SURAU.CO. – Shalat Jum’at adalah kewajiban yang sangat utama dalam syariat Islam. Bahkan, banyak ulama menyebutkan bahwa meninggalkan shalat Jum’at tanpa sebab yang sah termasuk salah satu dosa besar. Kewajiban ini telah tegas dalam firman Allah pada Surah Al-Jumu’ah ayat 9, yang memerintahkan kaum muslimin untuk segera melaksanakan shalat Jum’at ketika panggilan (azan) telah berkumandang, serta meninggalkan segala bentuk perdagangan dan aktivitas lain.
Namun, kehidupan tidak selalu berjalan dalam kondisi ideal. Ada situasi-situasi tertentu yang membuat seseorang sulit menghadiri shalat Jum’at, seperti sakit, perjalanan (safar), atau bahkan kondisi cuaca ekstrim seperti hujan lebat. Pertanyaannya adalah: Apa hukum tidak shalat Jum’at karena hujan?
Apakah hujan dapat menjadi uzur yang benar menurut syariat? Apakah seseorang berdosa jika tidak pergi ke masjid karena cuaca buruk? Pembahasan ini sangat penting karena sering terjadi dalam masyarakat, apalagi pada wilayah tropis yang rawan hujan deras, badai, atau banjir.
Kewajiban Shalat Jum’at dalam Syariat Islam
Sebelum membahas pengecualian, kita perlu memahami dasar kewajiban shalat Jum’at. Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila diseru untuk melaksanakan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kalian kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.” (QS. Al-Jumu’ah: 9)
Ayat ini menunjukkan bahwa shalat Jum’at adalah kewajiban yang tidak boleh diremehkan. Dalam hadis-hadis sahih, Rasulullah ﷺ juga menegaskan beratnya ancaman bagi orang yang meninggalkan shalat Jum’at tanpa uzur.
Antara lain dalam hadis riwayat Muslim:
“Hendaklah suatu kaum berhenti meninggalkan shalat Jum’at atau Allah benar-benar akan mengunci hati mereka, kemudian mereka benar-benar menjadi orang-orang yang lalai.”
Ancaman ini menunjukkan bahwa hukum asal meninggalkan shalat Jum’at adalah haram dan termasuk dosa besar. Namun, syariat memberi keringanan pada kondisi tertentu, karena Islam tidak bermaksud menyulitkan umatnya.
Prinsip Islam: Menghilangkan Kesulitan
Salah satu prinsip penting dalam syariat adalah menghilangkan kesulitan (رفع الحرج). Allah berfirman:
“Allah tidak menghendaki kesulitan bagi kalian.” (QS. Al-Baqarah: 185)
Dan juga:
“Dia tidak menjadikan kesulitan dalam agama…” (QS. Al-Hajj: 78)
Prinsip inilah yang membuat Islam memberikan rukhshah (keringanan) dalam kondisi tertentu, termasuk ketika menghadapi cuaca buruk yang dapat membahayakan diri seseorang. Karena itu, ulama sejak masa salaf telah membahas apakah hujan termasuk uzur yang membolehkan meninggalkan shalat Jum’at atau jamaah.
Dalil Syariah tentang Uzur Hujan dalam Shalat Berjamaah
Banyak dalil menunjukkan bahwa hujan dapat menjadi alasan untuk tidak hadir ke masjid, baik untuk shalat berjamaah maupun shalat Jum’at.
a) Hadis Adzan yang Diubah saat Hujan
Hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim:
Ketika turun hujan atau cuaca sangat dingin, muadzin Nabi ﷺ berkata dalam adzan:
“Shallū fī rihālikum” (shalatlah kalian di rumah masing-masing).
Hadis ini menunjukkan bahwa hujan lebat dapat menjadi uzur untuk tidak hadir ke masjid. Walaupun konteksnya untuk shalat lima waktu, para ulama mengambil qiyas bahwa hukum ini juga berlaku untuk shalat Jum’at dalam kondisi tertentu.
b) Tidak Ada Kesulitan dalam Ibadah
Salah satu kaidah fikih berbunyi:
“Kesulitan mendatangkan kemudahan.” (المشقة تجلب التيسير)
Jika kondisi hujan menyebabkan kesulitan besar, maka syariat memberikan keringanan.
4. Pendapat Para Ulama tentang Tidak Shalat Jum’at Karena Hujan
Para ulama sepakat bahwa hujan dapat menjadi uzur syar’i, tetapi tingkatan hujannya menjadi pembeda apakah seseorang boleh meninggalkan shalat Jum’at atau tidak.
a) Mazhab Hanafi
Ulama Hanafi membolehkan meninggalkan shalat Jum’at jika hujan sangat lebat, sehingga seseorang mengalami kesulitan ekstrem untuk datang ke masjid.
b) Mazhab Maliki. Dalam mazhab Maliki, hujan yang membuat pakaian basah atau menyebabkan sakit adalah alasan yang dibenarkan untuk meninggalkan Jum’at dan cukup melaksanakan shalat Dzuhur.
c) Mazhab Syafi’i. Ulama Syafi’iyah, termasuk Imam Nawawi, menjelaskan:
“Hujan yang lebat yang membasahi pakaian dan sulit ditahan merupakan uzur untuk meninggalkan shalat Jum’at.”
Artinya, jika hujan kecil atau hanya gerimis, maka tidak dianggap uzur.
d) Mazhab Hanbali. Mazhab Hanbali memberikan keringanan paling luas. Menurut mereka:
- Hujan lebat,
- Jalanan berlumpur,
- Gelap gulita karena badai,
- Atau angin kencang,
merupakan alasan yang valid untuk tidak shalat Jum’at.
Kesimpulan dari empat mazhab:
Semua ulama sepakat bahwa hujan lebat yang menyebabkan kesulitan signifikan adalah uzur untuk tidak shalat Jum’at.
Batasan Hujan yang Merupakan Uzur
Tidak semua hujan menjadi alasan meninggalkan Jum’at. Para ulama mensyaratkan kondisi berikut:
1. Hujan Sangat Lebat
Bukan sekadar gerimis atau hujan ringan. Jika hujan benar-benar membasahi pakaian, mengganggu perjalanan, atau menghalangi penglihatan, maka menjadi uzur.
2. Adanya Bahaya
Jika hujan menyebabkan bahaya nyata:
- Banjir,
- Jalan licin,
- Angin kencang yang dapat menjatuhkan benda,
- Gelap akibat badai,
maka keringanan berlaku.
3. Tidak Ada Transportasi Aman
Jika seseorang harus berjalan kaki jauh atau melalui medan yang sulit, syariat memberikan rukhshah.
4. Masjid Terlalu Jauh
Jika jarak ke masjid tidak dapat ditempuh tanpa hujan membahayakan, maka uzur semakin kuat.
6. Apakah Cukup Shalat Dzuhur Jika Tidak Hadir Jum’at karena Hujan?
Jika seseorang tidak menghadiri shalat Jum’at karena uzur yang syar’i seperti hujan deras, maka ia menggantinya dengan shalat Dzuhur.
Ini berdasarkan kesepakatan ulama bahwa shalat Jum’at tidak dapat dilakukan secara sendiri atau di rumah, kecuali dalam keadaan tertentu yang ditetapkan dalam fiqih khusus.
Apakah Mendapat Dosa Jika Tidak Shalat Jum’at karena Hujan?
Jawabannya: Tidak berdosa jika hujan benar-benar menjadi uzur syar’i. Namun, seseorang berdosa jika:
- Hujan hanya rintik-rintik,
- Jalan aman,
- Tidak ada bahaya,
- Tetapi ia menjadikan hujan sebagai alasan malas.
Karena itu, masalah ini harus terukur dengan kejujuran diri masing-masing serta kondisi lingkungan.
Situasi yang Menjadi Uzur dan Yang Tidak
TermasukSituasi yang Menjadi Uzur
- Hujan sangat deras disertai angin kencang.
- Jalanan banjir dan membahayakan keselamatan.
- Perjalanan ke masjid jauh dan harus melewati daerah licin atau gelap.
- Ada peringatan cuaca ekstrem dari lembaga resmi.
Situasi yang Tidak Menjadi Uzur
- Hujan gerimis atau intensitas ringan.
- Ada kendaraan dan jalan aman.
- Hanya sekadar malas menghadiri Jum’at.
Hikmah Syariat Memberi Keringanan Karena Hujan
Syariat Islam memerhatikan keselamatan dan kenyamanan umat. Beberapa hikmah keringanan ini:
1. Menjaga keselamatan jiwa. Islam melarang seseorang menjerumuskan diri pada bahaya.
2. Menjaga kesehatan. Kedinginan ekstrem atau kehujanan dapat memicu penyakit.
3. Hindari kesulitan yang tidak perlu. Syariat tidak ingin membuat ibadah terasa terlalu berat.
4. Mengajarkan fleksibilitas Islam. Bahwa Islam tidak kaku, tetapi penuh rahmat dan kemudahan.
Bagaimana Sikap Berimbang dalam Menghadapi Hujan?
Dalam cuaca buruk, seorang muslim dianjurkan:
- Menilai kondisi secara objektif.
- Mengutamakan keselamatan diri dan keluarganya.
- Tidak menjadikan hujan sebagai alasan bermalas-malasan.
- Jika memungkinkan, tetap berusaha hadir.
Ulama Syafi’i menekankan bahwa seseorang tetap dianjurkan pergi ke masjid jika hal itu masih memungkinkan dan tidak membahayakan.
Hukum Tidak Shalat Jum’at Karena Hujan
1. Hukum asal meninggalkan shalat Jum’at adalah haram dan termasuk dosa besar.
2. Namun, hujan yang lebat, badai, banjir, atau kondisi cuaca ekstrem merupakan uzur syar’i yang membolehkan seseorang tidak menghadiri Jum’at.
3. Jika uzur terjadi, seseorang cukup mengerjakan shalat Dzuhur di rumah.
4. Tidak berdosa bagi orang yang meninggalkan Jum’at karena hujan yang menimbulkan kesulitan, bahaya, atau kerusakan.
5. Tetapi berdosa jika hujan ringan dan ia hanya menjadikannya alasan malas.
6. Islam memberikan rukhshah agar umatnya tidak terbebani batas kemampuannya.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
