Khazanah
Beranda » Berita » Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Dunia bisnis terus berkembang dengan sangat cepat. Teknologi menghadirkan berbagai kemudahan dalam melakukan transaksi jual beli. Kita kini mengenal marketplace, dompet digital, hingga investasi aset kripto. Namun, kemudahan ini sering kali membawa tantangan baru bagi umat Muslim. Batasan antara halal dan haram terkadang menjadi samar. Wilayah samar inilah yang kita kenal sebagai syubhat. Seorang pengusaha Muslim wajib memahami cara menghindari syubhat dalam transaksi demi keberkahan harta.

Tujuan utama bisnis dalam Islam bukan sekadar mencari keuntungan materi semata. Kita juga mengejar keberkahan dari Allah SWT. Harta yang berkah akan membawa ketenangan bagi pemiliknya. Sebaliknya, harta yang bercampur dengan unsur haram akan membawa kegelisahan. Oleh karena itu, kita harus sangat teliti dalam menelaah setiap akad atau perjanjian bisnis.

Memahami Definisi Syubhat

Syubhat secara bahasa berarti kemiripan atau ketidakjelasan. Dalam konteks fikih muamalah, syubhat adalah perkara yang tidak jelas status halal atau haramnya. Kondisi ini sering terjadi ketika sebuah transaksi modern menggabungkan berbagai akad sekaligus. Nabi Muhammad SAW telah memberikan peringatan keras mengenai hal ini. Kita harus menjaga diri agar tidak terjerumus ke dalamnya.

Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Maka barang siapa yang takut terhadap syubhat, berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan barang siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka akan terjerumus dalam perkara yang diharamkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Kutipan di atas menegaskan pentingnya sikap wara’ atau kehati-hatian. Pengusaha yang cerdas akan memilih jalan aman. Mereka tidak akan mengambil risiko yang membahayakan akhirat mereka. Menghindari syubhat dalam transaksi adalah bentuk perlindungan diri yang paling utama.

Tantangan Transaksi di Era Digital

Era digital menawarkan skema bisnis yang kompleks. Contoh paling nyata adalah sistem dropshipping. Banyak orang menjual barang yang belum mereka miliki. Padahal, Islam melarang menjual barang yang belum berada dalam penguasaan penjual. Kita harus memastikan akad perwakilannya jelas jika ingin menjadi dropshipper.

Selain itu, penggunaan dompet digital juga memiliki celah syubhat. Diskon atau cashback dari aplikasi pembayaran sering kali memicu perdebatan para ulama. Sebagian menganggapnya sebagai riba karena adanya hubungan utang piutang antara pengguna dan penyedia layanan. Kita perlu memilih penyedia layanan yang sudah memiliki sertifikasi syariah. Langkah ini akan meminimalkan risiko terjebak dalam transaksi terlarang.

Masalah lain muncul pada skema “beli sekarang, bayar nanti” atau paylater. Fitur ini sangat populer di kalangan milenial. Namun, bunga atau denda keterlambatan dalam fitur ini sangat jelas mengandung riba. Pengguna jasa harus jeli melihat syarat dan ketentuan yang berlaku. Kemudahan sesaat tidak boleh mengorbankan prinsip syariah yang kita pegang teguh.

Pentingnya Ilmu Fikih Muamalah

Umar bin Khattab pernah mengusir pedagang yang tidak paham agama dari pasar Madinah. Beliau menegaskan bahwa ketidaktahuan akan menjerumuskan seseorang pada riba. Hal ini masih sangat relevan hingga saat ini. Pelaku usaha wajib membekali diri dengan ilmu fikih muamalah. Ilmu ini menjadi saringan utama sebelum kita memutuskan untuk berbisnis.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Mempelajari hukum dagang Islam akan membuka wawasan kita. Kita jadi tahu mana transaksi yang sah dan mana yang batal. Kita juga bisa mengidentifikasi unsur gharar (ketidakpastian) dan maysir (judi) dalam bisnis modern. Pengetahuan yang mumpuni akan melahirkan kepercayaan diri dalam mengambil keputusan bisnis.

Langkah Praktis Menghindari Syubhat

Anda bisa menerapkan beberapa langkah konkret untuk menjaga bisnis tetap bersih. Pertama, pastikan akad transaksi jelas sejak awal. Jangan biarkan ada klausul yang multitafsir atau merugikan satu pihak. Kedua, hindari bisnis yang menjanjikan keuntungan instan tanpa risiko yang wajar. Bisnis yang terlalu bagus untuk menjadi kenyataan biasanya mengandung unsur penipuan atau skema ponzi.

Ketiga, berkonsultasilah dengan ahli syariah atau ulama yang kompeten. Jangan ragu bertanya jika menemukan model transaksi baru. Keempat, perbanyak sedekah untuk membersihkan harta dari hal-hal kecil yang mungkin luput dari perhatian. Sedekah berfungsi sebagai penyuci harta dari kesalahan yang tidak sengaja kita lakukan.

Ketenangan Hati adalah Kunci

Menghindari syubhat dalam transaksi akan memberikan dampak psikologis yang positif. Hati menjadi tenang karena kita yakin rezeki yang masuk adalah halal. Ketenangan ini akan berdampak pada keharmonisan rumah tangga. Anak dan istri akan tumbuh dengan asupan yang baik dan penuh berkah.

Allah SWT menjamin kecukupan bagi hamba-Nya yang bertakwa. Kita tidak perlu takut kehilangan peluang bisnis karena menghindari syubhat. Allah pasti akan menggantinya dengan peluang lain yang lebih baik dan lebih halal. Keyakinan ini harus tertanam kuat dalam dada setiap pengusaha Muslim.

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Mari kita berkomitmen untuk menjalankan bisnis sesuai tuntunan syariah. Jadikan setiap transaksi sebagai ladang pahala. Bisnis yang berkah tidak hanya menguntungkan di dunia, tetapi juga menyelamatkan di akhirat. Mulailah teliti dari sekarang dan tinggalkan segala keraguan demi ridha Ilahi.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement