanan untukmu dari Rasulullah, dengannya aku datang kepadamu.” Umair menyodorkan sorban milik Rasulullah SAW ke arah Shafwan
“Celakalah engkau! Menjauhlah dan jangan bicara kepadaku lagi.” Sanggah Shafwan
“Wahai Shafwan, sebaik-baik manusia, selembut-lembut manusia, sekasih-kasih manusia adalah anak pamanmu, Muhammad. Kekuatannya adalah kekuatanmu, kehormatannya adalah kehormatanmu, dan kekuasaannya adalah kekuasaanmu.” desak Umair
“Biarkan aku menempuh jalanku. Aku tidak akan kembali selamanya.” Shafwan bertahan dengan keinginannya untuk meniggalkan Mekkah
“Kembalilah bersamaku ke Mekkah, negerimu dan negeri nenek moyangmu. Engkau adalah putra Mekkah, orang terhormat dalam keluargamu serta pemimpin kaummu.” bujuk Umair bin Wahab
“Shafwan pun berkata lirih, “Aku takut kepadany (Muhammad).”
“Ia seutama-utama manusia, dan oranng yang sangat menyayangi sesamanya.” sahut Umair bin Wahab berusaha meyakinkan. Hingga akhirnya Shafwan pun turun daru kapal dan kemnali ke Mekkah bersama Umair.
Mengenal Sosok Sejati Rasulullah SAW
Ketika telah sampai di hadapan Rasulullah SAW, Shafwan berkata dari atas tunggangannya, “Wahai Muhammad, Umair datang kepadaku membawa sorbanmu. Ia mengatakan bahwa engkau menjamin kemananku hingga berani mengajakku untuk datang kepadamu. Jika engkau rela, maka aku akan tinggal. Jika tidak, maka berilah aku tangguh berpikir selama dua bulan dan aku akan pergi.”
Rasulullah SAW pun menjawab, “Umair benar. Turunlah wahai Abu Umayyah!”
Tidak, aku tidak akan turun sebelum engkau menentukan tenggat waktu untukku.” jawab Shafwan
“Baiklah, untukmu waktu empat bulan.” Jawab Rasulullah SAW
Dalam keadaan masih belum memeluk Islam, Rasulullah SAW mengajak Shafwan bin Umayyah untuk ikut bergabung dalam beberapa ekspedisi, di antaranya ikut serta dalam perang Khawazin dan Hunain, serta Pengepungan Thaif. Untuk keperluan peperangan tersbeut, Rasulullah SAW bahkan meminjam seratus baju besi dan perlengkapan perang kepada Shafwan.
Selesai peperangan-peperangan tersebut, yang semua dimenangkan oleh kaum muslimin, Rasulullah SAW mengajak Shafwan ke sebuah perbukitan yang penuh dengan unta hasil dari rampasan perang (ghanimah). Shafwan sampai keheranan melihat pemandangan di hadapannya tersebut
“Apakah engkau merasa heran wahai Shafwan?” tanya Rasulullah SAW
“Ya.” jawab Shafwan
“Semua itu adalah milikmu.” imbuh Rasulullah SAW “yakni sebagai ganti kerusakan atas pinjaman baju besi dan perlengkapan perang yang sudah dipakai kaum muslimin
Ketika itu, berkatalah Shafwan, “Tidak ada seorang pun yang memiliki kepribadian sebaik ini, kecuali dia adalah seorang nabi. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”
Shafwan menyatakan keislamannya dan memilih untuk tetap tinggal di Mekkah hingga akhir hidupnya. Ia wafat pada tahun 661 M. Ia tidak pernah meminggalkan Mekkah baik untuk ekspedisi pertempuran maupun mengikuti perpindahan ibukota kaum muslimin.
Baca juga: Sawad bin Ghaziyah Sahabat yang Meminta Qishash kepada Rasulullah SAW