Dunia politik sering kali identik dengan intrik dan perebutan kekuasaan yang panas. Banyak politisi saling serang demi menjatuhkan lawan. Suasana demokrasi kita kerap memanas akibat ujaran kebencian. Kondisi ini tentu membuat masyarakat merasa resah dan tidak nyaman. Padahal, Islam menawarkan konsep kepemimpinan yang sangat indah dan menyejukkan. Kita memiliki sosok teladan sempurna dalam memimpin umat dan negara. Sosok mulia itu adalah Nabi Muhammad SAW. Beliau mengajarkan etika politik santun yang mengedepankan akhlak dan kemanusiaan.
Rasulullah SAW berhasil membangun peradaban Madinah yang agung. Beliau tidak menggunakan cara-cara kotor atau kekerasan. Nabi menggunakan pendekatan kasih sayang dan kelembutan. Strategi ini terbukti efektif dalam menyatukan berbagai suku yang bertikai. Kita perlu menggali kembali nilai-nilai luhur tersebut. Penerapan akhlak Nabi sangat relevan untuk situasi politik Indonesia saat ini.
Landasan Kelembutan dalam Al-Quran
Allah SWT secara khusus memuji karakter lembut Rasulullah SAW. Sifat ini menjadi kunci keberhasilan dakwah dan kepemimpinan beliau. Allah berfirman dalam Al-Quran Surah Ali Imran ayat 159. Ayat ini menjadi fondasi utama bagi etika politik santun.
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS. Ali Imran: 159).
Ayat tersebut memberikan pesan yang sangat tegas. Seorang pemimpin harus memiliki hati yang lembut. Kekerasan dan sikap kasar hanya akan menciptakan jarak. Masyarakat akan lari meninggalkan pemimpin yang arogan. Rasulullah SAW selalu mendengar keluhan rakyatnya. Beliau merangkul kawan maupun lawan dengan penuh wibawa. Para politisi masa kini wajib meniru pendekatan persuasif ini.
Menghindari Ujaran Kebencian dan Fitnah
Kontestasi politik sering kali memicu penyebaran berita bohong atau hoaks. Orang-orang berlomba mencari kesalahan lawan politik. Mereka tidak segan memfitnah demi meraih suara. Rasulullah SAW sangat melarang perilaku tercela ini. Beliau menekankan pentingnya menjaga lisan. Keselamatan seorang muslim terletak pada kemampuannya menahan bicara buruk.
Nabi bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari.
“Seorang muslim adalah orang yang lidah dan tangannya tidak menyakiti muslim lain.” (HR. Bukhari).
Hadis ini menjadi tamparan keras bagi para penyebar kampanye hitam. Politik seharusnya menjadi ajang adu gagasan. Kita tidak boleh menjadikannya arena saling mencaci. Etika politik santun menuntut kita untuk berdebat dengan argumen yang sehat. Kita harus menghormati perbedaan pilihan politik saudara sebangsa. Persatuan bangsa jauh lebih berharga daripada ambisi kekuasaan sesaat.
Kejujuran sebagai Pilar Kepercayaan Publik
Modal utama seorang politisi adalah kepercayaan publik. Rasulullah SAW mendapat gelar Al-Amin jauh sebelum menjadi Nabi. Gelar ini berarti “orang yang dapat dipercaya”. Beliau tidak pernah berkhianat atau berbohong kepada penduduk Mekkah. Integritas inilah yang membuat beliau sangat disegani.
Politik modern membutuhkan sosok yang jujur dan amanah. Rakyat merindukan pemimpin yang menepati janji kampanye. Kebohongan mungkin bisa menipu orang untuk sementara waktu. Namun, kebenaran pasti akan terungkap pada akhirnya. Pemimpin yang jujur akan membawa ketenangan bagi rakyatnya. Sebaliknya, pemimpin yang curang akan mewariskan kehancuran.
Kita harus mendorong lahirnya politisi yang berkarakter Siddiq (jujur). Mereka harus berani mengatakan kebenaran meski pahit. Transparansi dalam pemerintahan merupakan wujud nyata dari sifat ini. Korupsi dan kolusi tidak akan terjadi jika pemimpin memegang teguh kejujuran.
Politik yang Menyatukan, Bukan Memecah Belah
Tujuan akhir dari politik dalam Islam adalah Rahmatan lil ‘Alamin. Politik harus membawa kebaikan bagi semesta alam. Rasulullah SAW menyatukan kaum Muhajirin dan Anshar dalam ikatan persaudaraan. Beliau juga membuat Piagam Madinah untuk melindungi hak-hak non-muslim. Ini adalah bukti nyata etika politik santun yang inklusif.
Politik identitas yang sempit sering kali merusak tenun kebangsaan kita. Kita perlu belajar cara Nabi mengelola keberagaman. Beliau tidak pernah membeda-bedakan perlakuan hukum berdasarkan suku atau ras. Keadilan berlaku bagi semua golongan. Sikap adil inilah yang menciptakan stabilitas keamanan negara.
Penutup: Mari Berpolitik dengan Akhlak
Indonesia membutuhkan angin segar dalam kancah perpolitikan. Kita harus meninggalkan cara-cara lama yang kasar dan destruktif. Saatnya kita kembali pada nilai-nilai kenabian. Mari kita praktikkan etika politik santun dalam setiap tahapan demokrasi.
Para elit politik harus memberi contoh yang baik. Masyarakat juga harus cerdas dalam memilih pemimpin. Pilihlah mereka yang memiliki rekam jejak akhlak terpuji. Jangan memilih pemimpin yang suka mencela dan memecah belah. Semoga Allah SWT membimbing bangsa kita menuju kemakmuran dan kedamaian. Mari kita wujudkan Indonesia yang bermartabat melalui politik yang beradab.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
