Media sosial telah mengubah wajah komunikasi manusia modern secara drastis. Kita kini dapat terhubung dengan siapa saja tanpa batasan jarak. Namun, kemudahan ini membawa tantangan moral yang cukup berat. Banyak orang sering melupakan adab saat berada di balik layar ponsel. Caci maki, penyebaran berita bohong, dan pamer aib menjadi pemandangan sehari-hari. Sebagai seorang Muslim, kita wajib memiliki etika bermedia sosial menurut Islam yang kuat.
Kitab Riyadus Shalihin karya Imam An-Nawawi menyediakan pedoman akhlak yang sangat relevan. Meskipun kitab ini lahir ratusan tahun lalu, isinya tetap kontekstual untuk era digital. Berikut adalah refleksi etika digital berdasarkan hadis-hadis pilihan dari kitab tersebut.
1. Menjaga Lisan dan Jemari
Pondasi utama dalam berinteraksi adalah menjaga apa yang kita ucapkan atau tuliskan. Di dunia maya, jemari kita mewakili lisan. Status atau komentar yang kita tulis memiliki dampak besar bagi pembacanya.
Rasulullah SAW memberikan peringatan keras terkait hal ini. Beliau bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (Muttafaq ‘alaih)
Hadis ini mengajarkan prinsip dasar yang sangat penting. Kita harus berpikir dua kali sebelum menekan tombol kirim. Tanyakan pada diri sendiri apakah tulisan tersebut mengandung kebaikan. Jika isinya hanya hujatan atau keluhan tidak berguna, lebih baik kita diam. Menahan diri dari komentar buruk jauh lebih mulia daripada memancing keributan.
2. Tabayyun dan Menghindari Hoaks
Fenomena penyebaran berita palsu atau hoaks sangat meresahkan masyarakat. Banyak orang meneruskan pesan di grup WhatsApp tanpa membaca isinya secara utuh. Tindakan ini bisa memicu fitnah dan ketakutan yang tidak perlu.
Islam melarang umatnya menjadi penyebar kabar burung. Rasulullah SAW mengingatkan bahaya menceritakan segala hal yang kita dengar.
كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
“Cukuplah seseorang dikatakan berdusta, jika ia menceritakan segala yang ia dengar.” (HR. Muslim)
Kita harus melakukan verifikasi atau tabayyun sebelum membagikan informasi. Pastikan sumber berita tersebut valid dan terpercaya. Jangan sampai kita menjadi agen penyebar kebohongan karena malas membaca. Jemari kita akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap informasi keliru yang tersebar.
3. Menghindari Ghibah dan Namimah Digital
Kolom komentar sering menjadi wadah ghibah (menggunjing) yang paling liar. Netizen sering merasa bebas membicarakan aib orang lain karena menggunakan akun anonim. Padahal, dosa ghibah di dunia maya sama beratnya dengan di dunia nyata. Bahkan, jejak digital membuatnya lebih abadi dan sulit terhapus.
Allah SWT dan Rasul-Nya sangat membenci perilaku ini.
“Tahukah kalian apa itu ghibah?” Para sahabat menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau bersabda: “Engkau menyebutkan tentang saudaramu apa yang tidak ia sukai.” (HR. Muslim)
Menyebarkan tangkapan layar percakapan pribadi atau mengomentari fisik orang lain termasuk kategori ini. Kita harus fokus memperbaiki diri sendiri daripada mengurusi hidup orang lain. Menutup aib saudara sesama Muslim akan mendatangkan rahmat Allah di akhirat kelak.
4. Mengedepankan Kelembutan (Rifq)
Perdebatan di media sosial sering kali berujung pada kata-kata kasar. Padahal, Islam mengajarkan kelembutan dalam berdakwah dan berinteraksi. Dakwah yang santun akan lebih mudah diterima oleh hati manusia. Sebaliknya, kekerasan verbal hanya akan menjauhkan orang dari kebenaran.
Rasulullah SAW bersabda tentang keutamaan sikap lembut:
إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ
“Sesungguhnya kelembutan itu tidaklah ada pada sesuatu melainkan ia akan menghiasinya, dan tidaklah dicabut dari sesuatu melainkan ia akan memburukkannya.” (HR. Muslim)
Gunakanlah pilihan kata yang sopan saat memberikan kritik atau saran. Kita bisa menyampaikan ketidaksetujuan tanpa harus merendahkan lawan bicara. Sikap santun di media sosial mencerminkan kualitas iman seseorang. Jadilah penyejuk di tengah panasnya lini masa media sosial.
5. Larangan Mengadu Domba
Konten provokatif sangat mudah memicu perpecahan antar kelompok. Banyak akun sengaja membuat narasi adu domba demi mendapatkan keterlibatan (engagement) tinggi. Perilaku ini disebut Namimah dan merupakan dosa besar yang menghalangi masuk surga.
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ
“Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu domba.” (Muttafaq ‘alaih)
Kita wajib waspada terhadap konten yang memancing emosi dan kebencian. Jangan mudah terprovokasi oleh judul berita yang sensasional. Jaga persatuan umat dengan tidak ikut menyebarkan konten provokatif tersebut.
Kesimpulan
Media sosial hanyalah alat. Baik atau buruknya tergantung pada penggunanya. Kitab Riyadus Shalihin memberikan rambu-rambu yang jelas agar kita tidak tersesat. Penerapan etika bermedia sosial menurut Islam akan menyelamatkan kita dari dosa jariyah.
Mari kita gunakan teknologi ini untuk menyebar kebaikan dan mempererat silaturahmi. Jadikan akun media sosial kita sebagai ladang pahala. Berpikirlah sebelum memposting, saringlah sebelum sharing, dan berucaplah dengan santun. Semoga Allah senantiasa membimbing jemari kita
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
