SURAU.CO. Untuk mencegah terjadinya manipulasi dalam pengelolaan dam, Menteri Agama menyebut perlu ada regulasi baru. Menurut Menag, dirinya setuju dengan Majelis Ulama Mesir yang mengatakan bahwa penyembelihan hewan terkait dengan Dam itu pelaksanaannya di negara masing-masing.
“Saya setuju sekali fatwanya Majelis Ulama Mesir bahwa Dam itu melakukannya di negara masing-masing. Gampang dapat terkontrol, tidak ada penipuan, dan warga negaranya sendiri dapat memakannya,” ujar Nasaruddin Umar, Menteri Agama, dalam acara 9th ICONZ International Conference of Zakat di UIN Jakarta. Dam adalah denda atau tebusan dalam ibadah haji dan umrah. Biasanya berupa penyembelihan hewan kurban seperti unta, sapi atau kambing walaupun ada opsi lain seperti puasa atau sedekah.
Menurut Menag pembayaran dam dengan menyembelih hewan seperti kambing sulit untuk mengontrolnya jika menyembelih di Arab Saudi. Pihaknya tidak bisa memastikan jumlah kambing yang benar-benar disembelih, Bahkan ada ketidaksesuaian data dan keterbatasan akses jamaah dalam melakukan pengawasan. “Pernah enggak kita ke padang pasir mengecek ada enggak kambingnya 200? Jumlah jemaah haji taruhlah 2 juta. Kalau misalnya 70 persen itu jemaah haji kita mampu. Seharusnya kan 1.400.000 ekor kambing yang disembelih di Mekah,” ungkap Menteri Agama.
Peluang penyimpangan
Selain itu jamaah tak dapat mengontrol proses pembelian kambing untuk Dam. Inilah yang menurut Menag membuka peluang penyimpangan dan dampaknya merugikan jamaah. “Kadang-kadang kita kumpulkan ini 100 orang, jangan-jangan hanya 10 ekoran saja. Kita enggak pernah mengontrol belinya di mana. Jadi ada penipuan juga terjadi,” gambahnya. Untuk itu adanya Menag mekanisme penyembelihan Dam di Indonesia dapat menciptakan manfaat ganda. Selain berdampak pada peternak lokal juga ada transparansi dalam pengelolaan. “Peternak kambing Indonesia makmur, masyarakat Indonesia dapat memakannya. Tapi kalau di Saudi Arabia, kita enggak tahu apakah mereka benar benar membelinya atau enggak. Jadi kalau kita percayakan kepada BAZNAZ, lega hati kita kan,” jelasnya.
Selain Dam, Menag turut membahas besarnya nilai ekonomi kurban apabila pengelolaannya berlangsung secara profesional dan mengikuti regulasi yang ketat. Ia menjelaskan potensi peningkatan pengawasan melalui model pemotongan terpusat. “Nah berapa jumlah uang yang dikumpulkan itu khusus untuk kurban saja Rp34 triliun. Ini kalau kita kelola, kerjasama dengan pemerintah, misalnya kita menggunakan ala Amerika, tidak boleh menyembeli hewan di luar tempat-tempat pemotongan karena itu kan bisa mencemarkan lingkungan. Nah banyak regulasi yang bisa kita upayakan supaya nanti semua bentuk pemotongan-pemotongan itu pengelolaannya oleh pemerintah daerah,” pungkasnya.
Pengertian Dam
Secara bahasa Dam berarti mengalirkan darah dengan menyembelih hewan kurban yang pada saat melaksanakan ibadah haji. Sedangkan menurut istilah dam haji adalah denda yang wajib jemaah haji bayar karena melanggar larangan haji atau meninggalkan kewajiban haji.
Melansir laman nu.or.id ada empat hal yang perlu perhatian terkait dam inin. Keempat kategori itu adalah tartib dan taqdir dan tartib dan ta’dil. Kemudian ada takhyir dan ta’dil, serta takhyir dan taqdir. Makna tartib adalah bahwa keharusan bagi jamaah haji (yang melanggar larangan) untuk membayar denda dan tidak boleh menggantinya dengan denda lain yang setara kecuali orang tersebut tidak mampu membayarnya. Sedangkan makna takhyir adalah boleh mengganti dengan denda lain yang setara.
Makna taqdir adalah sesungguhnya syariat telah menetapkan denda pengganti yang setara, baik secara berurutan maupun dengan memilih, yakni taqdir bisa juga berarti telah ditetapkan dendanya tidak boleh kurang dan tidak boleh lebih. Sedangkan makna ta’dil adalah bahwasanya syariat memerintahkan untuk mencari denda lain dengan takaran yang setara berdasarkan nilai (harga).
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
