SURAU.CO-Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam menjelaskan:
“Allah Swt. menjadikan kita di alam pertengahan, yaitu antara alam materi-Nya dan alam Malakut-Nya. Hal tersebut agar Dia dapat mengajarkan kepada kita mengenai kemuliaan kedudukan kita di antara para makhluk-Nya, dan bahwa kita adalah mutiara yang tersembunyi dalam kulit ciptaan-Nya.”
Ketahuilah bahwa kita adalah makhluk Allah Swt. yang Dia muliakan di antara sekalian makhluk-Nya. Kita memiliki akal untuk berpikir. Kita memiliki nafsu untuk berkeinginan, sehingga kita bisa makan jikalau lapar, minum jikalau haus, tidur jikalau mengantuk, dan banyak lagi yang bisa kita lakukan. Dengan semua potensi yang Dia berikan ini, kita bisa mencapai kedudukan para malaikat, bahkan lebih, yaitu jikalau kita memanfaatkan potensi untuk menghambakan diri kepada-Nya. Sebaliknya, kita juga bisa lebih hina dari binatang, yaitu ketika kita hanya menuruti segala keinginan hawa nafsu dan sama sekali tidak ada keinginan menjalankan perintah-Nya.
Alam Materi dan Malakut
Allah Swt. menempatkan kita di antara dua alam yang Dia ciptakan, yaitu alam materi, yang merupakan tempat kita berpijak, dan alam malakut, yang merupakan atap tempat kita berlindung. Semua ini Dia lakukan hanyalah untuk satu tujuan, yaitu agar kita mengetahui kemuliaan kedudukan kita di antara semua makhluk-Nya.
Dengan makhluk apakah kita ingin membandingkan diri kita?! Jawabannya tetap sama. Kita tetap lebih mempunyai kesempatan untuk hidup mulia. Jikalau ingin membandingkan diri kita dengan para malaikat, maka mereka bertempat di atas kita, bukan di bumi ini. Mereka hanya bisa turun ke bumi dengan izin-Nya, tidak lain dan tidak bukan. Jikalau kita ingin membandingkan diri kita dengan jin dan setan, maka sangat jauh sekali jarak di antara keduanya. Sama sekali tidak sepadan.
Ingatlah, kita adalah permata kemuliaan yang Dia ciptakan, kemudian Dia tempatkan di bagian strategis, yaitu di antara dua alam. Syukurilah dan jangan pernah mengufuri-Nya. Jalankanlah semua perintah-Nya, dan jauhi segala larangan-Nya. Itu merupakan salah satu bentuk syukur terbesar yang layak kita persembahkan ke hadirat-Nya.
Kemampuan Alam dalam Menampung Kita
Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari mengajarkan perbedaan antara fisik dan ruhani:
“Alam semesta mampu menampung jasmani kita, akan tetapi tidak mampu sisi ruhani kita.”
Apakah kita pernah berdiri di puncak tertinggi di bumi ini, baik itu gunung, atau puncak tebing, dan lain sebagainya?! Jikalau belum, maka cobalah melakukannya. Jikalau sudah, maka apakah kita pernah memperhatikan sebesar apa badan kita dibandingkan alam semesta ini?!
Lakukanlah, atau cobalah untuk memikirkannya. Kita akan mendapati bahwa kita hanyalah manusia kecil yang sama sekali tidak ada artinya di alam semesta ini. Jikalau kita sedang berdiri, maka berapa besar tanah yang kita pakai? Kecil, dan sangat sedikit sekali. Bagi alam yang luas ini, kita bukanlah apa-apa. Alam masih sanggup menampung badan kita.
Namun, ketahuilah, di balik badan kita yang kecil ini, ada potensi spiritual yang besar dan tidak mampu ditampung oleh alam semesta, yaitu cahaya rabbani. Cahaya ini berada dalam diri kita. Dengan cahaya tersebut, kita mampu menyingkap rahasia-rahasia yang ada di balik sesuatu. Kita menjadi bijaksana dalam menyikapi keadaannya. Itulah cahaya-Nya yang hanya Dia berikan kepada orang-orang yang Dia inginkan. Jikalau cahaya itu Dia tempatkan di luar diri kita, maka alam semesta ini akan hancur.
Jangan Sampai Kita Terpenjara oleh Diri Sendiri
Syekh Ibnu ‘Athaillah memberikan peringatan keras:
“Orang yang berada di alam semesta ini dan belum terbukakan baginya medan gaib, maka ia terpenjara oleh materi-materi yang berada di sekelilingnya, dan ditahan di dalam istana dirinya.”
Kita adalah salah satu makhluk Allah Swt. yang berada di alam semesta ini. Kita diberikan amanah oleh Allah Swt. untuk memimpin dan mengelola dunia dengan baik. Akan tetapi, ada satu hal yang perlu kita ingat. Jikalau kita belum dibukakan medan gaib yang membuat kita mampu menyelami kedalaman hati, maka berarti kita masih terpenjara oleh materi-materi yang berada di sekeliling kita, serta istana yang ada di dalam diri kita sendiri (ego).
Tahukah kita, menurut Syekh Ibnu ‘Athaillah bahwa semua itu adalah penyebab yang membuat kita terhijab dari cahaya-Nya. Hati kita menjadi gelap gulita dan dipenuhi debu-debu maksiat. Jikalau kita ingin membebaskan diri, maka bersihkanlah segala dosa dan hapuskanlah noda-nodanya. Kesempatan yang kita miliki hanya sementara, manfaatkanlah dengan sebaik-baiknya. Terbanglah bersama cahaya-Nya menuju medan gaib, agar kita bisa merasakan sesuatu yang tidak mampu manusia kebanyakan rasakan.(St.Diyar)
Referensi : Atha’illah as-Sakandari, Kitab Al-Hikam (penerjemah : D.A. Pakih Sati)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
