Khazanah
Beranda » Berita » Cahaya yang Hilang, Hati yang Gelisah: Renungan Ibnu ‘Athaillah dalam Al-Hikam

Cahaya yang Hilang, Hati yang Gelisah: Renungan Ibnu ‘Athaillah dalam Al-Hikam

Ilustrasi hamba yang menyucikan diri dengan berdzikir.
Ilustrasi hamba yang menyucikan diri dengan berdzikir.

SURAU.CO-Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari  dalam Al-Hikam mengingatkan kita:

 “Kegelisahan dan kesedihan yang dirasakan hati adalah karena pandangan yang dihalangi (terhijab).”

Hati memang tidak akan selalu mampu mempertahankan cahaya Allah Swt. Jikalau cahaya tersebut menyinari hati, maka kita akan senang. Jikalau cahaya itu terhijab, maka kita akan merasakan kesedihan.

Ketahuilah, bahwa kebahagiaan yang hakiki itu bukanlah terletak pada jumlah harta yang kita miliki, atau jumlah istri yang kita nikahi, atau jumlah anak yang kita tanggung. Tidak, sama sekali tidak. Tetapi, kebahagiaan itu terletak ketika kita mampu hidup bersama Sang Khaliq di jalan kebenaran.

Jikalau kita sedang atau selalu dirundung kesedihan, maka ketahuilah bahwa hati kita sedang terhijab dari-Nya. Sehingga, kita buta dan tidak mendapatkan cahaya-Nya. Singkaplah tabir hati kita segera dengan amalan saleh dan ibadah-ibadah yang telah Allah Swt. tunjukkan kepada kita. Mudah-mudahan hati kita kembali mendapatkan cahaya-Nya dan hidup dalam kebahagiaan yang hakiki.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Cobalah kita lihat dan perhatikan kehidupan para sahabat, wali, dan orang saleh. Mereka hidup dalam keadaan miskin dan papa, namun hati mereka selalu dikelilingi kebahagiaan. Seolah-olah, semua yang ada di dunia ini kecil dan tidak ada artinya sama sekali dalam pandangan mereka. Semua itu tidak akan terjadi, kecuali hati mereka telah mendapatkan cahaya-Nya.

Kesempurnaan Nikmat

Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari menggambarkan nikmat yang paripurna:

“Di antara bentuk kesempurnaan nikmat Allah Swt. yang Dia berikan kepada kita adalah ketika Dia memberikan rezeki yang cukup kepada kita, serta menghindarkan dari sesuatu yang akan membinasakan kita.”

Apakah kita sudah mengetahui bentuk kesempurnaan nikmat Allah Swt. yang Dia berikan kepada kita?! Jikalau belum, maka ketahuilah bahwa salah satu bentuk kesempurnaan nikmat-Nya yang Dia karuniakan kepada kita adalah ketika Dia memberikan rezeki yang cukup bagi kita. Apa pun bentuk rezeki tersebut, baik makanan, minuman, pakaian, dan materi lainnya. Serta, mencakup nikmat ruhiyah seperti qana’ah (merasa cukup), zuhud (tidak tamak), dan lain sebagainya.

Selain itu, Allah Swt. menghindarkan kita dari segala sesuatu yang akan mencelakakan kita. Misalnya, menjauhkan dari kesedihan, kegalauan, kefakiran yang membuat kita kufur, dan lain sebagainya. Allah Swt. tidak pernah menginginkan kita berada di jurang kehancuran. Oleh karena itu, berusahalah mendapatkan kesempurnaan nikmat ini dengan mengoptimalkan ibadah kepada-Nya. Jalankanlah semua perintah-Nya dan jauhi setiap larangan-Nya. Jikalau kita telah berhasil mewujudkan semua ini, maka kita akan hidup bahagia di dunia maupun akhirat. Orang lain akan memasuki surga dengan merangkak, maka kita akan memasukinya secepat kilat.

Sikap yang Benar Terhadap Musibah

Hubungan Antara Senang dan Sedih

Syekh Ibnu ‘Athaillah dalam Al-Hikam menyimpulkan hukum sebab-akibat emosional:

“Jikalau sesuatu yang membuat kita senang berkurang, maka akan berkurang pula sesuatu yang membuat kita sedih.”

Mungkin, kita adalah orang yang bisa bahagia dengan adanya harta, hura-hura, anak-anak, keluarga, dan lain sebagainya. Namun, hal itu sama sekali tidak akan mendekatkan kita kepada Allah Swt. Jikalau kita suatu hari kehilangan salah satu di antaranya, maka ketahuilah bahwa kita akan bersedih.

Misalnya, kita memiliki mobil Ferrari, dan kita merasa senang karena memilikinya. Sebelum kita menikmatinya terlalu jauh, maka ketahuilah terlebih dahulu bahwa kita harus bersiap-siap menghadapi kesedihan jikalau suatu hari mobil tersebut rusak atau hilang. Besarnya kebahagiaan yang kita dapatkan dari mobil itu sebesar itu juga kadar kesedihan yang akan diberikannya kepada kita.

Ingatlah, tidak ada satu pun yang abadi di dunia ini. Kalaupun kita kaya, maka kekayaan yang kita miliki itu hanyalah semu. Bahagia karena kekayaan adalah kebahagiaan yang semu. Sedangkan kebahagiaan yang hakiki berada dalam kebersamaan kita dengan Allah Swt.

Filosofi Bathok Bolu Isi Madu: Kemuliaan Hati di Balik Kesederhanaan

Janganlah kita mencintai sesuatu yang justru akan membuat kita bersedih ketika kehilangannya. Cintailah sesuatu itu sekadarnya saja, dan jangan berlebihan. Sebab, sesuatu itu akan hilang dan binasa seiring berjalannya waktu. Semua harta dan kemewahan itu tidak terlarang, namun gunakanlah semua itu sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah Swt.(St.Diyar)

Referensi : Atha’illah as-Sakandari, Kitab Al-Hikam (penerjemah : D.A. Pakih Sati)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement