Era digital mengubah cara kita berinteraksi secara drastis. Media sosial kini menjadi wadah utama pertukaran informasi. Namun, kemudahan ini sering membawa dampak negatif. Ujaran kebencian, fitnah, dan berita bohong menyebar dengan sangat cepat. Sebagai umat Islam, kita wajib menjaga etika di dunia maya. Kita bisa merujuk pada pedoman abadi dalam kitab Riyadus Shalihin karya Imam An-Nawawi. Kitab ini menawarkan panduan relevan untuk menjadi netizen yang berakhlak mulia pada Adab Netizen Saleh Menurut Riyadus Shalihin.
Berikut adalah implementasi adab dari Riyadus Shalihin untuk kehidupan digital kita.
Menjaga Lisan (dan Jari) adalah Kunci Keselamatan
Dalam dunia digital, lisan kita terwakili oleh jari-jemari. Ketikan komentar kita memiliki dampak yang sama dengan ucapan verbal. Imam An-Nawawi menempatkan bab tentang menjaga lisan pada bagian awal kitabnya. Hal ini menunjukkan urgensi mengontrol perkataan.
Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadis yang sangat populer:
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Netizen saleh akan berpikir dua kali sebelum menekan tombol kirim. Mereka akan menyaring setiap kata. Jika komentar tersebut menyakiti hati orang lain, mereka memilih diam. Mereka tidak akan membiarkan jari mereka mengetik cacian. Prinsip ini sangat sederhana namun sulit dalam praktik. Diam adalah emas ketika ucapan hanya memicu perdebatan kusir.
Melakukan Tabayyun Sebelum Menyebarkan Berita
Penyakit utama media sosial adalah penyebaran hoax. Banyak orang membagikan informasi tanpa memeriksa kebenarannya terlebih dahulu. Tombol share atau forward sering kali menjadi sumber dosa jariyah. Riyadus Shalihin memuat peringatan keras mengenai hal ini.
Dalam bab larangan berdusta, terdapat hadis yang sangat relevan:
“Cukuplah seseorang dikatakan berdusta jika ia menceritakan segala apa yang ia dengar.” (HR. Muslim)
Hadis ini menampar kebiasaan buruk netizen modern. Kita sering meneruskan pesan WhatsApp hanya karena judulnya bombastis. Seorang netizen saleh akan melakukan verifikasi atau tabayyun. Mereka mencari sumber terpercaya sebelum membagikan ulang. Jika ragu, mereka akan menahan informasi tersebut. Menghentikan rantai kebohongan adalah tindakan mulia.
Menghindari Ghibah dan Namimah Digital
Media sosial sering menjadi ajang pamer aib dan mengadu domba. Akun gosip memiliki jutaan pengikut. Kolom komentar penuh dengan gunjingan atau ghibah. Lebih parah lagi, ada provokator yang melakukan namimah (adu domba).
Imam An-Nawawi memasukkan banyak riwayat tentang bahaya perilaku ini. Beliau mengutip hadis Nabi SAW:
“Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu domba.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Netizen yang bijak tidak akan terlibat dalam akun gosip. Mereka tidak akan menyebarkan tangkapan layar (screenshot) percakapan pribadi untuk mempermalukan orang lain. Menutup aib saudara sesama Muslim adalah kewajiban. Allah akan menutup aib orang yang menjaga aib saudaranya. Hindari forum atau grup yang hanya membicarakan keburukan orang lain.
Menebarkan Perdamaian dan Kelembutan
Algoritma media sosial sering mempromosikan konten yang memicu emosi. Namun, Islam mengajarkan kelembutan. Kita harus melawan arus kebencian dengan narasi damai. Riyadus Shalihin menekankan pentingnya kelembutan dalam berinteraksi.
Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah Maha Lembut dan menyukai kelembutan dalam segala urusan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Gunakanlah media sosial untuk menyambung silaturahmi. Tulislah status yang menyejukkan hati pembaca. Berikanlah komentar yang memotivasi, bukan menjatuhkan. Dakwah di media sosial harus menggunakan cara yang santun. Kata-kata kasar tidak akan menarik simpati orang lain. Kelembutan justru akan meluluhkan hati yang keras.
Meninggalkan Perdebatan yang Tidak Berguna
Kita sering menemui “perang komentar” di Facebook atau Twitter. Perdebatan ini biasanya tidak berujung dan hanya membuang waktu. Seringkali, ego mendominasi diskusi tersebut. Riyadus Shalihin mengajarkan kita untuk meninggalkan perdebatan meskipun kita berada di pihak yang benar.
Tujuannya adalah menjaga hati agar tidak keras. Meninggalkan debat kusir di internet menyelamatkan kita dari emosi negatif. Gunakan waktu online untuk hal produktif. Membaca artikel bermanfaat jauh lebih baik daripada meladeni troll internet.
Kesimpulan
Kitab Riyadus Shalihin bukan hanya bacaan untuk santri di pesantren. Isinya sangat relevan untuk memandu perilaku kita di dunia maya. Menjadi netizen saleh berarti sadar penuh atas segala aktivitas digital kita. Setiap like, komentar, dan share akan dimintai pertanggungjawaban.
Mari kita jadikan media sosial sebagai ladang pahala. Tahanlah jari dari menyakiti orang lain. Saringlah informasi sebelum membagikannya. Jadilah agen perdamaian di tengah riuh rendahnya dunia maya. Dengan begitu, teknologi akan membawa berkah, bukan musibah bagi keimanan kita.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
