Sosok
Beranda » Berita » Meneladani Seni Hidup Imam Nawawi: Kunci Keseimbangan Dunia dan Akhirat

Meneladani Seni Hidup Imam Nawawi: Kunci Keseimbangan Dunia dan Akhirat

Kehidupan modern sering memaksa kita memilih antara kesuksesan karier atau ketenangan spiritual. Banyak orang merasa kesulitan membagi waktu antara pekerjaan dan ibadah. Kita sering merasa lelah mengejar materi hingga melupakan tujuan akhirat. Namun, sejarah Islam mencatat sosok luar biasa yang berhasil menaklukkan tantangan ini. Sosok tersebut adalah Imam Nawawi. Beliau memiliki seni hidup unik dalam menyeimbangkan dunia dan akhirat.

Mengenal Sosok Sang Muhaddits

Yahya bin Syaraf an-Nawawi, atau Imam Nawawi, merupakan ulama besar bermazhab Syafi’i. Beliau lahir di desa Nawa, Suriah. Namanya harum hingga kini berkat karya-karyanya yang fenomenal. Kita pasti mengenal kitab Riyadhus Shalihin atau Arba’in Nawawiyah. Karya-karya ini menjadi bukti produktivitas beliau yang luar biasa. Meski umurnya singkat, beliau mewariskan ilmu yang abadi.

Imam Nawawi wafat pada usia yang cukup muda, sekitar 45 tahun. Namun, pencapaian beliau melampaui orang yang hidup ratusan tahun. Rahasia kesuksesan ini terletak pada manajemen waktu dan keikhlasan hati. Beliau tidak membiarkan satu detik pun berlalu tanpa manfaat.

Seni Menghargai Waktu

Imam Nawawi memandang waktu sebagai modal paling berharga bagi seorang muslim. Beliau mengisi hari-harinya dengan belajar, mengajar, dan menulis. Murid beliau, Ibnu al-Attar, menceritakan kedisiplinan sang guru. Imam Nawawi biasa menghadiri dua belas majelis ilmu dalam sehari. Beliau mempelajari berbagai disiplin ilmu, mulai dari hadis, fikih, hingga bahasa Arab.

Beliau bahkan tetap membaca saat sedang berjalan. Kesibukan duniawi tidak membuatnya lalai dari zikir kepada Allah. Inilah bentuk nyata keseimbangan hidup. Beliau aktif di dunia untuk menghasilkan karya, namun hatinya terpaut ke akhirat. Kita bisa meniru semangat ini dalam konteks modern. Kita bekerja keras di kantor, namun tetap menjaga salat dan zikir.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Makna Zuhud yang Sebenarnya

Banyak orang salah mengartikan konsep zuhud. Mereka mengira zuhud berarti meninggalkan dunia sepenuhnya dan hidup miskin. Imam Nawawi meluruskan pemahaman ini melalui gaya hidupnya. Beliau memang hidup sederhana dalam berpakaian dan makan. Beliau menolak pemberian hadiah dari penguasa yang bersumber dari hal syubhat.

Namun, beliau sangat “rakus” terhadap ilmu dan penyebaran kebaikan. Beliau menggunakan fasilitas dunia, seperti kertas dan tinta, untuk tujuan akhirat. Imam Nawawi mengajarkan bahwa dunia ada di tangan, bukan di hati. Kita boleh memiliki kekayaan, asalkan kekayaan itu mendekatkan kita kepada Allah.

Dalam mukadimah kitabnya, Imam Nawawi sering mengutip dalil yang menyentuh hati. Salah satu prinsip hidup beliau tercermin dalam niat yang kuat.

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya.”

Kutipan hadis ini menjadi landasan utama beliau. Segala aktivitas duniawi menjadi bernilai ibadah jika kita meluruskannya karena Allah. Makan, minum, dan bekerja menjadi ladang pahala dengan niat yang benar.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Relevansi bagi Muslim Modern

Kita hidup di era yang penuh gangguan atau distraksi. Media sosial sering mencuri waktu produktif kita. Seni hidup Imam Nawawi menjadi pengingat keras bagi kita. Kita harus selektif dalam menggunakan waktu. Kita perlu memangkas aktivitas yang tidak bermanfaat.

Imam Nawawi tidak menikah bukan karena membenci wanita. Beliau memilih fokus total pada ilmu karena sadar akan singkatnya umur. Tentu kita tidak harus membujang seperti beliau. Kita mengambil pelajaran tentang fokus dan dedikasi. Seorang ayah bekerja mencari nafkah adalah ibadah. Seorang ibu mendidik anak juga merupakan jihad.

Warisan yang Tak Lekang Waktu

Keikhlasan Imam Nawawi membuat karyanya diterima di seluruh penjuru bumi. Hampir setiap masjid di dunia memiliki kitab Riyadhus Shalihin. Ini adalah bukti nyata “investasi” akhirat yang berhasil. Beliau menanam benih di dunia dan memanen hasilnya selamanya.

Kita bisa memulai langkah kecil meniru beliau. Mulailah dengan memperbaiki niat setiap pagi. Gunakan waktu luang untuk hal bermanfaat. Jangan biarkan ambisi dunia menggeser prioritas akhirat kita. Seni hidup Imam Nawawi mengajarkan kita untuk menjadi produktif, ikhlas, dan berorientasi pada keabadian. Keseimbangan dunia akhirat bukanlah mitos, melainkan sebuah seni yang bisa kita pelajari.


Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement