Kehidupan modern sering kali menjebak manusia dalam sikap individualis. Kita sering lupa menengok kondisi orang di sekitar. Padahal, Islam sangat menekankan aspek sosial. Imam An-Nawawi merekam hal ini dengan indah. Beliau menuliskan bab khusus dalam kitab legendarisnya. Kita mengenal kitab itu sebagai Riyadhus Shalihin. Bab tersebut membahas keutamaan memenuhi kebutuhan saudara muslim. Mari kita menyelami kembali pesan Membantu Sesama dalam Islam ini.
Kitab Riyadhus Shalihin bukan sekadar kumpulan teks kuno. Buku ini menjadi panduan hidup yang relevan sepanjang masa. Imam An-Nawawi menyusun hadits-hadits pilihan dengan sangat sistematis. Salah satu bab krusial mengulas tentang Qadha’i Hawa’ijil Muslimin. Bab ini mengajarkan kita untuk peduli pada urusan orang lain. Kepedulian ini menjadi pondasi utama solidaritas kemanusiaan.
Esensi Persaudaraan yang Mengakar
Islam membangun masyarakat di atas pondasi persaudaraan. Kita tidak boleh membiarkan saudara kita menderita sendirian. Rasulullah SAW memberikan teladan nyata dalam hal ini. Beliau selalu hadir membantu para sahabat. Sikap ini menciptakan ikatan emosional yang kuat. Masyarakat madani terbentuk dari rasa saling menanggung beban.
Anda perlu memahami bahwa bantuan tidak melulu soal uang. Bantuan bisa berupa tenaga atau pikiran. Bahkan, mendengarkan keluh kesah teman juga termasuk bantuan. Kita memberikan dukungan moral kepada mereka. Hal kecil ini bisa berdampak besar bagi mental seseorang.
Imam An-Nawawi menukil sebuah hadits populer dalam bab ini. Hadits ini menjadi dalil utama bagi pegiat sosial. Rasulullah SAW menjanjikan balasan luar biasa bagi para penolong. Berikut adalah kutipan hadits tersebut apa adanya:
“Barangsiapa yang meringankan (menghilangkan) kesulitan seorang muslim di dunia, maka Allah akan meringankan (menghilangkan) kesulitannya di hari kiamat kelak. Barangsiapa yang memberikan kemudahan kepada orang yang mengalami kesulitan (utang), maka Allah akan memudahkan baginya dan dunia dan akhirat. Barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR. Muslim)
Analisis Mendalam tentang Solidaritas
Mari kita bedah hadits di atas secara mendalam. Teks tersebut mengandung hubungan sebab-akibat yang pasti. Allah mengaitkan aksi duniawi dengan balasan ukhrawi. Anda membantu orang di dunia, Allah membantu Anda di akhirat. Ini adalah tawaran investasi yang sangat menguntungkan. Tidak ada kerugian dalam perniagaan dengan Tuhan.
Poin penting lainnya adalah tentang menutupi aib. Membantu Sesama dalam Islam juga berarti menjaga kehormatan orang lain. Era media sosial sering memicu kita mengumbar aib. Kita merasa berhak menghakimi kesalahan orang lain. Padahal, Riyadhus Shalihin mengajarkan sebaliknya. Kita harus menjadi “pakaian” bagi saudara kita. Menutup aib mereka mendatangkan perlindungan Allah bagi aib kita sendiri.
Kalimat terakhir hadits tersebut sangatlah powerful. Allah memposisikan diri-Nya sebagai penolong bagi hamba yang peduli. Bayangkan Allah senantiasa mendampingi hidup Anda. Syaratnya cukup sederhana namun berat. Anda harus konsisten menolong orang lain. Solidaritas kemanusiaan ini memancing turunnya rahmat Ilahi.
Kontekstualisasi di Era Modern
Dunia saat ini sedang menghadapi banyak krisis. Bencana alam terjadi di mana-mana. Masalah ekonomi menghimpit banyak keluarga. Kesehatan mental juga menjadi isu serius. Kita perlu membuka kembali lembaran Riyadhus Shalihin. Kita harus menerjemahkan teks tersebut ke dalam aksi nyata.
Komunitas muslim harus menjadi garda terdepan. Kita bisa mulai dari lingkungan terdekat. Coba perhatikan tetangga sebelah rumah. Apakah mereka makan dengan layak hari ini? Apakah anak-anak mereka bisa bersekolah? Pertanyaan-pertanyaan ini harus mengusik nurani kita.
Gerakan filantropi Islam berkembang pesat belakangan ini. Lembaga zakat dan sedekah bermunculan. Ini membuktikan semangat hadits tersebut masih hidup. Namun, kita tidak boleh hanya mengandalkan lembaga. Aksi personal tetap memiliki nilai spiritual tersendiri. Sentuhan langsung Anda kepada mereka yang membutuhkan memberi kehangatan berbeda.
Membangun Peradaban Empati
Imam An-Nawawi ingin membentuk karakter umat yang peka. Beliau tidak ingin umat Islam menjadi egois. Membaca ulang bab ini menyegarkan kembali visi tersebut. Kita diajak untuk meruntuhkan tembok egoisme. Kita diajak membangun jembatan empati.
Peradaban yang kuat lahir dari masyarakat yang saling peduli. Hukum rimba tidak berlaku dalam konsep ini. Yang kuat membantu yang lemah. Yang kaya menyokong yang miskin. Siklus kebaikan ini akan berputar terus-menerus. Inilah definisi sejati dari kemajuan peradaban.
Mari kita praktikkan ajaran ini mulai sekarang. Jangan menunggu menjadi kaya untuk memberi. Jangan menunggu menjadi pejabat untuk melayani. Lakukan apa yang bisa Anda lakukan saat ini. Niatkan semata-mata mencari ridha Allah SWT.
Semoga refleksi singkat atas bab Membantu Sesama dalam Islam ini bermanfaat. Kita berharap bisa menjadi pribadi yang lebih bermanfaat. Mari hidupkan semangat Riyadhus Shalihin dalam keseharian kita. Solidaritas kemanusiaan adalah kunci kebahagiaan dunia dan akhirat.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
