Kalam
Beranda » Berita » Relevansi Riyadus Shalihin: Kompas Moral Menghadapi Disrupsi Era Digital

Relevansi Riyadus Shalihin: Kompas Moral Menghadapi Disrupsi Era Digital

Dunia saat ini bergerak sangat cepat akibat kemajuan teknologi. Arus informasi membanjiri layar gawai kita setiap detik tanpa henti. Fenomena ini sering kita sebut sebagai disrupsi era digital. Namun, kemudahan ini membawa tantangan moral yang cukup serius bagi umat manusia. Banyak orang kehilangan arah dalam membedakan kebenaran dan kepalsuan di dunia maya. Oleh karena itu, kita membutuhkan pegangan yang kuat. Kitab Riyadus Shalihin hadir sebagai kompas moral yang sangat relevan di tengah kekacauan ini.

Karya monumental Imam An-Nawawi ini telah membimbing umat Islam selama berabad-abad. Isinya memuat ribuan hadis pilihan yang mengatur adab dan perilaku manusia. Meskipun kitab ini lahir ratusan tahun lalu, pesannya tetap kontekstual hingga hari ini. Riyadus Shalihin era digital menjadi topik penting untuk kita diskusikan kembali. Kita perlu menarik benang merah antara ajaran klasik dengan perilaku modern di media sosial.

Menjaga Lisan dan Jari di Dunia Maya

Salah satu tantangan terbesar hari ini adalah ujaran kebencian dan penyebaran hoaks. Imam An-Nawawi menempatkan bab tentang menjaga lisan pada bagian-bagian awal kitabnya. Dalam konteks digital, menjaga lisan sama artinya dengan menjaga jari saat mengetik komentar. Sebuah hadis dalam Riyadus Shalihin menyebutkan:

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (Muttafaq ‘alaih)

Kutipan tersebut menjadi tamparan keras bagi perilaku netizen yang sering kali tidak terkontrol. Kita sering melihat orang saling menghujat di kolom komentar media sosial. Mereka merasa bebas karena berlindung di balik akun anonim. Padahal, ajaran Islam menuntut pertanggungjawaban atas setiap kata yang keluar. Penerapan nilai ini akan menciptakan lingkungan digital yang lebih sehat dan damai.

Sinergi Hukum dan Moralitas dalam Kitab Riyadus Shalihin: Membentuk Pribadi Muslim Utuh

Tabayyun Melawan Disrupsi Informasi

Disrupsi informasi membuat berita bohong menyebar lebih cepat daripada fakta. Masyarakat sering kali membagikan tautan tanpa membaca isinya terlebih dahulu. Perilaku ini sangat berbahaya dan dapat memicu fitnah. Riyadus Shalihin mengajarkan umat Islam untuk selalu bersikap jujur dan hati-hati. Bab tentang kejujuran (Ash-Shidq) menekankan pentingnya memverifikasi kebenaran.

Kita harus melakukan tabayyun atau cek fakta sebelum menyebarkan sebuah kabar. Imam An-Nawawi menyusun hadis-hadis yang memperingatkan bahaya berdusta. Menyebarkan hoaks sama halnya dengan berpartisipasi dalam kebohongan publik. Seorang muslim yang baik akan menjadi saringan informasi, bukan corong kebohongan. Dengan memegang teguh prinsip ini, kita bisa meminimalkan dampak negatif dari banjir informasi.

Kesabaran dalam Menghadapi Cyberbullying

Interaksi di dunia maya sering kali memancing emosi. Fenomena perundungan siber (cyberbullying) telah memakan banyak korban mental. Menghadapi situasi ini memerlukan ketahanan jiwa yang kuat. Kitab ini menawarkan bab khusus mengenai kesabaran (Ash-Shabr). Kesabaran menjadi kunci utama dalam merespons provokasi orang lain.

Kita tidak perlu membalas keburukan dengan keburukan serupa. Justru, sikap tenang dan sabar mencerminkan kematangan akhlak seorang mukmin. Imam An-Nawawi mengajarkan bahwa orang kuat bukanlah yang pandai bergulat, melainkan yang mampu menahan amarah. Nasihat ini sangat pas untuk meredam ego kita saat berselancar di internet.

Mempererat Ukhuwah Melalui Teknologi

Teknologi seharusnya mendekatkan yang jauh, bukan menjauhkan yang dekat. Riyadus Shalihin memuat banyak hadis tentang keutamaan menyambung tali silaturahmi. Kita bisa memanfaatkan aplikasi pesan instan untuk menyapa kerabat yang jarang bertemu. Media sosial bisa menjadi ladang pahala jika kita menggunakannya untuk kebaikan.

Menggali Makna Reformasi Birokrasi dan Semangat “Itqan” Demi Pelayanan Prima

Menebarkan konten positif, nasihat agama, dan motivasi termasuk bentuk sedekah. Kita mengubah fungsi gawai menjadi alat dakwah yang efektif. Semangat persaudaraan (ukhuwah) harus mewarnai setiap interaksi digital kita. Jangan biarkan perbedaan pendapat politik di grup WhatsApp memutus tali persaudaraan. Kembali pada ajaran Rasulullah SAW adalah solusi terbaik.

Penutup: Kembali ke Sumber Autentik

Era digital menawarkan kemudahan sekaligus jebakan. Kita memerlukan panduan yang tidak lekang oleh waktu. Mempelajari kembali Riyadus Shalihin era digital ini bukan sekadar nostalgia sejarah. Ini adalah upaya untuk menyelamatkan moralitas kita dari degradasi. Kitab ini menyediakan jawaban atas kegelisahan manusia modern yang kehilangan arah.

Mari kita buka kembali lembaran-lembaran kitab tersebut. Kita aplikasikan setiap hadis dalam perilaku online sehari-hari. Dengan begitu, kita bisa menjadi agen perubahan yang membawa kesejukan di dunia maya. Imam An-Nawawi telah mewariskan harta karun berharga. Tugas kita sekarang adalah merawat dan mengamalkannya di tengah gempuran teknologi.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement