Opinion
Beranda » Berita » Fatwa Ulama Tentang Nasyid Islamy (II)

Fatwa Ulama Tentang Nasyid Islamy (II)

Fatwa Ulama Tentang Nasyid Islamy (II)
Fatwa Ulama Tentang Nasyid Islamy (II)

 

SURAU.CO – بسم الله الرحمن الرحيم. الســـلام عليــكم ورحــمة اﻟلّـہ وبركاته

إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَ نَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لا نَبِيَّ بَعْدَهُ

At-Taghbir adalah bait-bait sya’ir yang mengajak bersikap zuhud terhadap dunia, di lantunkan oleh seorang penyanyi. Sebagian yang hadir kemudian memukulkan potongan ranting di atas hamparan tikar atau bantal, di sesuaikan dengan lantunan lagunya itu.

Kaum Shufiyyah

Dari sini, nampaklah bahwa apa yang di istilahkan dengan Nasyid Islami tidak lain adalah Bid’ah yang telah di munculkan oleh kaum Shufiyyah, lalu di beri Polesan Islami agar di terima oleh masyarakat yang tidak mengerti hakikat bid’ah ini.

KPU dan Tanggung Jawab Etis dalam Era Polarisasi Politik

Seperti halnya kebatilan-kebatilan lain yang di sandarkan kepada islam:

▪ Musik Islami,
▪ Pacaran Islami,
▪ Demokrasi Islami,
▪ demontrasi islami,
▪︎ Atau embel-embel islami yang lainnya.

Namun Al-Hamdulillah, syari’at yang mulia ini mengajari kita untuk tidak memandang sesuatu hanya sekedar melihat namanya. Yang terpenting adalah hakikat dari apa yang terkandung di balik nama tersebut.

Maka, sebagai Nasihat bagi Kaum Muslimin, Kami sebutkan Fatwa Para Ulama seputar hukum perkara yang di sebut Nasyid islami.

Berkumpul Padanya Dengan niat

Fatwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rohimahullah:

Reformasi SDM Pengawas Pemilu: Kunci Menjaga Kualitas Demokrasi Indonesia

Beliau di tanya tentang sekelompok orang yang bergabung untuk melakukan berbagai dosa besar seperti pembunuhan, Perampokan, pencurian, minum khamr, dan yang lainnya. Kemudian salah seorang di antara syaikh yang di kenal memiliki kebaikan dan mengikuti As-Sunnah ingin mencegah Mereka dari hal tersebut.

Namun tidak memungkinkan baginya melakukan hal itu kecuali dengan cara membuat sebuah sama’ (Nasyid) untuk mereka, di mana mereka berkumpul padanya dengan niat ini. Sama’ ini menggunakan rebana tanpa alat gemerincing, dan nyanyian seorang penyanyi dengan sya’ir sya’ir yang diperbolehkan tanpa seruling.

Tatkala di lakukan cara ini, di antara kelompok tersebut ada yang bertaubat. Dan orang yang sebelumnya tidak shalat, suka mencuri dan tidak berzakat, menjadi berhati-hati dari syubhat dan mengerjakan kewajiban, serta menjauhi perkara yang di haramkan. Maka apakah di bolehkan Nasyid yang di buat Syaikh ini dengan cara tersebut, karena memberi dampak kemashlahatan? Dalam keadaan tidak memungkinkan mendakwahi mereka kecuali dengan cara ini.

Kecukupan dari Cara Bid’ah

Beliau Rohimahullah menjawab dengan panjang lebar, Di antara yang beliau katakan:

Sesungguhnya Syaikh Tersebut ingin membuat kelompok yang hendak melakukan dosa besar itu bertaubat. Namun tidak memungkinkan baginya hal itu kecuali dengan cara yang di sebutkan, berupa metode yang bid’ah. Ini menunjukkan bahwa syaikh tersebut jahil (tidak tahu) tentang metode metode syar’i yang menyebabkan para pelaku maksiat bertaubat, atau tidak mampu melakukannya.

KPU di Mata Pemilih Muda: Kredibilitas yang Perlu Diperbarui

Karena sesungguhnya Rasul Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam, para sahabat dan tabi’in, mendakwahi orang yang lebih buruk dari mereka yang di sebutkan ini, dari kalangan orang-orang Kafir, Fasiq, dan pelaku maksiat, dengan cara cara yang syar’i. Allah Ta’ala telah berikan kecukupan kepada mereka dengan cara itu dari berbagai cara-cara bid’ah.

Tidak boleh di katakan bahwa tidak ada cara syar’i yang Allah Ta’ala utus Nabi-Nya dengannya, yang dapat menjadikan para pelaku maksiat bertaubat. Sebab telah di ketahui secara pasti dan penukilan yang mutawatir bahwa orang orang, yang tidak ada yang mampu menghitung jumlahnya kecuali Allah Ta’ala, telah bertaubat dari kekafiran, kefasikan, kemaksiatan.

Tidak di sebutkan padanya acara berkumpul dengan cara bid’ah sebagaimana yang di lakukan. Bahkan, Orang-orang Muhajirin dan Anshar serta yang mengikuti mereka dengan kebaikan dan mereka adalah para Wali Allah Ta’ala yang bertakwa dari kalangan umat ini telah bertaubat kepada Allah ta’ala dengan cara yang syar’i. [Majmu’ Fatawa, 11/624/625]

Penutup: Sesuai Pemahaman Para Ulama

Al-Hamdulillaah. Selamat Menantikan Materi Berikutnya. Demikian Faedah Ilmiyah dan Mau’izhoh Hasanah pada hari ini. Semoga bisa memberikan manfaat untuk kita semua, serta bisa sebagai acuan untuk senantiasa memperbaiki amal kita di atas sunnah Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam dan Tidak berbicara agama dengan menggunakan Akal dan Hawa Nafsu melainkan dengan Dalil Yang Shohih sesuai dengan pemahaman para ulama salaf.

والله اعلم بالصواب وهو ولي التوفيق والهداية
وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
سبحانك اللهم وبحمدك اشهد ان لا اله الا انت استغفرك واتوب اليك

Kota Bima-NTB: Senin, 1447 H / 2025 M. Silahkan di share pada yang lain dan yang belum mengetahui, agar Anda pun bisa dapat bagian pahala.

Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

“Barangsiapa menunjukkan satu kebaikan maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang mengamalkannya.” [HR. Muslim dari Abu Mas’ud Al-Anshori Radhiyallaahu ‘anhu]. (Abu Hashif Wahyudin Al-Bimawi)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement