SURAU.CO-Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari dalam Al-Hikam mendefinisikan:
“Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang sinarnya melapangkan dada dan cahayanya menyingkap hati.”
Tuntutlah ilmu sebanyak-banyaknya, sebab ilmu adalah harta yang tidak akan pernah berkurang. Menambah ilmu secara terus-menerus tidak akan merisaukan kita. Ilmu akan menghilangkan tanda kejahilan dari kening kita.
Jikalau ilmu yang kita miliki bermanfaat bagi dunia dan akhirat kita, serta berguna bagi orang lain, maka dada kita akan lapang oleh sinarnya, sehingga segala jenis syahwat dan maksiat yang menutupinya akan lenyap. Selain itu, cahaya ilmu juga akan membukakan tabir rahasia kita. Sehingga, kita mampu melihat hikmah di balik sebuah peristiwa. Derajat kita akan naik di hadapan Allah Swt., penduduk langit, dan penduduk bumi.
Jikalau sebelumnya kita Direndahkan, maka ilmu yang bermanfaat akan membuat kita Dimuliakan. Ilmu tidak akan menuntun kita, kecuali menuju surga-Nya yang luas dan penuh kenikmatan. Tidak ada yang bisa kita lakukan pada saat ini, kecuali belajar dan mengamalkan ilmu kita. Dan, jangan lupa, ajarkanlah kepada orang lain, agar nikmat ilmu yang Dia berikan bisa menyebar rata kepada makhluk-Nya.
Sebaik-baik Ilmu
Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari menggarisbawahi:
“Sebaik-baik ilmu adalah ilmu yang disertai rasa takut kepada Allah Swt.”
Jikalau kita telah mempelajari dan mengetahui berbagai cabang keilmuan, maka hendaklah kita mengetahui bahwa sebaik-baik ilmu adalah yang disertai rasa takut kepada-Nya. Kita merasa takut jikalau ilmu yang kita kuasai justru semakin membuat kita jauh dari hidayah-Nya dan semakin menenggelamkan kita dalam maksiat.
Jangan sampai ilmu yang kita pelajari dan kuasai justru menyeret kita memasuki neraka-Nya. Hal ini akan terjadi ketika ilmu itu kita gunakan bukan untuk mendapatkan keridaan-Nya, tetapi hanya untuk meraih jabatan, ketenangan, uang, dan lain sebagainya. Walaupun ilmu yang kita pelajari adalah ilmu agama, namun sikap seperti ini justru akan membuat kita merana.
Pelajarilah ilmu apa pun yang kita inginkan, selama hal itu tidak terlarang dalam syariat. Namun, ingatlah, bahwa kita tidak akan mendapatkan hasil yang baik, kecuali kita menyertainya dengan rasa takut kepada-Nya.
Ilmu: Antara Manfaat dan Bencana
Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari memperingatkan:
“Jikalau ilmu disertai dengan rasa takut kepada Allah Swt., maka ia akan menjadi kebaikan bagi kita. Sedangkan ilmu yang tidak disertai rasa takut kepada-Nya, maka ia justru akan menjadi bencana bagi kita.”
Apa pun ilmu yang kita pelajari dan kuasai, sertakanlah selalu dengan rasa takut kepada Allah Swt. agar bermanfaat di dunia dan akhirat. Gunakanlah ilmu tersebut di dunia hanya dalam kebaikan, seperti berdakwah untuk mengeluarkan masyarakat dari kejahilan, membela kebenaran, dan meninggikan kalimat-Nya di muka bumi ini. Maka, di akhirat kelak, kita akan mendapatkan surga-Nya yang penuh dengan segala kenikmatan, yang luasnya melebihi langit dan bumi.
Namun, jikalau kita tidak menyertai ilmu dengan rasa takut kepada-Nya, maka ilmu justru akan menghancurkan kita, baik di dunia maupun akhirat. Kita akan menjadi sarang cacian manusia di dunia, bahkan kita akan Dikucilkan. Jikalau kita ahli membuat kunci, kemudian kita memanfaatkannya untuk membantu para pencuri, bukankah masyarakat akan mencela kita?! Ya, sertakanlah rasa takut dalam setiap ilmu yang kita kuasai. Insya Allah, ilmu tersebut akan mengantarkan kita menuju surga-Nya.
Celaan Manusia dan Pengetahuan Allah
Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari berpesan:
“Jikalau kita merasa sakit ketika orang-orang berpaling atau mencaci kita, maka serahkanlah diri kita semuanya kepada ilmu Allah Swt. Jikalau ilmu-Nya tidak membuat kita puas, maka musibah yang kita hadapi (ketidakpuasan kita terhadap ilmu-Nya) lebih parah dari musibah cacian manusia terhadap kita.”
Ketika orang-orang tidak menghargai kita dan berpaling ketika bertemu dengan kita, maka janganlah kita merasa sakit hati. Serahkanlah semuanya kepada Allah Swt. Dia Maha Mengetahui semua yang terbaik buat kita. Begitu juga jikalau mereka mencaci kita. Jangan takut dan jangan bersedih. Semua itu berada dalam skenario-Nya. Jalani saja sebaik-baiknya. Barangkali, ada hikmah terbaik yang akan kita dapatkan di balik semua itu.
Pujian manusia dan hinaan mereka tidak akan membuat kita hina di hadapan-Nya, selama kita konsisten menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Secara lahir, tindakan mereka itu memang menyakitkan. Bagaimana tidak, ketika kita bertemu dengan mereka, maka mereka memalingkan muka dari kita. Ketika kita mengungkapkan sesuatu kepada mereka, maka mereka justru mencela kita. Tetapi, bersabarlah. Serahkanlah semuanya kepada ketentuan dan ilmu-Nya.
Jikalau kita Ditetapkan bahagia di Lauh Mahfuzh, maka tidak akan ada yang mampu menjatuhkan kita, walaupun semua orang menghina kita. Sebaliknya, jikalau kita Ditetapkan sengsara di Lauh Mahfuzh, maka tidak akan ada seorang pun yang mampu membahagiakan kita, walaupun semua orang memuji kita.
Namun, jikalau kita tidak merasa tenang dengan ketentuan dan ilmu-Nya, maka kita telah mendapatkan musibah yang paling besar, bahkan lebih besar dari semua cacian dan hinaan yang kita terima. Bagaimana tidak, musibah pertama yang kita terima hanyalah berkaitan dengan dunia. Sedangkan musibah kedua adalah musibah yang berkaitan dengan agama. Kita telah melecehkan dan meremehkan ilmu-Nya; padahal Allah Swt. adalah Pengendali segala kejadian di dunia ini. Bagaimanapun, musibah agama lebih bahaya daripada musibah dunia.(St.Diyar)
Referensi : Atha’illah as-Sakandari, Kitab Al-Hikam (penerjemah : D.A. Pakih Sati)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
