Beranda » Berita » Budaya Tabayyun di Era Post-Truth: Menangkal Hoaks dengan Hikmah Riyadus Shalihin

Budaya Tabayyun di Era Post-Truth: Menangkal Hoaks dengan Hikmah Riyadus Shalihin

Dunia digital membawa arus informasi yang begitu deras. Kita bisa mengakses berita dari berbagai belahan dunia dalam hitungan detik. Namun, kemudahan ini membawa tantangan besar. Kita kini hidup di era post-truth. Kebenaran fakta sering kali kalah oleh emosi dan keyakinan pribadi. Hoaks dan fitnah menyebar lebih cepat daripada kebenaran. Umat Islam perlu membentengi diri dengan budaya Tabayyun.

Kitab legendaris Riyadus Shalihin karya Imam An-Nawawi menawarkan solusi relevan. Kitab ini tidak hanya membahas ibadah ritual. Imam An-Nawawi juga menyoroti etika komunikasi sosial. Beliau memberikan panduan tegas tentang bahaya lisan dan penyebaran informasi. Nasihat ini sangat krusial bagi pengguna media sosial saat ini.

Memahami Bahaya Era Post-Truth

Era post-truth mengaburkan batas antara fakta dan opini. Orang cenderung membagikan konten yang sesuai dengan selera mereka. Mereka sering mengabaikan validitas sumber berita tersebut. Algoritma media sosial juga memperparah kondisi ini. Konten sensasional sering kali mendapatkan panggung lebih besar. Akibatnya, masyarakat mudah terprovokasi oleh judul berita yang menipu (clickbait).

Kondisi ini memicu perpecahan di tengah masyarakat. Fitnah keji bisa menghancurkan reputasi seseorang dalam sekejap. Kita sering melihat netizen menghujat tanpa mengetahui duduk perkara sebenarnya. Perilaku ini jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Islam memerintahkan umatnya untuk selalu memeriksa kebenaran sebuah kabar. Inilah inti dari Tabayyun.

Peringatan Keras dari Riyadus Shalihin

Imam An-Nawawi dalam Riyadus Shalihin menukil banyak dalil tentang menjaga lisan. Salah satu bab yang sangat relevan adalah bab larangan menukil segala yang didengar. Beliau ingin menjaga umat dari bahaya dusta yang tidak disadari.

Membangun Etos Kerja Muslim yang Unggul Berdasarkan Kitab Riyadus Shalihin

Dalam bab tersebut, terdapat sebuah hadis yang sangat populer dan menohok. Rasulullah SAW memberikan batasan tegas bagi siapa saja yang ingin menyampaikan informasi.

Rasulullah SAW bersabda:

“Cukuplah seseorang dikatakan berdusta jika ia menceritakan segala yang ia dengar.” (HR. Muslim)

Hadis ini mengandung peringatan yang sangat keras. Seseorang bisa masuk kategori pendusta meskipun ia tidak mengarang cerita. Ia menjadi pendusta hanya karena menyebarkan berita tanpa menyaringnya terlebih dahulu.

Bayangkan jika kita menerapkan hadis ini di grup WhatsApp keluarga. Kita pasti akan berpikir dua kali sebelum menekan tombol “teruskan”. Kita tidak ingin menjadi penyebar kebohongan. Imam An-Nawawi mengajarkan kita untuk menahan diri. Verifikasi adalah kunci keselamatan di dunia maya.

Frugal Living Ala Nabi: Menemukan Kebahagiaan Lewat Pintu Qanaah

Mengaktifkan Budaya Tabayyun dalam Keseharian

Menerapkan budaya Tabayyun bukan hal yang sulit namun butuh pembiasaan. Langkah pertama adalah mengendalikan jari. Jangan terburu-buru membagikan informasi yang memancing emosi. Berhenti sejenak dan baca isi berita secara utuh. Sering kali judul berita tidak mencerminkan isi sebenarnya.

Langkah kedua adalah memeriksa sumber berita. Apakah informasi tersebut berasal dari media kredibel? Atau hanya dari blog antah berantah? Kita wajib bersikap skeptis terhadap informasi yang tidak jelas asal-usulnya.

Langkah ketiga adalah membandingkan informasi. Cari berita pembanding dari sumber lain. Jika hanya satu sumber yang memberitakan hal kontroversial, Anda patut curiga. Kebenaran biasanya terkonfirmasi oleh banyak pihak yang tepercaya.

Tanggung Jawab Moral Netizen Muslim

Seorang Muslim memikul tanggung jawab atas apa yang ia tulis dan bagikan. Jejak digital sangat sulit untuk dihapus. Satu kali klik “share” pada berita bohong bisa menjadi dosa jariyah. Informasi palsu itu akan terus berputar dan menyesatkan orang lain.

Riyadus Shalihin mengingatkan kita bahwa keselamatan ada pada kemampuan menjaga lisan. Di era modern, lisan itu mewujud dalam bentuk jari-jemari. Ketikan komentar dan status kita mencerminkan kualitas iman.

Menyelaraskan Minimalisme dan Konsep Zuhud: Relevansi Kitab Riyadhus Shalihin di Era Modern

Mari kita jadikan budaya Tabayyun sebagai gaya hidup. Kita harus menjadi filter di tengah keruhnya informasi post-truth. Jadilah pemutus rantai hoaks, bukan penyambung lidah fitnah. Dengan begitu, kita mengamalkan hikmah Riyadus Shalihin dalam konteks kekinian. Kehati-hatian kita akan membawa kedamaian bagi umat.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement