Sosok
Beranda » Berita » Menangkal Hoaks dengan Bab “Menjaga Lisan”: Perspektif Imam Nawawi untuk Era Digital

Menangkal Hoaks dengan Bab “Menjaga Lisan”: Perspektif Imam Nawawi untuk Era Digital

Era digital membawa arus informasi yang begitu deras dan tak terbendung. Setiap orang kini memiliki akses mudah untuk memproduksi maupun menyebarkan berita. Namun, kemudahan ini seringkali membawa dampak negatif berupa penyebaran berita palsu atau hoaks. Fenomena ini menuntut kita untuk kembali membuka lembaran kearifan ulama terdahulu. Salah satu rujukan penting dalam etika komunikasi adalah pemikiran Imam Nawawi mengenai kewajiban menjaga lisan.

Imam Nawawi mengupas tuntas persoalan ini dalam karya monumentalnya, Kitab Al-Adzkar. Beliau menempatkan bab “Menjaga Lisan” sebagai fondasi utama kesalehan sosial seorang Muslim. Relevansi pemikiran ini sangat kuat jika kita tarik ke dalam konteks penggunaan media sosial saat ini. “Lisan” di zaman sekarang tidak hanya berupa ucapan mulut, melainkan juga mencakup jari-jemari yang mengetik status atau komentar.

Urgensi Menahan Diri Sebelum Berbicara

Imam Nawawi menekankan sebuah prinsip dasar yang sangat logis. Seseorang harus berpikir matang sebelum melontarkan sebuah perkataan. Kita wajib memastikan adanya nilai manfaat dalam setiap ucapan yang keluar. Jika keraguan muncul antara manfaat atau mudaratnya, maka pilihan terbaik adalah diam.

Beliau menukil sebuah hadis shahih yang sangat populer. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis ini menjadi tameng utama dalam menangkal hoaks perspektif Imam Nawawi. Hoaks seringkali lahir dari keinginan terburu-buru untuk menjadi yang pertama tahu. Kita sering membagikan informasi tanpa proses verifikasi atau tabayyun. Padahal, Imam Nawawi mengajarkan kita untuk menahan diri. Beliau menjelaskan bahwa perkataan yang mubah (boleh) pun bisa menyeret seseorang pada hal yang haram atau makruh jika tidak hati-hati.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Dalam kitabnya, Imam Nawawi menuliskan kutipan penting berikut ini:

“Ketahuilah, seyogyanya bagi setiap mukallaf (orang yang berakal dan baligh) untuk menjaga lisannya dari semua perkataan, kecuali perkataan yang nampak ada kemaslahatan di dalamnya. Dan ketika kemaslahatan itu sama antara berbicara dan meninggalkannya, maka sunnahnya adalah menahan diri (dari perkataan tersebut).”

Bahaya Meremehkan Informasi yang Belum Valid

Penyebar hoaks seringkali tidak menyadari dampak kerusakan yang mereka buat. Mereka menganggap tombol “share” hanyalah aktivitas ringan. Imam Nawawi mengingatkan kita akan bahaya meremehkan ucapan. Satu kalimat saja bisa menjerumuskan seseorang ke dalam masalah besar, bahkan ke dalam neraka.

Konteks ini sangat pas untuk menggambarkan situasi fitnah di media sosial. Sebuah berita bohong bisa menghancurkan reputasi seseorang dalam hitungan detik. Informasi palsu dapat memicu konflik antar golongan yang mengancam persatuan bangsa. Oleh karena itu, menyaring informasi bukan hanya soal kecerdasan literasi, tetapi juga soal ketakwaan.

Imam Nawawi mengajak kita merenungkan firman Allah SWT dalam Surah Qaf ayat 18: “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.”

Mengelola Amarah Menurut Hadis: Panduan Praktis Menahan Emosi Sesuai Tuntunan Nabi

Ayat ini menegaskan bahwa rekam jejak digital kita tercatat rapi oleh malaikat. Kita tidak bisa lari dari pertanggungjawaban di akhirat kelak. Kesadaran ini seharusnya membuat kita takut untuk menyebarkan informasi yang belum jelas kebenarannya.

Menjadikan Verifikasi Sebagai Budaya

Strategi menangkal hoaks perspektif Imam Nawawi mengajarkan kita untuk selalu skeptis terhadap informasi yang meragukan. Islam mengenal istilah tabayyun, yaitu meneliti kebenaran sebuah berita. Imam Nawawi sangat membenci perilaku namimah (adu domba) dan ghibah (menggunjing), yang mana keduanya adalah bahan bakar utama konten hoaks.

Kita perlu melatih diri untuk tidak mudah terprovokasi oleh judul berita yang sensasional. Seringkali, pembuat hoaks menggunakan emosi pembaca untuk memancing reaksi. Mereka ingin kita marah, takut, atau gembira secara berlebihan sehingga lupa untuk mengecek fakta.

Imam Nawawi memberikan solusi praktis melalui anjuran diam. Diam di sini bukan berarti pasif. Diam adalah tindakan aktif menahan jempol kita dari menyebarkan keburukan.  proses berpikir kritis sebelum bertindak.

Kesimpulan: Kesalehan Digital

Menjaga lisan di era modern adalah bentuk jihad melawan hawa nafsu. Kita harus mampu mengendalikan keinginan untuk eksis dengan cara menyebarkan rumor. Penerapan bab menjaga lisan ala Imam Nawawi akan menciptakan ekosistem digital yang sehat dan damai.

Membangun Resiliensi Mental yang Kokoh Melalui Konsep Mujahadah

Mari kita jadikan etika ini sebagai panduan bermedia sosial. Saring sebelum sharing. Pastikan setiap ketikan kita membawa manfaat, bukan mudarat. Dengan demikian, kita turut serta dalam gerakan menangkal hoaks dan menjaga keharmonisan umat. Ingatlah, keselamatan manusia terletak pada kemampuannya menjaga lisan.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement