Kalam
Beranda » Berita » Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Perasaan tidak aman atau insecure kini menjadi masalah umum di tengah masyarakat modern. Kita sering terjebak dalam kebiasaan membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Media sosial memperparah kondisi ini dengan menampilkan etalase kehidupan orang lain yang tampak sempurna. Kita melihat teman sebaya meraih kesuksesan finansial lebih cepat. Kita menyaksikan orang lain memiliki fisik lebih menarik atau keluarga lebih bahagia. Akibatnya, hati menjadi sempit dan perasaan kurang berharga mulai muncul.

Namun, Islam memiliki solusi jitu untuk mengatasi gejolak batin ini. Salah satu ulama besar, Imam Nawawi, menawarkan terapi jiwa yang sangat relevan hingga hari ini. Beliau memberikan panduan praktis untuk mengubah insecure menjadi bersyukur melalui pemahaman hadis Nabi. Konsep ini bukan sekadar teori, melainkan obat hati yang mampu menenteramkan jiwa yang gelisah. Mari kita telusuri lebih dalam bagaimana nasihat Imam Nawawi dapat mengubah perspektif hidup kita.

Akar Penyebab Rasa Insecure

Manusia secara alami memiliki kecenderungan untuk melihat ke atas dalam urusan duniawi. Kita sering menginginkan apa yang orang lain miliki. Sifat tamak dan kurangnya rasa qanaah (merasa cukup) menjadi bahan bakar utama perasaan insecure. Saat mata terus memandang kemewahan orang lain, nikmat yang ada di genggaman sendiri menjadi terasa kecil. Kita lupa bahwa setiap orang memiliki ujian dan rezekinya masing-masing. Sikap terus membandingkan ini hanya akan melahirkan rasa lelah dan kecewa berkepanjangan.

Terapi Jiwa Imam Nawawi: Melihat ke Bawah

Imam Nawawi dalam kitab monumentalnya, Riyadhus Shalihin, menjelaskan sebuah metode ampuh untuk mengobati penyakit ini. Beliau menyoroti sebuah hadis Rasulullah SAW yang mengajarkan manajemen hati. Kunci utama terapi ini terletak pada arah pandangan kita terhadap nikmat dunia. Kita harus melatih diri untuk melihat orang-orang yang nasibnya kurang beruntung dibandingkan kita.

Dalam menjelaskan hadis tersebut, Imam Nawawi menukil sabda Rasulullah SAW:

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

“Lihatlah orang yang berada di bawah kamu dan jangan melihat orang yang berada di atas kamu, karena yang demikian itu lebih patut agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang telah diberikan kepada kalian.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Kutipan di atas menegaskan pentingnya mengontrol fokus perhatian kita. Imam Nawawi menekankan bahwa obat dari rasa kurang bersyukur adalah mengubah standar perbandingan. Beliau menyebut metode ini sebagai cara paling efektif untuk menjaga kesehatan spiritual.

Analisis Psikologis dan Spiritual

Imam Nawawi menjelaskan bahwa memandang orang yang lebih susah akan melahirkan rasa syukur spontan. Ketika kita merasa sedih karena gaji kecil, lihatlah para pengangguran yang masih mencari kerja. Saat kita merasa insecure dengan bentuk fisik, perhatikanlah saudara kita yang memiliki keterbatasan fisik atau sedang sakit parah di rumah sakit.

Ibnu Jarir, seorang ulama yang pandangannya sering sejalan dengan Imam Nawawi, mengatakan:

“Ini adalah hadis yang mengumpulkan berbagai macam kebaikan. Karena jika seseorang melihat orang yang dianugerahi kelebihan materi, jiwanya akan menuntut hal serupa… Namun jika dia melihat orang yang lebih rendah darinya dalam urusan dunia, dia akan bersyukur atas nikmat Tuhannya.”

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Pola pikir ini memaksa ego kita untuk tunduk dan mengakui kebesaran Allah. Kita akan berhenti mengeluh dan mulai menghitung karunia yang tak terhingga jumlahnya. Inilah esensi dari mengubah insecure menjadi bersyukur. Perasaan cukup akan tumbuh subur dan menggantikan rasa iri yang merusak.

Kapan Kita Harus Melihat ke Atas?

Apakah Islam melarang kita melihat ke atas sepenuhnya? Tentu tidak. Imam Nawawi memberikan batasan yang jelas. Kita boleh, bahkan dianjurkan, melihat ke atas dalam urusan akhirat dan ketaatan. Jika kita melihat seseorang rajin shalat malam, kita harus merasa “insecure” secara positif. Perasaan ini harus memicu semangat untuk meningkatkan kualitas ibadah, bukan untuk mendengki.

Imam Nawawi mengajarkan keseimbangan pandangan. Untuk urusan harta, jabatan, dan fisik, lihatlah ke bawah. Untuk urusan ilmu, amal, dan kesalehan, lihatlah ke atas. Formula sederhana ini akan menjaga hati tetap stabil dan terhindar dari penyakit mental maupun spiritual.

Langkah Praktis Mengaplikasikan Nasihat Imam Nawawi

Menerapkan terapi ini membutuhkan latihan konsisten dalam kehidupan sehari-hari. Berikut adalah langkah konkret yang bisa Anda lakukan:

  1. Kurangi Paparan Media Sosial: Batasi waktu melihat feed yang memamerkan kemewahan semu.

    Riyadus Shalihin: Buku Panduan Kecerdasan Emosional (EQ) Tertua Dunia

  2. Kunjungi Orang Sakit atau Panti Asuhan: Aktivitas ini akan membuka mata hati secara langsung tentang betapa besarnya nikmat kesehatan dan keluarga.

  3. Buat Jurnal Syukur: Catat minimal tiga hal baik yang Anda alami setiap hari, sekecil apa pun itu.

  4. Ubah Kalimat Keluhan: Ganti kalimat “Kenapa saya tidak punya mobil?” menjadi “Alhamdulillah saya masih punya kaki yang kuat untuk berjalan.”

Kesimpulan

Mengubah insecure menjadi bersyukur bukanlah hal mustahil. Imam Nawawi telah mewariskan resep manjur yang bersumber dari ajaran Nabi Muhammad SAW. Dengan mengatur arah pandangan kita, hati akan menjadi lebih tenang dan damai. Kita tidak perlu menjadi orang lain untuk bahagia. Cukup syukuri apa yang ada, dan kebahagiaan itu akan datang dengan sendirinya. Mari kita praktikkan terapi jiwa ini mulai sekarang demi kesehatan mental dan spiritual yang lebih baik.



Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement