Khazanah
Beranda » Berita » Cinta yang Membebaskan dan Cinta yang Memperbudak: Pesan Al-Hikam untuk Jiwa

Cinta yang Membebaskan dan Cinta yang Memperbudak: Pesan Al-Hikam untuk Jiwa

Ilustrasi seorang muslim yang bemunajat kepada Allah.
Ilustrasi seorang muslim yang bemunajat kepada Allah.

SURAU.CO-Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari  dalam Al-Hikam menjelaskan:

“Tidaklah kita mencintai sesuatu, kecuali kita menjadi hambanya. Dan Allah Swt. tidak suka jikalau kita menjadi hamba selain-Nya.

Jikalau kita mencintai sesuatu yang Allah Swt. tidak perintahkan untuk itu, maka kita telah menyinggung hak rububiyah-Nya. Konsekuensi mencintai sesuatu adalah menaatinya. Artinya, ketika kita mencintai istri dengan porsi yang berlebihan, berarti kita telah menjadi budaknya. Begitu juga halnya dengan uang. Jikalau kita mencintai uang dengan berlebihan, maka dengan sendirinya kita telah menjadi hamba uang.

Ketahuilah, bahwa Allah Swt. tidak ingin kita mencintai selain-Nya. Hanya Dia-lah yang berhak kita cintai sepenuhnya. Bukankah Dia yang telah memberikan kita kehidupan? Sehingga, kita bisa bernapas, berjalan, berbicara, dan lain sebagainya. Bukankah Dia yang memberikan kita rezeki? Sehingga, kita bisa membeli apa pun yang kita inginkan. Maka, bagaimana mungkin kita mencintai selain-Nya, padahal Dia-lah yang menanggung hidup kita? Takutlah dengan azab dan ancaman-Nya!

Aturan Allah untuk Kebaikan Kita

Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari menuturkan:

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

“Ketaatan kita tidak akan memberikan manfaat kepada Allah Swt. Dan, maksiat kita tidak akan membahayakan-Nya. Dia memerintahkan kita melakukan ini dan melarang kita mengerjakan itu karena manfaatnya akan kembali kepada kita sendiri.”

Jikalau kita beribadah sepanjang hidup dan tidak pernah meninggalkannya sedikit pun, maka itu sama sekali tidak akan memberikan manfaat kepada Allah Swt. Dia lebih mulia dari yang kita bayangkan. Bahkan, kalaupun semua penduduk bumi ini beribadah dan tidak ada seorang pun yang bermaksiat kepada-Nya, maka itu sama sekali tidak akan menambah kemuliaan-Nya.

Sebaliknya, jikalau kita bermaksiat kepada-Nya, bahkan mencapai tingkatan paling besar sekalipun, maka itu tidak akan membahayakan-Nya sedikit pun. Kemuliaan Allah Swt. tidak akan cuil atau bergeser gara-gara maksiat yang kita lakukan. Jangankan kita, kalaupun seluruh pendudukan dunia ini bersekutu melanggar aturan-Nya, maka kekuasaan-Nya tidak akan berkurang sedikit pun. Ingatlah itu baik-baik!

Semua yang Allah Swt. perintahkan dan larang kepada kita, maka itu juga untuk kebaikan diri kita sendiri. Jikalau kita taat, maka kita juga yang akan merasakan kebahagiaan di dunia dan Akhirat. Begitu juga halnya jikalau kita bermaksiat kepada-Nya.

Kemuliaan Allah Tidak Akan Goyah

Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari mempertegas keagungan rububiyah:

Sikap yang Benar Terhadap Musibah

“Kemuliaan Allah Swt. tidak akan bertambah jikalau ada yang menghadapkan diri kepada-Nya. Dan, kemuliaan-Nya juga tidak akan berkurang jikalau ada yang berpaling dari-Nya.”

Apakah kita menyangka bahwa ketaatan yang kita lakukan akan menambah kemuliaan Allah Swt.? Dan, apakah kita menyangka bahwa maksiat yang kita lakukan akan mengurangi keagungan-Nya? Tidak, sama sekali tidak. Semua itu tidak akan memengaruhi kekuasaan Allah Swt. Kemuliaan Allah Swt. adalah sesuatu yang bersifat tetap, tidak akan mengalami pertambahan dan pengurangan. Jikalau seluruh penduduk bumi ini bersepakat menaati-Nya, dan tidak seorang pun yang mengingkari-Nya, maka kemuliaan-Nya tidak akan bertambah sedikit pun. Dan, jikalau semuanya bersepakat mengingkari-Nya dan bermaksiat kepada-Nya, maka itu juga tidak akan mengurangi kemuliaan-Nya.

Menurut Syekh Ibnu ‘Athaillah, kita sendirilah yang akan merasakan efek perbuatan kita. Jikalau kita taat kepada-Nya, maka kita bahagia. Sebaliknya, jikalau kita mengingkari-Nya, maka kita akan sengsara. Tentukanlah pilihan kita. Jikalau kita berakal, kita tentu akan mengisi hari-hari kita dengan ketaatan kepada-Nya. (St.Diyar)

Referensi : Atha’illah as-Sakandari, Kitab Al-Hikam (penerjemah : D.A. Pakih Sati)

Filosofi Bathok Bolu Isi Madu: Kemuliaan Hati di Balik Kesederhanaan

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement