Khazanah
Beranda » Berita » Mengendalikan Nafsu dalam kajian psikologi keluarga

Mengendalikan Nafsu dalam kajian psikologi keluarga

Mengendalikan Nafsu dalam kajian psikologi keluarga
Mengendalikan Nafsu dalam kajian psikologi keluarga

 

SURAU.CO – Kepastian Ajal dan Keterbatasan Manusia atas Waktu: Al-Qur’an menegaskan bahwa ajal adalah ketetapan pasti yang tidak bisa ditunda:

 كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ
“Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan kematian.” (QS. Ali ‘Imran: 185)

فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ
“Apabila telah datang ajal mereka, tidak dapat mereka menundanya barang sesaat pun dan tidak pula dapat memajukannya.” (QS. Al-A‘raf: 34)

Ayat ini menjadi dasar teologis bahwa ilusi waktu merasa masih panjang usia bertentangan langsung dengan akidah Islam.

Larangan Mencela Hujan: Adab Seorang Mukmin Di Hadapan Takdir Allah

Bahaya Menunda Taubat dan Tipuan Harapan Dunia

Al-Qur’an mengkritik sikap tertipu oleh dunia (ghurur):

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Al-Hadid: 20)

Rasulullah ﷺ juga memperingatkan tentang sikap menunda kebaikan karena panjang angan-angan:

أَكْثَرُ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ اثْنَتَانِ: اتِّبَاعُ الْهَوَى وَطُولُ الْأَمَلِ
“Yang paling aku khawatirkan atas kalian ada dua: mengikuti hawa nafsu dan panjang angan-angan.” (HR. Ahmad – hasan)

Panjang angan-angan inilah yang melahirkan penundaan taubat secara psikologis dan spiritual.

Poligami Dalam Islam: Antara Syariat, Keadilan, Dan Kebijaksanaan

Taubat Harus Dilakukan Sebelum Datangnya Kematian

Allah menegaskan bahwa taubat tidak diterima ketika ajal telah tiba:

وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّىٰ إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ
“Dan tidaklah taubat itu diterima dari orang-orang yang terus berbuat dosa hingga ketika kematian datang kepada salah seorang dari mereka, ia berkata: ‘Sesungguhnya aku bertaubat sekarang.’”
(QS. An-Nisa’: 18)

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ اللَّهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ
“Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba selama ruh belum sampai di tenggorokan.” (HR. At-Tirmidzi – hasan shahih)

Hadits ini menjadi batas tegas antara fase ikhtiar dan fase hisab.

Hutan, Banjir dan Ekonomi yang Merobohkan Rumah Sendiri

Kegelisahan Batin sebagai Tanda Hidupnya Iman

Rasulullah ﷺ bersabda:

الْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي نَفْسِكَ
“Dosa adalah sesuatu yang menggelisahkan hatimu.” (HR. Muslim)

Secara psikologi Islam, kegelisahan terhadap dosa merupakan indikator sehatnya iman dan sinyal internal untuk melakukan koreksi diri, bukan tanda kelemahan spiritual.

Kesimpulan Akademik

Ayat-ayat dan hadits di atas menegaskan bahwa:

  1. Ajal bersifat pasti dan di luar kendali manusia

  2. Menunda taubat adalah bentuk kelalaian yang berbahaya

  3. Taubat memiliki batas waktu yang tegas

  4. Kegelisahan terhadap dosa adalah mekanisme perlindungan iman.

Dengan demikian, pilihan manusia hari ini bersifat menentukan secara teologis dan psikologis: melanjutkan penundaan yang berisiko fatal, atau segera kembali kepada Allah sebelum ajal menutup seluruh kemungkinan.

 

 

 


Psikologi Keluarga

Psikologi Keluarga adalah cabang psikologi yang mengkaji dinamika emosi, perilaku, komunikasi, dan hubungan antaranggota keluarga, serta bagaimana pola-pola itu membentuk kepribadian, kesehatan mental, dan kualitas hidup setiap individu di dalamnya.

Berikut ringkasan inti yang mudah dipahami dan aplikatif:

  1. Keluarga sebagai Sistem Emosional

Dalam psikologi keluarga, keluarga dipandang sebagai satu sistem. Artinya:

Masalah satu anggota mempengaruhi yang lain

Perubahan sikap ayah/ibu berdampak pada anak

Konflik yang tak diselesaikan bisa diwariskan secara pola

Tidak ada masalah yang benar-benar “sendiri” dalam keluarga.

  1. Pola Asuh dan Dampaknya

Beberapa pola asuh yang umum:

Otoriter → Anak patuh tapi tertekan
Permisif → Anak bebas tapi kurang batasan

Demokratis → Anak mandiri, percaya diri, bertanggung jawab
Abai → Anak merasa tidak dicintai

Pola asuh ini sangat memengaruhi:

Cara anak mengelola emosi
Kepercayaan diri
Cara mereka kelak berkeluarga

  1. Komunikasi Keluarga

Keluarga sehat bukan yang tanpa masalah, tapi yang mampu berkomunikasi dengan jujur dan aman.

Ciri komunikasi sehat:

Mendengar tanpa menghakimi
Mengungkapkan perasaan, bukan menyalahkan
Ada ruang dialog, bukan dominasi

Banyak luka batin keluarga bukan karena kebencian, tapi karena tidak pernah dibicarakan.

  1. Peran Ayah dan Ibu (Psikologis)

Ayah: sumber rasa aman, ketegasan, arah hidup
Ibu: sumber kelekatan emosional, kasih sayang, empati

Ketimpangan peran sering melahirkan:

Anak rapuh secara emosional
Anak agresif atau tertutup
Masalah kelekatan (attachment issue)

  1. Konflik Keluarga dan Penyelesaiannya

Konflik itu wajar. Yang berbahaya adalah:

Konflik dipendam
Konflik diwariskan ke anak
Anak dijadikan pelampiasan emosi

Psikologi keluarga mengajarkan

Fokus pada solusi, bukan siapa salah
Mengelola emosi sebelum bicara
Memisahkan masalah pasangan dan peran orang tua

  1. Perspektif Nilai dan Spiritual

Dalam konteks masyarakat religius (termasuk Islam):

Keluarga adalah madrasah pertama
Keteladanan lebih kuat dari nasihat
Ketenteraman rumah lahir dari iman, adab, dan kasih sayang

Nilai dan akhlak, serta ilmu, membangun kesehatan psikologis keluarga.

Penutup: Psikologi keluarga mengingatkan kita bahwa:

Keluarga bukan tempat orang sempurna, tapi tempat orang belajar saling menyembuhkan. (Tengku Iskandar, M. Pd – Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.