Pendidikan
Beranda » Berita » Tau Bahwa Tidak Tau: Gerbang Terpenting Menuju Ilmu

Tau Bahwa Tidak Tau: Gerbang Terpenting Menuju Ilmu

Tau Bahwa Tidak Tau: Gerbang Terpenting Menuju Ilmu
Tau Bahwa Tidak Tau: Gerbang Terpenting Menuju Ilmu

 

SURAU.CO – Salah satu kearifan besar dalam dunia ilmu adalah kesadaran manusia tentang kelemahannya sendiri. Al-Imam al-Ghazali, sebagaimana dikutip dalam nasihat gurunya al-Khalil, menyebutkan empat jenis manusia. Di antara yang paling beruntung adalah “seorang yang tahu bahwa ia tidak tahu.”

Inilah tipe manusia yang paling siap untuk belajar, paling mudah dibimbing, dan paling cepat menyerap kebenaran.

Kesadaran Diri: Pondasi Ilmu

Tidak ada yang lebih berbahaya dalam proses belajar selain merasa sudah tahu. Orang yang merasa cukup, enggan menerima ilmu baru.

Hatinya tertutup, pikirannya mengeras, dan semangat belajarnya padam.

Manfaat Memahami Makna Tauhid

Sebaliknya, ketika seseorang mengakui bahwa ia belum tahu, saat itu pintu ilmu terbuka selebar-lebarnya. Ia menjadi rendah hati, siap menerima arahan, dan tidak gengsi bertanya. Inilah yang disebut ulama sebagai futuh, yaitu terbukanya jalan menuju pemahaman.

Peran Guru: Membangkitkan Kesadaran

Dalam banyak lembaga pendidikan dan pesantren, seorang guru bukan hanya mengajar, tetapi juga menyadarkan. Tugas guru adalah menuntun murid untuk memahami posisinya—bahwa belajar adalah perjalanan panjang yang butuh kesiapan mental.

Maka, sebelum memberikan materi, seorang guru akan menyalakan spirit muridnya: rasa ingin tahu, kerendahan hati, dan kesadaran bahwa mereka masih berada di awal jalan.

Dari sinilah muncul penghormatan terhadap ilmu, guru, dan proses panjang yang harus dilalui.

Suasana Belajar yang Hidup

Kelas yang hidup bukan karena gurunya saja. Kelas yang hidup tercipta ketika para siswanya sadar bahwa mereka datang untuk mencari sesuatu yang belum mereka ketahui.

Ilusi yang Menghambat Majunya Pendidikan Indonesia

Ketika ruh ini hadir:

siswa lebih fokus,
lebih ingin mengeksplorasi,

lebih antusias mendengar,
dan lebih mudah menerima setiap pelajaran.

Guru tidak perlu menghabiskan banyak waktu menegur atau mengulang, karena murid datang dengan kesiapan batin untuk menimba ilmu.

Ilmu Itu Cahaya — Cahaya Tak Akan Masuk ke Hati yang Sombong

Ulama mengatakan, “Ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada hati yang penuh maksiat dan kesombongan.”

Buah dari Kesabaran: Ketika Ujian Menjadi Jalan Menuju Kedewasaan

Salah satu bentuk sombong adalah menganggap diri sudah tahu segalanya. Bahkan sebagian orang baru mendengar sedikit, namun sudah merasa menjadi ahli. Jangan berhenti belajar, karena semakin kita tahu, semakin kita sadar betapa banyak yang belum kita ketahui.

Imam Syafi’i berkata,
“Semakin aku bertambah ilmu, semakin aku sadar betapa sedikit yang aku ketahui.”

Menyulut Api Hasrat untuk Tahu

Ketika guru berhasil membuat murid sadar bahwa ia belum tahu, maka guru telah menyalakan api terpenting dalam pendidikan: hasrat untuk mengetahui.

Hasrat ini adalah energi yang membuat murid:

tahan lelah,
rajin membaca,

aktif bertanya,

senang berdiskusi,
dan terus memperbaiki diri.

Dengan ini, belajar bukan lagi kewajiban, tetapi kebutuhan jiwa. Murid tidak hanya menghafal pelajaran, tetapi mencarinya, merindukannya, dan menikmati prosesnya.

Kita Semua Sedang dalam Perjalanan Ilmu

Konten tersebut juga mengingatkan bahwa belajar bukan milik anak sekolah saja. Orang dewasa, guru, pendakwah, orang tua—semua tetap membutuhkan ilmu. Kenali dan atasi kebodohanmu, karena setiap tahap kehidupan membawa pelajaran baru.

Maka kesadaran “aku belum tahu” adalah modal untuk:

memperbaiki diri,
memperbaiki amal,

Juga memperbaiki hubungan,
memperbaiki kualitas hidup.

Penutup: Jadilah Hamba yang Rendah Hati dalam Mencari Ilmu

Menerima bahwa kita tidak tahu bukan kelemahan, tetapi kekuatan. Itu tanda kecerdasan, tanda kejernihan hati, tanda kesiapan untuk dibimbing.

Karena itu, siapa pun yang ingin menjadi penuntut ilmu sejati harus memulai dari sini:

Mengosongkan diri dari kesombongan, mengakui ketidaktahuan, lalu memperbaikinya dengan belajar.

Semoga Allah menerangi hati kita dengan cahaya ilmu, menuntun langkah kita menuju kebenaran, dan menjadikan kita hamba yang selalu rendah hati dalam mencari ilmu. (Tengku Iskandar, M. Pd: Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.