Era digital telah mengubah wajah interaksi sosial kita secara drastis. Pertemuan tatap muka kini sering tergantikan oleh notifikasi layar ponsel. Kita lebih sering menyapa lewat ketikan jari daripada lisan. Perubahan ini membawa tantangan baru dalam menjaga persaudaraan sesama muslim. Banyak orang merasa bebas berkomentar tanpa memikirkan perasaan saudaranya. Padahal, Islam telah mengatur adab pergaulan dengan sangat rinci.
Salah satu rujukan utama dalam memperbaiki akhlak adalah kitab Riyadush Shalihin. Karya fenomenal Imam An-Nawawi ini memuat ribuan hadis sahih. Terdapat satu bab khusus yang sangat relevan dengan kondisi hari ini. Bab tersebut membahas tentang kasih sayang dan persaudaraan. Kita perlu menengok kembali nasihat Nabi Muhammad SAW dalam kitab ini. Tujuannya adalah untuk membangun ukhuwah virtual yang sehat dan penuh berkah.
Urgensi Kasih Sayang di Ruang Maya
Media sosial sering kali menjadi ladang caci maki. Perbedaan pendapat sedikit saja bisa memicu perang komentar. Netizen seolah lupa bahwa akun di seberang sana adalah manusia. Mereka memiliki hati dan perasaan yang sama. Imam An-Nawawi menempatkan hadis-hadis tentang kasih sayang di bagian awal untuk menekankan urgensinya.
Kita harus sadar bahwa jejak digital itu abadi. Malaikat mencatat setiap huruf yang kita ketik. Oleh karena itu, kita wajib menghadirkan rasa kasih sayang dalam setiap interaksi daring. Kita harus memperlakukan saudara seiman di dunia maya layaknya di dunia nyata.
Dalam Riyadush Shalihin, Nabi Muhammad SAW memberikan perumpamaan yang indah. Beliau menggambarkan ikatan mukmin sebagai satu tubuh yang utuh.
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini mengajarkan empati tingkat tinggi. Saat melihat saudara kita tertimpa musibah di beranda media sosial, kita harusnya berempati. Jangan justru menjadikan musibah mereka sebagai bahan candaan atau konten. Membangun ukhuwah virtual berarti kita ikut merasakan kesedihan mereka. Kita mendoakan kebaikan, bukan menyebarkan aib mereka demi engagement.
Menjadi Sumber Kedamaian, Bukan Kebencian
Algoritma media sosial sering mempromosikan konten yang memicu emosi. Berita bohong dan adu domba menyebar lebih cepat daripada kebenaran. Sebagai muslim yang mengaji Riyadush Shalihin, kita harus menjadi agen perdamaian.
Rasulullah SAW menekankan pentingnya menebar kasih sayang kepada penduduk bumi. Beliau menjanjikan balasan kasih sayang dari Allah SWT bagi pelakunya.
“Orang-orang yang penyayang niscaya akan disayangi pula oleh ar-Rahman (Allah). Sayangilah yang di bumi, niscaya Yang di atas langit akan menyayangi kalian.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Aplikasi hadis ini di dunia maya sangat sederhana namun berdampak besar. Kita bisa memulainya dengan menahan diri dari debat kusir. Kita juga bisa memberikan komentar yang menyejukkan hati. Tombol “share” harus kita gunakan untuk menyebar kebaikan saja. Jika ada konten provokatif, kita wajib menahan jempol untuk tidak ikut menyebarkannya. Sikap ini akan menciptakan lingkungan digital yang damai.
Menutup Aib Saudara di Era Keterbukaan
Salah satu penyakit kronis di media sosial adalah doxing atau menyebar data pribadi. Orang berlomba-lomba membongkar kesalahan orang lain. Padahal, Islam sangat melarang tindakan membuka aib saudara sendiri.
Imam An-Nawawi mencantumkan hadis tentang keutamaan menutup aib. Hal ini menjadi peringatan keras bagi para pengguna internet.
“Tidaklah seorang hamba menutup aib hamba lainnya di dunia, melainkan Allah akan menutup aibnya di hari kiamat.” (HR. Muslim)
Prinsip membangun ukhuwah virtual menuntut kita menjaga kehormatan orang lain. Jangan sampai kita menjadi viral karena membuka aib seseorang. Kita mungkin mendapat kepuasan sesaat atau pujian dari netizen lain. Namun, ancaman di akhirat sangatlah nyata. Allah akan membuka aib kita di hadapan seluruh makhluk jika kita tidak bertobat.
Oleh karena itu, mari kita bijak dalam bermedia sosial. Saring informasi sebelum sharing. Pastikan konten kita tidak menyakiti hati orang lain. Jadikan akun media sosial kita sebagai ladang pahala jariyah.
Kesimpulan
Teknologi boleh berubah, namun nilai Islam tetap abadi. Kitab Riyadush Shalihin memberikan panduan jelas untuk berinteraksi dengan penuh kasih sayang. Kita harus membawa semangat ini ke dalam ruang-ruang digital.
Mari kita mulai membangun ukhuwah virtual dari diri sendiri. Ubah komentar negatif menjadi doa. Ubah kebencian menjadi nasihat yang lembut. Dengan begitu, kita telah mengamalkan sunah Nabi di era modern ini. Semoga Allah membimbing jari-jemari kita menuju rida-Nya.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
