Khazanah
Beranda » Berita » Fana-nya Dunia, Baqa’-nya Allah: Renungan dari Ibnu ‘Athaillah dalam Al-Hikam

Fana-nya Dunia, Baqa’-nya Allah: Renungan dari Ibnu ‘Athaillah dalam Al-Hikam

Ilustrasi hamba yang menundukkan hati dalam doa yang tulus kepada Allah.
Ilustrasi hamba yang menundukkan hati dalam doa yang tulus kepada Allah.

SURAU.CO-Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari  dalam Al-Hikam mengingatkan kita:

“Jikalau kita tidak ingin dipecat, maka janganlah memegang jabatan yang tidak abadi.

Sebagian orang sangat senang ketika memegang jabatan ini atau itu, seolah-olah ia mendapatkan sesuatu yang didambakannya selama ini. Dalam pandangan mereka, mereka akan dihormati oleh semua orang dengan adanya jabatan yang disandang, serta tidak akan ada seorang pun yang berani mengusik dan merendahkan mereka. Namun, apabila suatu hari mereka Dipecat atau habis masa jabatannya, maka mereka akan kecewa dan bersedih. Penghormatan yang mereka terima selama ini akan berkurang, atau bahkan hilang tidak berbekas.

Ketahuilah, jikalau kita tidak ingin Dipecat dari jabatan kita, maka janganlah memegang jabatan dunia. Sebab, di negeri ini tidak ada satu pun yang abadi. Ibarat kita memegang uang, apakah uang yang kita miliki itu akan terus bertahan?! Tentu tidak, uang tersebut akan habis sedikit demi sedikit untuk belanja ini dan itu. Itulah kehidupan dunia yang penuh dengan kefanaan.

Jikalau kita menginginkan jabatan yang tidak akan ada habisnya, maka terimalah jabatan dari Allah Swt., yaitu sebagai wali-Nya yang menyebarkan ajaran-Nya kepada para makhluk. Kita tidak akan pernah Dipecat karena kita selalu berada di jalur yang benar. Kita bukan saja akan mendapatkan keuntungan di dunia, namun juga di akhirat. Penghormatan yang Diberikan kepada kita oleh makhluk pun bukan tipuan semata, namun nyata.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Pertarungan Dua Sisi

Syekh Ibnu ‘Athaillah menggambarkan konflik batin:

“Jikalau permulaan sesuatu membuat kita senang, maka akhirnya akan membuat kita bosan. Jikalau zhahir (lahiriah) kita mengajak untuk melakukan hal tersebut, maka batin (hati) kita akan melarangnya.

Nafsu memang akan selalu mengajak kita untuk melakukan dan mencintai sesuatu yang menjauhkan kita dari Allah Swt. Misalnya, nafsu mengajak kita tamak terhadap jabatan, berfoya-foya dengan harta, dan lain sebagainya. Sikap-sikap seperti ini sama sekali tidak akan mendekatkan kita kepada-Nya, bahkan justru akan semakin menjauhkan kita dari-Nya. Kita akan kehilangan cahaya di dalam hati, sehingga kita buta dan tidak mengetahui jalan menuju hadirat-Nya.

Ketahuilah, jikalau awal sesuatu membuat kita senang melakukannya, maka kita justru akan merasakan kebosanan di akhirnya, bahkan sebelum itu kita sudah merasa jemu. Antara lahir dan batin saling kontradiksi dalam menyikapi masalah ini. Perintah zhahir untuk melakukan sesuatu didorong oleh nafsu di bawah kendali setan. Sedangkan perintah batin akan melawannya karena hati kecil tidak akan pernah berdusta. Hati kecil itu berada di bawah kendali Ar-Rahman.

Maka dari itu, jikalau kita menginginkan sesuatu, berharaplah sesuatu itu akan mendekatkan kita kepada Allah Swt. Janganlah kita tamak dengan sesuatu yang tidak akan abadi. Kita sendiri yang akan merasakan akibatnya di akhirat kelak.

Sikap yang Benar Terhadap Musibah

Bersikap Zuhud di Dunia

Syekh Ibnu ‘Athaillah  mengungkap tujuan hakiki dunia:

“Sesungguhnya, Allah Swt. menjadikan dunia sebagai tempat debu-debu dan sarang segala kotoran dengan tujuan agar kita zuhud (tidak terlalu mencintai dunia).”

Apakah kita mengetahui hakikat kehidupan dunia ini?! Ya, dunia ini hanyalah sarang segala debu yang membuat kita terhalang mengetahui rahasia-Nya, dan sarang segala kotoran yang membuat kita terhalang mendapatkan cahaya-Nya. Akibatnya, jikalau kita terbenam di dalamnya, maka kita akan larut dalam lumpur kegelapan. Sehingga, kita tidak mendapatkan cahaya hidayah-Nya dan tidak mengetahui jalan lurus menuju makrifat-Nya.

Allah Swt. sengaja menjadikan dunia sarang segala keburukan agar kita tidak mencintai dan tergila-gila mendapatkan kenikmatannya. Ketahuilah, bahwa semua kenikmatan yang kita saksikan di muka bumi adalah semu. Segala yang kita lihat adalah menipu. Janganlah kita tergoda sehingga meninggalkan kenikmatan hakiki demi kenikmatan palsu.

Jikalau kita ingin tamak, maka rakuslah terhadap sesuatu yang ada di sisi-Nya. Kita tidak akan merugi karena kenikmatan yang kita dapatkan adalah abadi yang tidak akan tergantikan oleh apa pun.

Filosofi Bathok Bolu Isi Madu: Kemuliaan Hati di Balik Kesederhanaan

Cara Allah Membebaskan Kita

Syekh Ibnu ‘Athaillah menjelaskan hikmah musibah:

“Allah Swt. mengetahui bahwa kita tidak akan menerima nasihat begitu saja, sehingga Dia membuat kita merasakan pahitnya musibah agar kita mudah meninggalkan dunia.”

Allah Swt. Maha Mengetahui. Sebelum kita ada, Dia sudah mengetahui segala yang akan terjadi kepada kita. Baik atau buruk sudah ada dalam catatan-Nya di Lauh Mahfuzh. Fitrah kita memang tidak akan bisa melepaskan diri dari dunia begitu saja. Sebab, kita memiliki hasrat yang besar untuk mencintainya.

Jikalau kita hanya mendapatkan nasihat, maka kita belum tentu mau menjalankannya. Sebab, terkadang kita justru lebih Dikuasai oleh hawa nafsu. Berapa kali kita membaca Al-Qur’an dan hadis, namun itu sama sekali tidak mampu menghalangi kita. Berapa banyak nasihat yang kita dengarkan dari para ulama dan shalihin, namun sama sekali tidak ada efeknya.

Oleh karena itu, Allah Swt. memberikan kita musibah, sehingga kita bisa merasakan pahitnya dunia. Agar kita sadar bahwa manisnya kenikmatan yang kita rasakan selama ini tidaklah abadi, tetapi semu. Dengan begitu, kita mudah membebaskan diri darinya, kemudian menggunakan segenap waktu dan kekuatan kita untuk beribadah kepada-Nya.(St.Diyar)

Referensi : Atha’illah as-Sakandari, Kitab Al-Hikam (penerjemah : D.A. Pakih Sati)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement