Kalam
Beranda » Berita » Menyelaraskan Minimalisme dan Konsep Zuhud: Relevansi Kitab Riyadhus Shalihin di Era Modern

Menyelaraskan Minimalisme dan Konsep Zuhud: Relevansi Kitab Riyadhus Shalihin di Era Modern

Gaya hidup modern sering menjebak kita dalam siklus konsumsi tanpa henti. Orang berlomba menumpuk barang demi kepuasan sesaat. Kondisi ini memicu kelelahan mental yang luar biasa. Akhirnya, banyak orang beralih ke gaya hidup minimalisme. Tren ini menawarkan ketenangan melalui pengurangan kepemilikan materi. Namun, jauh sebelum tren ini muncul, Islam telah mengajarkan prinsip serupa. Kita mengenalnya sebagai konsep Zuhud.

Imam An-Nawawi membahas hal ini secara mendalam. Beliau menuliskannya dalam kitab legendaris, Riyadhus Shalihin. Kitab ini memuat panduan hidup yang sangat relevan hingga hari ini. Pembahasan tentang Zuhud menjadi oase di tengah gurun hedonisme. Mari kita bedah hubungannya lebih dalam.

Pertemuan Dua Filosofi Hidup

Minimalisme berfokus pada esensi barang. Penganutnya hanya menyimpan benda yang memberi nilai tambah. Mereka menyingkirkan kekacauan fisik untuk mendapat kejelasan pikiran. Konsep Zuhud dan minimalisme memiliki titik temu yang kuat. Keduanya menolak keterikatan berlebih pada dunia.

Namun, Zuhud memiliki dimensi spiritual yang lebih dalam. Zuhud bukan sekadar membuang barang. Zuhud adalah pekerjaan hati. Seseorang bisa saja kaya raya. Namun, hatinya tidak terikat pada kekayaan tersebut. Harta hanya ada di tangan, bukan di hati.

Dalam Riyadhus Shalihin, Imam An-Nawawi menyusun bab khusus tentang keutamaan Zuhud. Beliau mengutip berbagai hadis yang mengingatkan kita tentang hakikat dunia. Dunia hanyalah persinggahan sementara.

Membangun Etos Kerja Muslim yang Unggul Berdasarkan Kitab Riyadus Shalihin

Relevansi Riyadhus Shalihin Hari Ini

Kita hidup di era media sosial. Pamer kemewahan menjadi pemandangan sehari-hari. Algoritma memaksa kita untuk terus menginginkan lebih. Kita sering merasa kurang dan cemas. Inilah penyakit manusia modern.

Nasihat dalam Riyadhus Shalihin menjadi obat mujarab. Imam An-Nawawi mengajak pembaca untuk menata orientasi hidup. Beliau tidak melarang umat Islam menjadi kaya. Beliau hanya memperingatkan bahaya cinta dunia yang berlebihan.

Cinta dunia bisa melalaikan kewajiban kepada Sang Pencipta. Sifat rakus akan menggerogoti ketenangan jiwa. Pesan ini sangat “mengena” bagi generasi milenial dan Gen Z. Mereka sering kali terjebak dalam tekanan sosial atau fomo (fear of missing out).

Mengamalkan Zuhud membuat mental lebih sehat. Kita tidak mudah stres karena urusan materi. Kita belajar untuk merasa cukup atau Qana’ah. Sikap ini melahirkan kebahagiaan sejati. Kebahagiaan yang tidak bergantung pada jumlah saldo atau merek pakaian.

Memahami Zuhud dengan Benar

Banyak orang salah paham tentang Zuhud. Mereka mengira Zuhud berarti harus hidup melarat. Mereka berpikir harus meninggalkan dunia sepenuhnya. Padahal, pandangan ini kurang tepat.

Frugal Living Ala Nabi: Menemukan Kebahagiaan Lewat Pintu Qanaah

Islam menyukai mukmin yang kuat dan mandiri secara ekonomi. Kita boleh memiliki rumah bagus atau kendaraan nyaman. Kuncinya ada pada sikap batin kita. Jika harta itu hilang, kita tidak akan meratap berlebihan. Jika harta itu bertambah, kita tidak menjadi sombong.

Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadis yang dikutip dalam kitab tersebut:

“Zuhudlah terhadap dunia, maka Allah akan mencintaimu. Dan zuhudlah terhadap apa yang dimiliki orang lain, maka manusia akan mencintaimu.” (HR. Ibnu Majah)

Kutipan ini menegaskan posisi sosial seorang Zahid (orang yang Zuhud). Orang yang tidak rakus justru akan dihormati. Mereka tidak menjadi beban bagi orang lain. Mereka fokus memberi manfaat, bukan mengambil keuntungan.

Praktik Minimalisme Bernapas Islam

Menerapkan konsep Zuhud dan minimalisme bisa berjalan beriringan. Anda bisa memulainya dari hal sederhana. Kurangi belanja barang yang tidak perlu. Sumbangkan pakaian yang menumpuk di lemari. Rapikan rumah agar lebih nyaman untuk beribadah.

Strategi Membangun Masyarakat Madani Melalui Nilai-Nilai Hadis yang Autentik

Niatkan semua itu sebagai bentuk ibadah. Anda mengurangi barang agar lebih fokus mengingat Allah. Anda berhemat agar bisa lebih banyak bersedekah. Ini adalah level minimalisme yang lebih tinggi. Nilainya tidak hanya estetika, tetapi juga pahala.

Imam An-Nawawi mengajarkan kita untuk cerdas. Kita harus cerdas memilah mana kebutuhan dan mana keinginan. Riyadhus Shalihin membimbing kita membedakan fatamorgana dan keabadian.

Dunia ini hijau dan manis. Sangat mudah bagi kita untuk tergelincir. Oleh karena itu, kita butuh pegangan yang kuat. Membaca dan mentadaburi bab Zuhud dalam kitab ini adalah langkah awal yang tepat.

Kesimpulannya, minimalisme adalah jembatan modern menuju pola pikir sederhana. Sedangkan Zuhud adalah pondasi spiritualnya. Gabungan keduanya akan menghasilkan pribadi yang tangguh. Pribadi yang tenang di tengah hiruk-pikuk dunia. Kita bisa tetap relevan dengan zaman tanpa kehilangan jati diri sebagai hamba. Mari kita buka kembali lembaran Riyadhus Shalihin. Kita temukan kembali kedamaian yang hilang di sana.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement