Beranda » Berita » Muadz bin Jabal al-Anshari, Kisah Zuhud dan berwawasan Luas

Muadz bin Jabal al-Anshari, Kisah Zuhud dan berwawasan Luas

Muadz bin Jabal al-Anshari, Kisah Zuhud dan berwawasan Luas - Surau.co
Ilustrasi: Twitter
Table of Contents+

    Surau.co – Muadz bin Jabal al-Anshari merupakan sahabat Rasulullah SAW yang terkemuka. Nama lengkapnya adalah Muadz bin Jabal bin Amr bin Aus. Ia berasal dari kabilah Aus, sedangkan kabilah tersebut merupakan salah satu kabilah besar yang terpandang di kota Madinah. Adapun ayahnya adalah Abu Abdurrahman.

    Mu’adz memeluk Islam di usia masih sangat belia, yakni 18 tahun. Di antara peristiwa bersejarah yang melibatkan namanya adalah peristiwa Baiat Aqabah II. Muadz bersama 70 orang Yatsrib lainnya berjanji akan menyediakan tempat baru di negeri mereka, kalau Rasulullah SAW dan para sahabat benar-benar akan berhijrah. Ia turut serta pula dalam Perang Badar dan seluruh perang yang diikuti Rasulullah SAW.

    Mu’adz bin Jabal merupakan pemuda yang memiliki kedudukan besar di hati Rasulullah SAW. Di antara hal yang menunjukkan hal itu adalah Rasulullah SAW pernah memboncengnya dan pernah memegang tangannya sambil berkata,

    يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ

    “Wahai Mu’adz, demi Allah, sesungguhnya aku mencintaimu, sungguh aku mencintaimu.” (HR. Abu Daud no. 1522 dan An Nasai no. 1304. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

    Moderasi Beragama ala Prof. Dr. Mohammad Nuh: Menyatukan Iman, Ilmu, dan Aksi Nyata untuk Bangsa

    Walaupun usia Muadz masih sangat muda, ia memiliki wawasan keislaman yang luas. Buktinya, Rasulullah SAW mengutusnya berdakwah ke Yaman setelah Perang Tabuk. Beliau antar Muadz ke ujung jalan sambil berjalan kaki, sementara Muadz berada di tunggangan.

    Sejak Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, Muadz intens berguru pada Rasulullah SAW. Ia belajar Alquran dan ilmu-ilmu syariat langsung dari sumbernya. Hingga ia menjadi seorang yang paling fasih bacaan Alqurannya di antara para sahabat. Dan termasuk yang paling berilmu tentang hukum-hukum agama. Muadz merupakan salah satu dari enam penghafal Alquran terbaik di zaman Rasulullah SAW.

    Muadz bin Jabal berkata, “Suatu hari, Rasulullah menggamit tanganku. Beliau bersabda,

    يا معاذ، والله إني لأحبك

    “Hai Muadz, demi Allah sungguh aku benar-benar mencintaimu.”

    Fenomena Artis Hijrah: Tren Sesaat atau Kebangkitan Spiritual yang Mendalam?

    Aku menjawab,

    بأبي أنت وأمي، والله إني لأحبك

    “Ibu dan ayahku menjadi tebusan, demi Allah sungguh aku juga benar-benar mencintaimu.”

    Beliau bersabda,

    يا معاذ، إني أوصيك، لا تدعَنَّ أن تقول دبر كل صلاة: اللهم أعنِّي على ذكرك وشكرك وحسن عبادتك

    Menikmati Kunjungan Virtual Masjid Nabawi dan Masjidil Haram di Pameran Persahabatan Indonesia -Arab Saudi

    “Hai Muadz, aku ingin memberi wasiat padamu. Jangan sampai kau lewatkan untuk membaca di setiap usai shalat, ‘Allahumma A’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatika (Ya Allah, bantulah aku untuk mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu).” (Hadits Shahih riwayat Abu Dawud).

    Dari Ashim bin Humaid bahwa Muadz bin Jabal mengisahkan, “Tatkala Rasulullah mengutusku ke Yaman, Rasulullah keluar mengantar dan memberi wasiat. Muadz berada di atas tunggangannya. Sementara Rasulullah SAW berjalan mengiringinya. Saat hendak berpisah, beliau bersabda,

    يا معاذ، إنك عسى ألا تلقاني بعد عامي هذا، ولعلك تمر بمسجدي هذا وقبري

    ‘Hai Muadz, bisa jadi kau tak akan berjumpa lagi denganku selepas tahun ini. Engkau lewat di masjidku dan di sini kuburku.’

    Muadz pun menangis. Ia takut berpisah dengan Nabi. Kemudian Nabi berbalik ke arah Madinah. Beliau bersabda,

    إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِي الْمُتَّقُوْنَ ، مَنْ كَانُوْا وَحَيْثُ كَانُوْا

    “Sesungguhnya orang-orang yang paling utama disisiku adalah orang yang bertakwa, siapapun dan dimanapun mereka.” (HR. Ahmad).

    Malik ad-Dari mengisahkan bahwa Umar bin al-Khattab mengambil uang sebanyak 400 Dinar. Lalu ia masukkan dalam satu bungkusan. Umar berkata pada budak laki-lakinya, “Pergilah! Bawa ini untuk Abu Ubaidah bin al-Jarah. Singgahlah sebentar, lihat apa yang akan ia dilakukan.”

    Budak itu berangkat. Sesampainya di sana, ia berkata, “Amirul Mukminin berpesan padamu agar sebagian uang ini dimanfaatkan untuk kebutuhanmu.” Abu Ubaidah berkata, “Semoga Allah menyambung dan merahmatinya.” Kemudian ia memanggil budak perempuannya, “Kemarilah hai Jariyah (budak perempuan). Bawa 7 dari uang ini menuju si Fulan. Lima untuk si Fulan. Lima lagi untuk si Fulan. Sampai uang tersebut habis.”

    Budak laki-laki Umar pun kembali menuju tuannya. Ia mengabarkan apa yang ia lihat. Kemudian Umar juga menyiapkan sejumlah uang yang sama untuk Muadz bin Jabal. Ia berkata, “Bawa ini menuju Muadz bin Jabal. Singgahlah sebentar. Perhatikan apa yang ia lakukan.”

    Budak itu berangkat membawa uang tersebut. Sesampainya di tempat Muadz, ia berkata, “Amirul Mukminin berpesan padamu agar sebagian dari uang ini dipakai untuk memenuhi kebutuhanmu.” Muadz berkata, “Semoga Allah merahmati dan menyambungnya. Kemarilah Jariyah (budak perempuan). Bawa sejumlah uang ini menuju rumah Fulan. Pergilah ke rumah Fulan dengan uang sekadar ini.” Kemudian istrinya datang. Ia berkata, “Demi Allah, aku juga adalah orang yang membutuhkan. Berilah juga untukku.” Saat itu, tidak tersisa di kantong kecuali dua Dinar saja. Muadz menyerahkan dua Dinar itu untuk istrinya. Kemudian budak itu kembali menuju Umar. Ia kabarkan apa yang ia lihat. Umar berkomentar, “Mereka itu adalah saudara. Sebagian mereka bagian dari yang lain.” (Siyar A’lam an-Nubala, 1/456). Demikianlah zuhudnya Muadz terhadap dunia.

    Yahya bin Said mengatakan, “Muadz memiliki dua orang istri. Apabila ia berada di salah satu rumah istrinya, ia tidak akan minum air dari rumah yang lain.” (Hilyatul Aulia oleh Abu Nu’aim No: 823). Inilah bentuk kehati-hatian (wara’) Muadz. Ia tidak ingin zalim kepada salah seorang istrinya walaupun hanya mengecap air dari rumah yang bukan menjadi gilirannya.

    Yahya bin Said juga menuturkan bahwa Muadz bin Jabal memiliki dua orang istri. Pada saat hari giliran salah seorang istrinya, ia tidak berwudhu di rumah yang lain. Kemudian kedua istrinya wafat karena wabah di Syam. Orang-orang pun dalam keadaan sibuk. Ia makamkan keduanya di satu liang. Lalu ia undi, siapa yang dikedepankan diletakkan dalam kubur.” (Hilyatul Auliya).

    Ibnu Ka’ab bin Malik berkata, “Muadz bin Jabal adalah seorang pemuda yang tampan dan santun. Ia adalah salah satu pemuda terbaik di kaumnya. Tidaklah ia dipinta sesuatu pasti ia berikan.” (Hilyatul Auliya, No: 817).

    × Advertisement
    × Advertisement