SURAU.CO-Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam menjelaskan:
“Kadar cahaya hati dan rahasia jiwa tidak akan Diketahui, kecuali di alam Malakut. Hal tersebut sebagaimana cahaya langit yang tidak akan tampak, kecuali Disaksikan di alam semesta.”
Kita tidak akan pernah mengetahui besarnya cahaya Allah Swt. yang bersarang di hati kita dan banyaknya rahasia yang tersimpan dalam jiwa kita, kecuali kita mau menyaksikannya di alam Malakut (alam malaikat atau alam gaib). Tetapi ingatlah, bahwa kita tidak akan pernah mampu menembus alam Malakut, selama kita masih berada di dunia ini. Di sana, segala berita yang gaib bisa kita ketahui.
Perumpamaannya adalah seperti cahaya bulan, bintang, dan lain sebagainya yang ada di langit. Kita tidak akan pernah mampu menyaksikan semua itu, kecuali kita berada di bumi (alam fisik). Jikalau kita sedang berada di langit, maka kita tidak akan pernah menyaksikannya, karena semua itu berada di bawah kita. Begitu juga halnya jikalau kita berada di dalam tanah, karena mata kita tertutupi oleh gelapnya tanah. Oleh karena itu, penglihatan dan penilaian sejati terhadap cahaya ruhani kita membutuhkan perspektif alam Malakut yang lebih tinggi, menunjukkan betapa besarnya potensi spiritual yang kita miliki yang tak kasat mata di dunia materi.
Buah dari Ketaatan
Syekh Ibnu ‘Athaillah menyampaikan:
“Adanya buah ketaatan di dunia adalah kabar gembira bagi orang-orang yang beramal karena adanya balasan di akhirat kelak.”
Jikalau kita merasakan buah ketaatan yang selama ini kita jalankan, baik berupa kekhusyukan, keluasan rezeki, kebahagiaan, ketenangan jiwa, dan lain sebagainya, maka ketahuilah bahwa semua itu adalah kabar gembira bagi kita. Kita akan mendapat kenikmatan yang lebih baik di akhirat kelak dari kenikmatan yang kita dapatkan di dunia ini. Syukurilah dan teruslah rajin beribadah.
Dalam hal ini, memang ada dua jenis manusia. Di antara mereka, ada yang rajin menjalankan semua perintah-Nya, namun tetap berada di kubangan penderitaan hidup, seperti miskin, fakir, kesempitan, dan lain sebagainya. Akan tetapi, kenikmatan yang mereka rasakan bersama Sang Khaliq akan mengobati semua ini.
Di antara mereka ada juga yang rajin menjalankan semua perintah-Nya, dan mereka mendapatkan balasan kenikmatan yang tidak terhingga, baik balasan materi maupun ruhani. Jenis ini lebih beruntung dari jenis pertama, karena mereka merasakan dua kenikmatan, yaitu di dunia dan akhirat. Dan, Allah Swt. memberikan karunia-Nya kepada siapa pun yang Dia inginkan.
Kedua jenis balasan ini juga akan Dialami oleh para pelaku maksiat (balasan buruk). Intinya, kita akan mendapatkan balasan, apa pun amalan kita selama hidup di dunia ini, baik disegerakan maupun diakhirkan.
Meminta Imbalan Amalan
Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari mengajukan pertanyaan:
“Bagaimana bisa kita meminta imbalan dari suatu amalan yang Allah Swt. sedekahkan kepada kita? Atau, bagaimana mungkin kita meminta balasan dari ketulusan yang Dia hadiahkan kepada kita?!”
Jikalau kita rajin beramal saleh dan menjalankan semua perintah Allah Swt., maka janganlah kita merasa berhak mendapatkan imbalan dari-Nya. Kita ini hanyalah hamba yang sedang menjalankan kewajiban. Semua yang Dia berikan kepada kita adalah bentuk kemuliaan dan kebaikan-Nya kepada kita.
Sama halnya, apakah kita tidak menyaksikan bagaimana jikalau seorang budak bekerja bagi tuannya, apakah ia mendapatkan upah?! Tidak, sama sekali tidak. Ia bekerja dengan suka rela untuk kepentingan majikannya. Tidak ada upah yang akan Dia terima. Hanya saja, tuannya berkewajiban memberinya makan dan berbuat baik kepadanya. Ini adalah contoh di antara manusia yang harus menunaikan kewajiban. Dan, Allah Swt. lebih mulia daripada manusia, tidak ada seorang pun yang mampu menyuruh-Nya untuk melakukan ini dan itu. Sesuatu yang kita dapatkan adalah kebaikan-Nya, bukan imbalan amalan kita.
Kemudian, jangan pula kita meminta balasan-Nya karena kita ikhlas beribadah kepada-Nya. Apakah kita tidak tahu bahwa kita bisa seperti itu karena karunia-Nya? Jikalau bukan karena karunia-Nya, maka kita akan terus terjebak di dalam kesyirikan. Dan, tahukah kita balasannya?! Ya, nerakalah balasannya.
Syukurilah semua yang Allah berikan kepada kita, dan jangan menuntut. Keteguhan kita berada di jalan ketaatan adalah bagian dari karunia-Nya. Janganlah kita membanggakan amalan kita di hadapan-Nya. Kita hanya bisa selamat dengan rahmat-Nya, bukan karena amalan kita semata. Amalan hanyalah tangga menuju rahmat-Nya. Jikalau Allah menginginkan kita sampai, maka kita akan sampai di sisi-Nya. Jikalau tidak, maka kita tidak akan pernah sampai, walaupun kita beribadah seumur hidup kita.(St.Diyar)
Referensi : Atha’illah as-Sakandari, Kitab Al-Hikam (penerjemah : D.A. Pakih Sati)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
