Beranda » Berita » Ka’ab bin Zuhair, Penyair Quraisy yang Memuji Rasulullah SAW

Ka’ab bin Zuhair, Penyair Quraisy yang Memuji Rasulullah SAW

Table of Contents+

    Surau.co – Ka’ab bin Zuhair adalah putra dari Zuhair bin Abi Sulma, seorang penyair terkenal pada masa jahiliyah. Keluarga Ka’ab merupakan keturunan penyair, sehingga Ka’ab bin Zuhair dan saudaranya tumbuh menjadi seorang penyair pula. Mereka meneruskan bapaknya, Zuhair bin Abi Sulma.

    Ka’ab bin Zuhair adalah seorang penyair besar Arab angkatan kedua (mukhadram). Kepenyairannya menitis dari ayahnya, begitupula dengan adiknya, Bujair bin Zuhair yang juga seorang penyair kenamaan.

    Bujair bin Zuhair telah lebih dulu memeluk Islam. Ketika di Madinah, Ia menulis surat memberitahu Ka’ab bin Zuhair, bahwa Rasulullah SAW memburu dan membunuh para penyair Makkah yang pernah menghina dan menyakiti Rasulullah SAW, dan beberapa penyair Makkah telah berlari bersembunyi mencari tempat yang aman. Sedangkan Ka’ab bin Zuhair bersikukuh mempertahankan keyakinannya. Ka’ab bin Zuhair menyalahkan saudaranya karena keislamanannya, bahkan ia berani menghina Rasulullah SAW dalam syairnya.

    Saudaranya berpesan kepada Ka’ab bin Zuhair, “Kalau kamu masih menyayangi dirimu, maka datanglah kepada Rasulullah SAW karena beliau tidak membunuh orang yang datang bertaubat, jika tidak maka selamatkanlah dirimu.”

    Ka’ab bin Zuhair pun marah dan membalas surat adiknya itu dengan puisi yang memojokkan dan menghina Rasulullah SAW sebagai “al-Ma’mun” yang telah mencekoki Bujair bin Zuhair dengan minuman, sehingga ia mabuk meninggalkan agama leluhurnya.

    Puan Maharani Bicara Kekuatan Dunia Islam

    Rasulullah SAW mendengar dan tersinggung oleh puisi Ka’ab bin Zuhair. Meskipun Ka’ab bin Zuhair tidak menyebut Rasulullah SAW secara eksplisit, tapi “al-Ma’mun” dalam puisi itu jelas ditunjukkan kepada Rasulullah SAW.

    Bujair bin Zuhair langsung mengabari Ka’ab bahwa Rasulullah SAW marah besar dan mengancam akan membunuhnya. Sejak menerima ancaman itu, Ka’ab merasakan dunia begitu sempit. Setiap bertemu orang asing serasa akan membunuhnya. Ia mencoba mencari perlindungan kepada beberapa pemuka Kabilah, tapi tidak satu pun mau menjamin keselamatannya.

    Ka’ab bin Zuhair Bertaubat di Hadapan Rasulullah

    Akhirnya, ia pergi ke Madinah meminta perlindungan kepada kenalannya dari Bani Juhainah. Selepas subuh Kaab diantar sahabatnya itu menemui Rasulullah SAW di Masjid Nabawi. Di teras masjid, Rasulullah SAW sedang duduk melingkar bersama sahabat-sahabatnya. Ka’ab bin Zuhair langsung mendekati Rasulullah SAW. Ia duduk dengan meletakkan tangannya di atas tangan Rasulullah SAW. Sementara Rasulullah SAW belum mengetahui bahwa yang ada di depannya adalah Ka’ab bin Zuhair. Kemudian Ka’ab berkata,”Ya Rasulullah, Ka’ab bin Zuhair, dia telah datang sebagai seorang muslim yang bertaubat memohon perlindunganmu. Apakah anda berkenan menerimanya jika aku membawanya ke sini?”

    Rasulullah  SAW menjawab,”Tentu saja.”

    Pengawasan Jajaran Pengamananan Rutan Rengat Razia Insidentil Kamar Hunian

    Kemudian Ka’ab berkata, “Akulah Ka’ab bin Zuhair.”

    Lalu seorang laki-laki Anshor berkata,”Ya Rasulullah biarkan aku memenggal lehernya.” Rasulullah SAW menjawab,”Biarkan dia, dia datang bertaubat membuang masa lalunya.”

    Untuk mendinginkan suasana, Ka’ab bin Zuhair langsung mendeklamasikan kasidahnya di hadapan Rasulullah SAW dan sahabat-sahabatnya. Dengan jarinya, Rasulullah SAW memberi isyarat agar semua yang hadir ikut menyimak dan mendengar.

    Kasidah (puisi yang terdiri dari 6 baris lebih) “Banat Suad” memuat banyak tema. Pertama, kerinduan dan ratapan cinta penyair (ghazal). Ia meratapi kepergian kekasihnya, Suad, yang membuat hatinya remuk dan terbelenggu cintanya.

    Kepergiannya begitu cepat dan singkat. Ia melukiskan seperti lenguhan (suara) seekor rusa dan kerdipan indah kelopak matanya yang bercelak hitam. Ia sangat mengagumi tubuh langsing dan bokong indah kekasihnya. Juga gigi-giginya yang putih dan selalu basah.

    Musik Keroncong, Asal Usul Hingga ke UNESCO

    بانَت سُعادُ فَقَلبي اليَومَ مَتبولُ ** مُتَيَّمٌ إِثرَها لَم يُفدَ مَكبولُ

    Su’ad berpisah jauh sekali, maka hatiku hari ini sedih, sakit karena cinta. Lemah lunglai tak mampu lepas dari ketertawanan dan belenggu.

    وَما سُعادُ غَداةَ البَينِ إِذ رَحَلوا ** إِلّا أَغَنُّ غَضيضُ الطَرفِ مَكحولُ

    Dan Su’ad di pagi hari pergi, ketika mereka pergi hanyalah suara erang rusa dan kedipan mata.

    هَيفاءُ مُقبِلَةً عَجزاءُ مُدبِرَةً ** لا يُشتَكى قِصَرٌ مِنها وَلا طول

    Pinggangnya indah berpantat besar, tidaklah ada aib, entah dia pendek atau tinggi.

    تَجلو عَوارِضَ ذي ظَلمٍ إِذا اِبتَسَمَت ** كَأَنَّهُ مُنهَلٌ بِالراحِ مَعلولُ

    Gigi-gigi tersingkap bila tersenyum, seakan sedang terus menerus meminum arak.

    شُجَّت بِذي شَبَمٍ مِن ماءِ مَحنِيَةٍ ** صافٍ بِأَبطَحَ أَضحى وَهُوَ مَشمولُ

    Bercampur dengan air dingin bening mengalir banyak yang diambil waktu dhuha dihembus angin utara

    لا تَأَخُذَنّي بِأَقوالِ الوُشاةِ وَلَم ** أُذِنب وَلَو كَثُرَت عَنّي الأَقاويلُ

    Janganlah engkau menghukumku berdasar kata-kata para pengadu domba, padahal aku tidak bersalah, meski banyak di jadikan telah beredar banyak gosip.

    لَقَد أَقومُ مَقاماً لَو يَقومُ بِهِ ** أَرى وَأَسمَعُ ما لَو يَسمَعُ الفيلُ

    Aku telah menghadiri suatu majlis, yang kalaulah aku menghadirinya, aku akan melihat dan mendengar sesuatu yang kalaulah didengar oleh seekor gajah

    لَظَلَّ يُرعَدُ إِلّا أَن يَكونَ لَهُ ** مِنَ الرَسولِ بِإِذنِ اللَهِ تَنويلُ

    Dia akan terus merasa takut, kecuali baginya diberikan harapan dari Rasul dengan rido Allah

    Tidak hanya memaafkan Ka’ab, Rasulullah SAW bahkan membukakan burda (mantel)-nya dan diberikannya kepada Ka’ab. Kemudian, serangkum puisi indah dari Ka’ab tentang Rasulullah SAW pun diciptakan dan puisi-puisi ini hidup sampai sekarang dengan beberapa adaptasi.

    Rasul adalah pedang yang berkilau
    Yang ditempa di India
    Salah satu Pedang Allah yang terhunus

    ان الرسول لسيف يستضاء به # مهند من سيوف الله مسلول

    Satu dari lima puluh empat bait syair “Banat Suad” yang diucapkan Kaab bin Zuhair di hadapan Rasulullah SAW. Di bait inilah Rasulullah SAW melepas burdahnya (selimut) dan melemparkannya utk Ka’ab bin Zuhair.

    Antara lain melalui Bushiri dan penyair Ahmad Syauqi (1868-1932) asal Mesir yang menjadikan tema puisi tersebut dalam komposisi musik Mesir kontemporer.

    × Advertisement
    × Advertisement