Kisah
Beranda » Berita » Pasca Wafatnya Rasulullah: Sikap Abu Bakar Menghadapi Kemurtadan

Pasca Wafatnya Rasulullah: Sikap Abu Bakar Menghadapi Kemurtadan

Ilustrasi by Meta AI.

SURAU.CO – Wafatnya Rasulullah Muhammad SAW membawa duka mendalam bagi seluruh umat Islam. Kematian beliau bukan hanya kehilangan seorang pemimpin. Itu adalah pukulan besar bagi stabilitas komunitas Muslim yang baru terbentuk. Banyak orang yang sebelumnya memeluk Islam mulai goyah imannya. Ini memicu gelombang kemurtadan yang masif. Khususnya terjadi di luar kota Madinah. Namun, di tengah krisis ini, Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq tampil dengan keteguhan iman luar biasa. Ia mengambil tindakan tegas untuk menyelamatkan Islam dari ancaman perpecahan.

Duka Umat dan Ancaman Kemurtadan

Kabar wafatnya Rasulullah SAW pada hari Senin, 12 Rabiul Awal tahun ke-11 Hijriyah, mengguncang Madinah. Duka menyelimuti setiap Muslim. Ada sebagian orang yang tidak percaya kabar ini. Umar bin Khattab, misalnya, sempat bersikeras bahwa Nabi tidak meninggal. Ia bahkan mengancam akan memenggal kepala siapa pun yang menyebarkan berita itu.

Di sisi lain, di luar Madinah, kondisi jauh lebih mengkhawatirkan. Banyak suku dan kabilah yang sebelumnya menyatakan keislaman mulai berpaling. Ini merupakan gelombang kemurtadan (riddah) yang besar. Beberapa pemimpin bahkan mengklaim diri sebagai nabi baru. Sebut saja Musailamah Al-Kadzdzab di Yamamah, Thulaihah bin Khuwailid di Najd, Sajjah binti Haritsah di Irak, dan Al-Aswad Al-Ansi di Yaman. Mereka menarik banyak pengikut.

Selain itu, kelompok lain muncul dengan menolak membayar zakat kepada pemerintah Madinah. Meskipun mereka masih mengakui dua kalimat syahadat, mereka beranggapan bahwa zakat hanya wajib dibayarkan kepada Nabi Muhammad SAW secara langsung. Mereka melihat wafatnya Nabi sebagai alasan untuk tidak lagi tunduk pada hukum Islam ini.

Kepemimpinan Abu Bakar: Menenangkan Hati Umat

Di tengah kebingungan dan kepanikan, Abu Bakar Ash-Shiddiq tampil sebagai sosok penyelamat. Ia mendatangi masjid, tempat Umar berteriak menolak kabar wafatnya Nabi. Abu Bakar menenangkan Umar. Ia kemudian menyampaikan sebuah ayat dari Al-Qur’an yang artinya:

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu akan berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imran: 144)

Ayat ini menghantam hati Umar. Ia tersadar. Air mata membasahi pipinya. Semua yang hadir di masjid itu merasakan ketenangan. Mereka memahami bahwa Nabi hanyalah seorang manusia. Setelah itu, umat Islam di Madinah bersepakat. Mereka memilih Abu Bakar sebagai Khalifah pertama. Ini merupakan langkah krusial untuk menjaga persatuan.

Tiga Kelompok Pembangkang Pasca-Nabi

Situasi pasca-Nabi sangat kompleks. Secara garis besar, Abu Bakar mengidentifikasi tiga kelompok utama yang menentang kekhalifahan:

  1. Orang Murtad Total: Kelompok ini benar-benar meninggalkan Islam. Mereka kembali ke agama nenek moyang atau mengikuti nabi palsu yang bermunculan.

  2. Orang Murtad Sebagian (Al-Mutamarridin): Kelompok ini mengaku Muslim. Namun, mereka menolak sebagian syariat Islam. Mereka tidak mau shalat, puasa, atau haji.

    Mengelola Amarah Menurut Hadis: Panduan Praktis Menahan Emosi Sesuai Tuntunan Nabi

  3. Penolak Zakat: Kelompok ini mengakui keesaan Allah dan kenabian Muhammad. Mereka tetap shalat dan puasa. Namun, mereka menolak membayar zakat kepada pemerintah Madinah. Mereka beranggapan, kewajiban zakat gugur setelah Nabi wafat. Mereka melihat zakat sebagai bentuk upeti pribadi kepada Nabi.

Sikap Tegas Abu Bakar dalam Menghadapi Kemurtadan

Abu Bakar menghadapi tekanan besar dari para sahabat senior. Banyak dari mereka, termasuk Umar bin Khattab, mengusulkan pendekatan yang lebih lunak. Mereka berpendapat bahwa memerangi orang yang mengucapkan syahadat itu tidak dibenarkan.

Konsistensi Hukum Islam

Namun demikian, Abu Bakar menunjukkan ketegasan luar biasa. Ia berpegang teguh pada ajaran Rasulullah. Beliau bersikeras bahwa zakat adalah rukun Islam yang tak terpisahkan dari shalat. “Demi Allah,” ujarnya, “aku akan memerangi siapa saja yang memisahkan shalat dan zakat.” Ia juga menegaskan bahwa zakat adalah hak Allah. Kaum Muslimin harus menunaikannya kepada pemerintah Madinah.

Umar dan sahabat lainnya ragu. Mereka berkata, “Bagaimana engkau akan memerangi orang-orang yang telah mengucapkan Laa Ilaaha Illallah?” Abu Bakar menjawab, “Bukankah Rasulullah telah mengatakan: ‘Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan Laa Ilaaha Illallah dan mendirikan shalat serta menunaikan zakat. Apabila mereka telah melakukannya, maka darah dan harta mereka terpelihara dari diriku kecuali dengan hak Islam.'”

Argumentasi Kuat dan Komitmen pada Sunnah Nabi

Abu Bakar melanjutkan, “Demi Allah, jika mereka menolak seekor tali unta yang pernah mereka bayarkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, niscaya aku akan memerangi mereka atas penolakannya itu.” Argumentasi ini sangat kuat. Ini menunjukkan komitmen Abu Bakar terhadap sunnah Nabi. Ia tidak mau mengubah syariat demi menghadapi tekanan politik. Ketegasan ini pada akhirnya menyadarkan para sahabat. Mereka pun mendukung penuh keputusan Abu Bakar.

Membangun Resiliensi Mental yang Kokoh Melalui Konsep Mujahadah

Setelah mengamankan dukungan para sahabat, Abu Bakar menyusun strategi militer yang matang. Ia ingin menumpas semua gerakan murtad. Ia mengumpulkan seluruh pasukan Muslim yang ada.

Pembentukan Pasukan Ekspedisi

Abu Bakar membentuk 11 pasukan ekspedisi. Setiap pasukan memiliki komandannya masing-masing. Mereka adalah para sahabat Nabi yang berpengalaman dalam perang. Nama-nama seperti Khalid bin Walid, Ikrimah bin Abu Jahal, dan Syurahbil bin Hasanah memimpin pasukan-pasukan ini.

Setiap pasukan memiliki tugas spesifik. Mereka harus menghadapi kelompok murtad di wilayah tertentu. Khalid bin Walid, misalnya, ditugaskan untuk memerangi Musailamah Al-Kadzdzab. Sementara itu, Ikrimah bin Abu Jahal dikirim untuk menghadapi orang-orang murtad di Yaman. Strategi pembagian wilayah ini sangat efektif. Ini memungkinkan Kekhalifahan menangani beberapa front sekaligus.

Sebelum memberangkatkan pasukan, Abu Bakar mengeluarkan surat perintah perang yang sangat jelas. Surat itu menjelaskan konsekuensi bagi siapa pun yang menolak kembali ke Islam atau menolak membayar zakat. Mereka akan diperangi. Namun, jika mereka bertaubat dan menunaikan kewajiban, mereka akan diampuni. Ini adalah ultimatum tegas.

Abu Bakar menetapkan prioritas. Ia memerintahkan pasukannya untuk menghadapi nabi-nabi palsu terlebih dahulu. Setelah itu, mereka baru menghadapi kelompok penolak zakat. Kebijakan ini sangat cerdas. Ini menghancurkan sumber utama perpecahan dan ancaman terhadap akidah Islam.

Kemenangan Islam dan Konsolidasi Kekhalifahan

Strategi Abu Bakar membuahkan hasil. Pasukan Muslim meraih kemenangan demi kemenangan. Mereka berhasil menumpas semua kelompok murtad dan nabi palsu. Khalid bin Walid, dengan keahlian militernya, berhasil mengalahkan Musailamah Al-Kadzdzab dalam Pertempuran Yamamah. Perang ini memang memakan banyak korban dari pihak Muslim. Namun demikian, ia berhasil mengakhiri ancaman nabi palsu terbesar.

Kemenangan ini mengembalikan stabilitas Kekhalifahan. Umat Islam kembali bersatu di bawah panji Islam. Ini menunjukkan ketegasan Abu Bakar dan kekuatan Islam. Persatuan ini menjadi fondasi bagi ekspansi Islam di masa-masa berikutnya.

Hikmah dari Menghadapi Gerakan Riddah

Peristiwa menghadapi gerakan riddah ini memberikan banyak hikmah berharga.

  1. Keteguhan Pemimpin: Keteguhan Abu Bakar dalam mempertahankan prinsip Islam adalah teladan utama. Ia tidak berkompromi dengan kebenaran, meskipun menghadapi tekanan dari para sahabat senior.

  2. Pentingnya Zakat: Peristiwa ini menegaskan bahwa zakat adalah rukun Islam yang fundamental. Ia tidak dapat dipisahkan dari syariat Islam lainnya.

  3. Ujian Keimanan: Gelombang kemurtadan ini menjadi ujian keimanan bagi seluruh umat. Hanya orang-orang yang imannya kuat yang tetap teguh.

  4. Persatuan Umat: Kemenangan atas riddah menunjukkan pentingnya persatuan. Umat Islam harus bersatu di bawah satu kepemimpinan.

  5. Perlindungan Akidah: Abu Bakar telah melindungi akidah Islam dari penyimpangan. Ia memastikan ajaran Islam tetap murni.

Dengan demikian, kisah Abu Bakar menghadapi kemurtadan adalah bukti nyata kekuatan iman dan kepemimpinan yang bijaksana. Ini adalah bagian penting dalam sejarah Islam yang mengukuhkan fondasi umat.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement