Khazanah
Beranda » Berita » Luruhnya Kehebatan Diri di Hadapan Sifat-Sifat-Nya: Pelajaran dari Al-Hikam yang Menjernihkan Hati

Luruhnya Kehebatan Diri di Hadapan Sifat-Sifat-Nya: Pelajaran dari Al-Hikam yang Menjernihkan Hati

Ilustrasi seseorang yang memuji dirinya sendiri.
Ilustrasi seseorang yang memuji dirinya sendiri.

SURAU.CO-Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari  dalam kitab Al-Hikam menjelaskan:

“Tidak ada yang bisa mengeluarkan kita dari sifat takabur (sombong), kecuali sifat agung Allah Swt.

Jikalau selama ini kita merasa memiliki sifat-sifat yang sempurna dibandingkan orang lain, sehingga membuat kita sombong dan merasa lebih hebat dari mereka, maka ada satu cara untuk membebaskan kita darinya, yaitu menyaksikan kehebatan sifat-sifat Allah Swt.

Saat Diri Merasa Mulia, Saksikan Kemulian Allah

Andaikan selama ini kita merasa mulia, maka saksikanlah kemuliaan-Nya sehingga kita akan merasa kecil dan hina. Jikalau kita merasa hebat, maka saksikanlah bagaimana kehebatan-Nya, sehingga kita akan merasa tidak berguna. Jikalau kita merasa berilmu, maka saksikanlah ilmu-Nya, sehingga kita akan merasa bodoh. Dan, masih banyak lagi sifat-sifat yang terkadang kita banggakan dalam kehidupan, yang semua itu dapat terkikis dengan menyaksikan sifat-Nya Yang Maha Agung.

Cukuplah. Janganlah kita berhasrat membanggakan diri, sebab kita hanyalah manusia hina yang berasal dari air yang hina dina. Dengan merenungi keagungan-Nya secara terus-menerus, pandangan kita terhadap diri sendiri akan berubah secara fundamental, menyadari bahwa segala kesempurnaan hakiki hanyalah milik-Nya, sehingga kerendahan hati (tawadhu’) tertanam tanpa perlu kita mengakuinya. Ini adalah satu-satunya jalan untuk menghancurkan akar takabur dalam hati.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Kesibukan Seorang Mukmin

Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari mengingatkan :

“Seorang mukmin sibuk dengan memuji Allah Swt. daripada berterima kasih kepada diri sendiri. Dan, ia juga disibukkan oleh hak-hak-Nya daripada mengingat bagiannya.

Seorang mukmin yang hatinya sudah terpenuhi dengan cahaya Allah Swt. maka ia akan sibuk memuji-Nya daripada sering menyebut kehebatan dirinya yang mampu melakukan suatu pekerjaan. Dia adalah Zat Yang Maha Kuasa, yang mampu melakukan apa pun yang Dia inginkan. Dia-lah Maha Raja sehingga hanya diri-Nya-lah yang layak kita puji dan sanjung.

Maksud berterima kasih kepada diri sendiri adalah merasa hebat ketika berhasil melakukan suatu pekerjaan, seolah hanya dirinya yang berkontribusi dalam melakukan sesuatu tanpa ada bantuan siapa pun. Ini jelas sebuah pemahaman yang salah. Sebab, bagaimanapun, Dia-lah yang mengizinkan kita untuk berhasil mengerjakan pekerjaan kita. Sedangkan rasa terima kasih kepada diri sendiri karena Allah Swt. telah menciptakan kita merupakan bagian dari kesempurnaan iman.

Selain itu, seorang mukmin juga sibuk menjalankan berbagai kewajibannya kepada Allah Swt. Misalnya, sibuk melaksanakan salat, puasa, dan lain sebagainya. Ia tidak pernah lupa mensyukuri segala nikmat yang Dia berikan. Jikalau dalam setiap detik ada saja nikmat yang Dia terima, tentu ia harus terus-menerus bersyukur, sehingga ia lupa dengan bagiannya (hak yang harus ia terima dari orang lain).

Sikap yang Benar Terhadap Musibah

Sedangkan terhadap hak yang harus dia terima dari orang lain, ia boleh memintanya. Misalnya, ia berhak menerima gaji karena telah bekerja kepada orang lain. Jikalau hak tersebut tidak kita berikan, maka ia bisa menuntutnya di pengadilan.

Intinya, Syekh Ibnu ‘Athaillah menegaskan bahwa  seorang mukmin harus menyibukkan diri dengan berbagai kewajiban yang Allah Swt. bebankan kepadanya. Jangan pernah melalaikannya. Janganlah kita mendahulukan kepentingan kita daripada Allah, sebab kita sendiri yang akan merasakan kerugian. Jikalau kita sudah menjalankan kewajiban-Nya, maka kita pasti akan mendapatkan hak kita. Jangan takut! Fokus utama seorang mukmin adalah menunaikan hak Ubudiyah (penghambaan), dan hak-hak duniawi akan mengikutinya sebagai konsekuensi dari perhatian Allah Swt.(St.Diyar)

Referensi : Atha’illah as-Sakandari, Kitab Al-Hikam (penerjemah : D.A. Pakih Sati)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement