CM Corner
Beranda » Berita » Mohon Maaf Ahmadiyah

Mohon Maaf Ahmadiyah

Ilustrasi Mohon Maaf Ahmadiyah
Ilustrasi Mohon Maaf Ahmadiyah

Oleh: Masykurudin Hafidz, Mahasiswa Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta

SURAU.CO Mohon maaf Ahmadiyah. Kami memasukkan keyakinan dan keberadaan Anda sebagai persoalan besar yang mengancam negeri ini. Daripada kemiskinan, kelaparan, dan kenaikan harga bahan pokok, kami lebih memilih Anda sebagai sasaran pekerjaan. Keseriusan kami semata-mata karena ini menyangkut keyakinan; sesuatu yang sangat prinsipil.

Selama bertahun-tahun, sebuah kondisi telah membentuk kami untuk selalu curiga terhadap lain keyakinan. Ibarat musuh dalam selimut, ia lebih berbahaya. Akibatnya, kami tidak terbiasa untuk terbuka dan mempelajari dengan serius sistem keyakinan lain tanpa harus takut terpengaruh. Sebagai mayoritas, justru yang kami lakukan adalah membuat Anda merasa tidak aman, tidak nyaman, dan tidak bebas menjalankan ibadah.

Memangnya kenapa kalau kebebasan Anda untuk beribadah kami ambil alih? Kami ini sangat sensitif terhadap agama di luar agama resmi, sehingga kami selalu berusaha untuk melarang dan menutup tempat ibadah Anda. Kami merasa berhak untuk menentukan status keyakinan Anda. Apa yang kami hakimi sebagai sesat, berarti kami boleh menghilangkan hak Anda sebagai warga negara.

Saat Ajaran dan Konstitusi Diabaikan

Kami sengaja menutup mata terhadap sumbangan Anda kepada kemanusiaan (humanity first). Jaringan Anda yang sangat luas mampu menyalurkan bantuan terhadap kemiskinan dan korban bencana. Akan tetapi, inilah kami. Kesepakatan kita bahwa di negara ini tidak boleh ada diskriminasi tiba-tiba kami ingkari. Pancasila dan UUD 1945, yang seharusnya menjamin kebebasan beragama, tidak lagi kami jadikan sabuk pengaman. Negara sebagai penjamin hak-hak setiap warga, termasuk Anda, sengaja membiarkan saat Anda menjadi sasaran kesewenang-wenangan.

Bahaya Sinkretisme dan Pluralisme Agama

Mohon maaf Ahmadiyah. Kami tidak bisa menerima perbedaan. Oleh karena itu, kami tidak menganut pluralisme karena kami anggap paham itu datang dari luar. Kami punya keyakinan sendiri yang sesuai dengan ajaran kami. Kami bisa melakukan larangan dan tindakan kekerasan jika sesuatu tidak sesuai dengan keyakinan kami. Tuhan pasti berada di pihak kami, karena kami yang paling benar.

Itulah kenapa kami menyerang masjid-masjid tempat Anda beribadah. Padahal, ajaran kami mengatakan, kami tidak boleh menyakiti orang lain tanpa alasan apapun. Perlindungan terhadap orang lain tanpa memandang keyakinan seringkali kami temui dalam ajaran kami. Kami masih ingat saat Rasulullah Muhammad menerima tamu dari kelompok berkeyakinan lain di masjid Madinah. Ketika rombongan tersebut meminta izin untuk melakukan kebaktian, Rasulullah justru mempersilakan mereka untuk beribadah di Masjid Nabawi.

Bahkan, dengan sangat tegas Rasulullah menjamin jiwa, harta, dan agama para penganut keyakinan di luar keyakinannya. Ia mendeklarasikan Piagam Madinah sebagai undang-undang bersama untuk hidup berdampingan secara damai. Kami tahu, di dalam piagam itu dijelaskan bahwa masyarakat Madinah—Islam, Yahudi, dan Kristen—disebut sebagai satu umat (ummatan wahidah).

Di negeri tercinta ini, kami sebenarnya juga mengerti bahwa UUD 1945 menegaskan jaminan konstitusional tentang hak untuk hidup dan beragama. Kami pun tahu bahwa bangsa ini telah meratifikasi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Namun, semua pengetahuan itu seolah sirna. Ajaran dan teladan Rasulullah begitu jauh dari kami. Tugas kami sebagai pengayom seluruh anak bangsa kami abaikan begitu saja. Kami diam, bahkan ikut menyuburkan praktik diskriminasi.

Mohon maaf Ahmadiyah. Kami tidak mampu melindungi Anda. Kami tidak bisa menjamin jika suatu saat rumah atau masjid Anda akan diserang. Sekali lagi, mohon maaf.

Mewaspadai Bahaya Pluralisme dan Sinkretisme Agama


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement