SURAU.CO – Buku Indeks Partisipasi Pilkada (IPP) 2024 yang diterbitkan oleh Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia merupakan karya reflektif yang menandai upaya serius lembaga penyelenggara pemilu dalam memperkuat fondasi demokrasi elektoral berbasis partisipasi. Diterbitkan pada Oktober 2025, karya ini tidak hanya menyajikan data statistik, tetapi juga menghadirkan analisis komprehensif. Ada ragam bentuk, pola, dan kualitas partisipasi masyarakat dalam Pilkada Serentak 2024. Melalui buku ini, KPU berusaha membangun tolok ukur baru untuk membaca tingkat kematangan demokrasi lokal Indonesia. Hal ini terutama dalam konteks meningkatnya kesadaran politik warga dan tantangan partisipasi di era pasca-pemilu nasional.
Dalam sambutannya, Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin menegaskan bahwa partisipasi bukan hanya ukuran kehadiran pemilih di tempat pemungutan suara (TPS). Lebih jauh dari itu, melainkan cerminan kesadaran kolektif rakyat dalam menentukan arah pembangunan daerah. Partisipasi yang tinggi menunjukkan legitimasi yang kuat bagi hasil Pilkada. Sementara fluktuasi antarwilayah mengisyaratkan pentingnya memperkuat sosialisasi dan pendidikan pemilih secara inovatif. IPP 2024 diharapkan menjadi alat strategis bagi KPU, akademisi, dan publik untuk merancang strategi peningkatan partisipasi yang lebih efektif. Tentunya dengan berbasis data, dan berorientasi pada kualitas demokrasi yang berkelanjutan.
Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Partisipasi Masyarakat, August Mellaz, menulis pengantar dengan menekankan bahwa IPP bukan sekadar pengukuran teknis, tetapi refleksi atas daya tahan demokrasi Indonesia. Ia menyoroti lima variabel utama dalam IPP—registrasi pemilih, pencalonan, kampanye, sosialisasi dan pendidikan pemilih (Sosdiklih Parmas), serta voter turnout. Variabel-variabel ini menggambarkan keterlibatan publik dalam keseluruhan proses politik, bukan hanya pada hari pencoblosan. Dengan perspektif yang mengacu pada teori demokrasi Dahl (1971) dan Norris (2002), Mellaz menggarisbawahi bahwa IPP merepresentasikan interaksi antara kesiapan kelembagaan, kualitas kontestasi, ruang deliberatif, dan kesadaran warga. Capaian IPP 2024, menurutnya, menunjukkan resiliensi demokrasi Indonesia di tengah fenomena political fatigue akibat padatnya agenda elektoral nasional dan lokal di tahun yang sama.
Latar Konseptual dan Rasionalisasi Indeks
Bab pendahuluan menjelaskan bahwa Pilkada Serentak 2024 menghadapi tantangan besar, termasuk potensi kejenuhan politik akibat kedekatan jadwal dengan pemilu legislatif dan presiden. Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran menurunnya partisipasi masyarakat. Namun, KPU menolak pandangan deterministik tersebut dan melihat partisipasi sebagai hasil dari interaksi kompleks antara faktor kelembagaan, sosialisasi, daya tarik kandidat, dan kondisi sosial politik. Lahirnya IPP menjadi bentuk respons institusional terhadap tantangan ini. Ia berfungsi sebagai baseline ilmiah untuk memahami dimensi partisipasi secara komprehensif—baik dari sisi penyelenggara, peserta, maupun masyarakat sipil.
Konteks global juga diangkat untuk memperkuat urgensi indeks ini. Laporan Democracy Index 2024 dari Economist Intelligence Unit mencatat penurunan skor rata-rata demokrasi dunia ke angka 5,17, sementara Indonesia turun ke peringkat 59 dengan skor 6,44. Meski demikian, penyelenggaraan Pilkada 2024 tetap menunjukkan komitmen nasional yang kuat terhadap mekanisme elektoral damai. Dengan demikian, IPP bukan hanya laporan teknis, tetapi juga simbol ketangguhan demokrasi Indonesia di tengah tren democratic backsliding global.
Konsep Partisipasi dalam Pemilu dan Pilkada
Bagian kedua dari pendahuluan menelusuri akar konseptual partisipasi politik. Merujuk pada Verba dan Nie (1972), partisipasi dipahami sebagai sarana kolektif untuk menetapkan agenda sosial-politik dan distribusi manfaat yang adil. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 serta Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2022 menjadi landasan hukum yang memastikan hak partisipasi masyarakat bersifat inklusif dan nondiskriminatif. Partisipasi dalam konteks ini tidak hanya berupa kehadiran di TPS, tetapi juga keterlibatan dalam tahapan registrasi pemilih, pencalonan, kampanye, hingga evaluasi pasca-pilkada.
KPU menegaskan bahwa partisipasi harus dimaknai sebagai tanggung jawab bersama antara warga dan negara. Demokrasi yang sehat menuntut desain partisipasi yang inklusif—memfasilitasi kelompok rentan seperti perempuan dan penyandang disabilitas agar hak politik mereka benar-benar terwujud. Data historis menunjukkan tren peningkatan positif: dari rata-rata 64,2% pada Pilkada Serentak 2015 menjadi 76,09% pada Pilkada 2020, bahkan di tengah pandemi COVID-19. Tren ini menunjukkan meningkatnya kesadaran politik masyarakat, meskipun dimensi kualitas partisipasi masih perlu diperkuat.
Tujuan dan Orientasi IPP 2024
IPP memiliki dua tujuan besar: internal dan eksternal.
Secara internal, IPP dirancang untuk memperkuat kapasitas kelembagaan KPU. Indeks ini berfungsi sebagai alat evaluasi efektivitas program partisipasi masyarakat, acuan penetapan target voter turnout, dan dasar kebijakan peningkatan kualitas demokrasi elektoral. KPU diposisikan bukan hanya sebagai lembaga administratif, tetapi sebagai agent of participatory democracy—motor penggerak keterlibatan warga yang aktif, kritis, dan rasional.
Secara eksternal, IPP diarahkan untuk memperluas dampak demokrasi substantif melalui kolaborasi multipihak, peningkatan literasi pemilih, serta penguatan basis data kepemiluan yang kredibel. KPU menargetkan agar IPP dapat menjadi instrumen pembelajaran internasional menuju demokrasi substantif Indonesia 2045.
Kerangka Konseptual dan Metodologis
Bab II membahas kerangka konseptual IPP yang dibangun atas pandangan bahwa partisipasi tidak bisa dimaknai sebatas angka kehadiran pemilih. Pemaknaan sempit seperti ini kerap mengabaikan dimensi substantif partisipasi. Sebaliknya, IPP menekankan pentingnya keterlibatan warga sepanjang tahapan elektoral. Studi Geys (2006) dan Norris (2003) menunjukkan bahwa keputusan untuk memilih bukan semata kesadaran politik, melainkan juga dipengaruhi oleh mobilisasi partai dan kondisi sosial ekonomi. Oleh karena itu, IPP berusaha menangkap kompleksitas partisipasi dengan menilai baik aspek kuantitatif maupun kualitatifnya.
Bagian Semesta Indeks Partisipasi Pilkada menjelaskan hubungan antara inovasi kelembagaan dan partisipasi publik. KPU daerah (KPUD) dituntut menjadi laboratorium inovasi demokrasi lokal, melalui program seperti Café Demokrasi, KKN Pemilu, Camp Pilkada, hingga digitalisasi informasi kepemiluan. Inovasi tersebut menjadi jembatan antara partisipasi prosedural (kehadiran) dan partisipasi substantif (kesadaran dan sukarela). Kerangka ini dijelaskan melalui matriks yang mengaitkan inovasi teknologi, sosialisasi, kolaborasi, dan regulasi dengan dampaknya terhadap partisipasi serta legitimasi KPU sebagai lembaga demokratis berbasis pengetahuan (knowledge-based institution).
Pendekatan teoritis yang digunakan berakar pada teori Institutional Isomorphism (DiMaggio & Powell, 1983), Demokrasi Partisipatoris (Pateman, 1970), dan Innovation in Governance (Hartley, 2005). Inovasi dipandang sebagai katalis yang memperluas ruang partisipasi dan memperkuat kepercayaan publik.
Variabel dan Indikator IPP 2024
IPP 2024 dibangun atas lima variabel utama:
Registrasi Pemilih – Mengukur keakuratan, inklusivitas, dan koordinasi antarinstansi dalam menyusun daftar pemilih.
Pencalonan – Menggambarkan keterbukaan politik, representasi gender, serta legitimasi sosial kandidat.
Kampanye – Menilai kualitas komunikasi politik, keterlibatan publik, dan etika kontestasi.
Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih (Sosdiklih Parmas) – Mencerminkan peran KPU dalam membangun kesadaran politik melalui edukasi yang kreatif dan inklusif.
Voter Turnout (VTO) – Menjadi puncak dari seluruh proses, menggambarkan realisasi partisipasi dalam tindakan nyata di TPS.
Setiap variabel diturunkan menjadi indikator kuantitatif dan kualitatif. Indikator kuantitatif mencakup data numerik seperti persentase pemilih dalam DPT, jumlah kegiatan kampanye, atau jumlah calon perempuan. Sementara indikator kualitatif mengukur konteks sosial seperti kontribusi Dukcapil dalam validasi data, inovasi KPU dalam pendidikan pemilih, serta tantangan geografis yang memengaruhi akses ke TPS. Dengan pendekatan ganda ini, IPP mampu menyeimbangkan antara validitas statistik dan pemahaman kontekstual.
Konsep pengukuran ini mengacu pada metodologi Rule of Law Index milik World Justice Project, di mana prinsip normatif diterjemahkan menjadi dimensi terukur. IPP berfungsi serupa—mengubah prinsip demokrasi partisipatif menjadi indikator empiris yang dapat dibandingkan lintas wilayah.
Capaian dan Refleksi Demokrasi
Bagian reflektif buku ini menegaskan bahwa capaian IPP 2024 menunjukkan ketahanan sistem demokrasi Indonesia. Di tengah tekanan global terhadap kebebasan sipil dan meningkatnya skeptisisme terhadap institusi publik, partisipasi warga tetap terjaga di tingkat tinggi. Hal ini membuktikan efektivitas KPU dalam menjaga integritas elektoral dan memperluas ruang partisipasi substantif.
Namun, capaian ini tidak menutup ruang evaluasi. IPP juga menjadi alat refleksi kritis bagi penyelenggara dan publik untuk memperbaiki kualitas partisipasi—dari sekadar engagement menjadi participation yang bermakna. Kualitas demokrasi tidak berhenti pada prosedur, tetapi diukur dari tingkat kesadaran, rasionalitas, dan keberlanjutan partisipasi warga.
Melalui dokumentasi inovasi di berbagai daerah, seperti Festival Demokrasi, Jambore Satgas Demokrasi, KPU Goes to Pesantren, hingga program “KPU X Pemilihan Ketua OSIS”. Buku ini menggambarkan keberagaman cara daerah membumikan demokrasi sesuai konteks lokal. Inovasi semacam ini memperlihatkan wajah demokrasi Indonesia yang plural dan adaptif.
Kesimpulan Umum
Secara keseluruhan, Indeks Partisipasi Pilkada 2024 adalah instrumen akademik dan kebijakan yang berfungsi ganda: sebagai alat ukur empiris dan wahana pembelajaran kelembagaan. Buku ini memperlihatkan evolusi KPU dari sekadar regulator teknis menjadi lembaga yang memproduksi pengetahuan dan inovasi demokratis. IPP menegaskan bahwa keberhasilan Pilkada bukan hanya ditentukan oleh stabilitas penyelenggaraan, tetapi oleh tingkat partisipasi warga yang sadar dan kritis.
Dengan pendekatan multidimensional, IPP 2024 berhasil menyeimbangkan analisis kuantitatif dan kualitatif, empiris dan reflektif, nasional dan lokal. Ia menandai perubahan paradigma: dari demokrasi prosedural menuju demokrasi partisipatoris yang menekankan kesetaraan, inklusivitas, dan keberlanjutan.
Sebagai dokumen publik, IPP 2024 juga memiliki nilai historis. Buku ini merekam semangat kolaborasi antara KPU, akademisi, dan masyarakat sipil dalam menjaga demokrasi Indonesia. Dalam konteks kemerosotan indeks demokrasi global, IPP menjadi bukti bahwa demokrasi Indonesia masih memiliki daya tahan yang kuat. Berkat komitmen bersama untuk menumbuhkan partisipasi politik yang bermakna.
Dengan semangat itu, buku ini menutup dengan ajakan reflektif: demokrasi bukan hanya milik penyelenggara atau peserta pemilu, tetapi milik setiap warga negara. Partisipasi adalah jantungnya, dan IPP 2024 menjadi cermin bagi bangsa untuk terus menjaga denyut itu tetap hidup. Menuju Indonesia yang demokratis, inklusif, dan berkeadilan.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
