Surau.co – Abu Salamah merupakan sahabat awalin dari kalangan terpandang Mekkah. Ia adalah sahabat yang sangat mukhlis dan banyak pengabdiannya untuk Islam.
Nama aslinya, Abdullah bin Abdul Asad sedangkan Abu Salamah merupakan nama panggilannya. Beliau berasal dari Banu Makhzum. Ayah beliau bernama Abdul Asad dan ibunda beliau Barah binti Abdul Muthallib.
Abu Salamah bin Abdul Asad merupakan saudara sepupu Rasulullah SAW. Abu Salamah juga merupakan saudara sepersusuan Rasulullah SAW dan Hamzah. Ia disusui oleh hamba sahaya Abu Lahab yang bernama Tsuwaibah.
Abu Salamah termasuk Sahabat Rasulullah SAW yang awal masuk Islam. Setelah sepuluh orang pertama baiat, selanjutnya adalah Abu Salamah.
Dalam satu riwayat dikatakan bahwa Abu Ubaidah bin Harits, Abu Salamah bin Abdul Asad, Arqam bin Abul Arqam dan Usman bin Mazh’un datang ke hadapan Rasulullah SAW. Rasulullah SAW menyeru mereka kepada Islam dan membacakan Al-Quran, yang karenanya mereka baiat dan memberikan kesaksian bahwa Rasulullah SAW berada di atas petunjuk dan kebenaran.
Ketika penderitaan umat Islam masa awal di Mekkah sudah sampai pada puncaknya dan kaum kufar Quraisy semakin menjadi-jadi dalam penganiayaan, Rasulullah SAW menyeru para sahabat untuk hijrah ke Habsyah.
Rasulullah SAW bersabda: “Jika kalian keluar untuk hijrah ke Habsyah, niscaya kalian temui di sana seorang Raja adil dan menyukai keadilan. Dalam pemerintahannya tidak ada kezaliman kepada siapapun.”
Negeri Habasyah (Abbesinia atau Etiophia) letaknya berada di sebelah timur laut benua Afrika. Terletak tepat berhadapan dengan Arabia bagian selatan. Di tengah-tengah keduanya selain Laut Merah, tidak ada lagi.
Pada masa itu di Habsyah berdiri sebuah pemerintahan Kristen yang kuat dan rajanya disebut dengan gelar Najasyi (Negus), bahkan sampai saat ini penguasanya disebut dengan nama tersebut.
Hijrah ke Habasyah
Habasyah dan Arabia memiliki hubungan dagang. Ibukotanya, Aksum yang saat ini letaknya berdekatan dengan kota Adowa dan sampai saat ini didiami dan dianggap sebagai kota suci. Aksum pada saat itu merupakan pusat satu pemerintahan yang sangat tangguh. Najasyi yang memimpin saat itu bernama Ashamah yang merupakan seorang raja yang adil, bijak dan amat berkuasa.
Mendengar sabda Rasulullah SAW tersebut pada bulan Rajab 5 Nabawi (sekitar 615 Masehi) 11 pria dan 4 perempuan berangkat hijrah ke negeri itu.
Diantara mereka sahabat yang terkenal adalah Utsman bin Affan beserta istrinya Ruqayyah putri Rasulullah SAW, Abdur Rahman bin Auf, Zubair bin Al Awam, Abu Huzaifah bin Utbah, Utsman bin Maz’un dan Mush’ab bin Umair.
Termasuk juga Abu Salamah bin Abdul Asad beserta istrinya, Ummu Salamah memenuhi seruan Rasulullah SAW untuk hijrah ke Habasyah.
Ketika kaum kufar Quraisy mengetahui kabar hijrah tersebut, mereka sangat marah, mereka berupaya untuk mengejar dan membawa kembali para muhajirin itu, namun mereka tidak berhasil. Akhirnya mereka kembali pulang dengan tangan kosong.
Sesampainya di Habsyah, para muhajirin dapat hidup dengan sangat damai dan bersyukur atas terlepasnya mereka dari tangan Quraisy.
Kemudian setelah beberapa lama Abu Salamah dan istrinya kembali ke Makkah. Saat perintah hijrah ke Madinah yang kedua turun, Abu Salamah pun segera berangkat memenuhi seruan Rasulullah SAW. Mereka berangkat menaiki unta. Anak satu-satunya yang masih kecil, Salamah dalam gendongan ibunya di dalam sekedup. Tetapi kaum kerabat Ummu Salamah, Bani Mughirah, tidak rela jika salah satu anggota kaumnya pergike Madinah, karena itu beberapa orang mengejar Abu Salamah dan merebut kendali unta yang membawa istri dan anaknya, mereka berkata, “Ini jiwamu, engkau memenangkannya atas kami. Tidakkah engkau tahu, atas dasar apa kami membiarkanmu berjalan dengannya di negeri ini?”
Abu Salamah pun tidak bisa berbuat apa-apa. Tetapi tidak cukup sampai di situ, kerabat Abu Salamah dari Bani Abdul Asad ternyata tidak rela kalau Salamah sebagai bagian dari kaumnya berada di Bani Mughirah, karena itu mereka merebutnya dari Ummu Salamah. Setelah berhasil, ternyata mereka tidak membiarkan Salamah untuk ikut ayahnya hijrah ke Madinah.
Walau kecintaannya begitu besar terhadap istri dan anaknya, perintah Allah SWT dan Rasul-Nya di atas segalanya. Abu Salamah tetap meneruskan hijrah ke Madinah tanpa orang-orang yang dicintainya. Setelah sekitar satu tahun berpisah, barulah Ummu Salamah dibiarkan kaumnya menyusul suaminya ke Madinah. Salamahpun diberikan bani Abdul Asad pada Ummu Salamah untuk dibawa ke Madinah.
Gugur Oleh Luka Peperangan
Abu Salamah ikut terjun dalam perang Badar dan Uhud. Pada perang Uhud, ia mengalami luka parah, yang berakibat ia menderita berkepanjangan. Ketika lukanya belum sembuh sepenuhnya, Rasulullah SAW menunjuk dirinya untuk memimpin pasukan kecil berkekuatan 150 orang sahabat, untuk menyerang Bani Asad bin Khuzaimah. Bani Asad menghimpun kekuatan secara rahasia untuk menyerang Madinah, yang dikoordinasikan oleh dua orang bersaudara, Thalhah dan Salamah bin Khuwailid.
Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram tahun ke-4 Hijriyah. Rasulullah SAW yang saat itu berada di Madinah mendapatkan informasi bahwa pemimpin kabilah Asad, Talhah bin Khuwailid dan saudaranya Salamah bin Khuwailid tengah mempersiapkan orang-orang di daerahnya untuk menyerang umat Islam di Madinah.
Mengetahui adanya ancaman berbahaya seperti itu Rasulullah saw segera menyiapkan 150 pasukan terpilih dan menetapkan Abu Salamah bin Abdul Asad sebagai komandan untuk memimpinnya.
Rasulullah SAW memberikan instruksi kepada Abu Salamah dan anak buahnya untuk melakukan serangan secara tiba-tiba. Sebelum Bani Asad melampiaskan kebencian ini, kekuatan mereka harus dihancurkan.
Tugas dari Rasulullah SAW dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh Abu Salamah. Dengan cepat dan diam-diam, Abu Salamah dan pasukannya bergerak. Ketika sampai di daerah pertengahan Arab, Qatan, pasukan musuh melihat pasukan Muslim yang datang tiba-tiba membuat mereka terkejut dan ketakutan, Bani Asad pun lari berhamburan. Setelah keadaan aman dan musuh pun tidak tampak, Abu Salamah dan pasukannya kembali ke Madinah.
Disebabkan perjalanan yang berat dalam misi tersebut, luka yang Abu Salamah dapatkan saat perang Uhud yang tampaknya sudah hampir sembuh, kembali memburuk. Meskipun diobati, kondisinya semakin parah. Disebabkan keadaan itu, sahabat mukhlis, awwalin dan merupakan saudara sepesusuan Rasulullah SAW tersebut wafat.
Beliau gugur dan syahid saat bertugas dalam rangka melaksankan perintah Rasulullah SAW, berjuang di jalan Allah SWT.
Jenazahnya lalu dimandikan dengan air dari sumur Al-Yasirah yang berada di daerah Aliyah (tinggi) dan dimiliki oleh Bani Umayyah Bin Zaid. Pada masa jahiliyah, sumur itu bernama Al-Abir lalu diganti oleh Rasulullah SAW menjadi Al-Yasirah. Jenazah Abu Salamah kemudian dikuburkan di Madinah.
Rasulullah SAW sendiri memejamkan mata Abu Salamah yang terbuka, lalu Rasulullah SAW memanjatkan doa,
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لأَبِي سَلَمَةَ وَارْفَعْ دَرَجَتَهُ فِي الْمَهْدِيِّينَ وَاخْلُفْهُ فِي عَقِبِهِ فِي الْغَابِرِينَ وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ وَافْسَحْ لَهُ فِي قَبْرِهِ . وَنَوِّرْ لَهُ فِيهِ
“Ya Allah, ampunilah Abu Salamah, angkatlah derajatnya ke dalam golongan hamba-hamba Engkau yang mendapat petunjuk kebenaran, berilah pengganti untuk keluarga yang ditinggalkannya dan ampunilah kami dan dia (wahai) Tuhan semesta alam. Ya Allah, luaskan dan terangilah alam kuburnya dengan nur.”
Dalam satu riwayat, ketika kewafatan Abu Salamah sudah dekat, Abu Salamah pernah berdoa, اللهم اجعل لأهلي خير خلف ”Ya Tuhan! Jadikanlah seorang pribadi terbaik sebagai pengganti hamba dalam keluarga hamba [suami yang lebih baik untuk istri yang ditinggalkannya karena ia akan wafat].”
Doa tersebut dikabulkan oleh Allah SWT, Ummu Salamah kemudian dinikahi oleh Rasulullah SAW.
Setelah masa iddah Ummu Salamah selesai, Abu Bakar dan Umar bin Khattab meminangnya, namun ia menolak keduanya. Kemudian Rasulullah SAW meminangnya. Setelah beliau selesai berbicara, Ummu Salamah berkata, “Wahai Rasulullah, siapa aku ini untuk tidak menerimamu. Tapi aku adalah seorang wanita yang sangat pencemburu. Aku khawatir Anda melihat pada diriku sesuatu yang menyebabkan aku diadzab oleh Allah. Dan aku adalah wanita yang sudah berusia dan memiliki anak-anak.”
Rasulullah SAW menjawab, “Yang Engkau sebut berupa kecemburuan, Allah akan menghilangkan hal itu darimu. Tentang umurmu, aku pun telah berumur sebagaimana engkau. Dan tentang anak-anakmu, anak-anakmu juga anak-anakku.”
Ummu Salamah pun menerima lamaran Rasulullah SAW. Mereka menikah pada tahun 4 H dengan walinya, Umar putra Ummu Salamah.