Sosok
Beranda » Berita » Al-Mas’udi: Sejarawan Muslim yang Berjuluk Herodotus dari Arab

Al-Mas’udi: Sejarawan Muslim yang Berjuluk Herodotus dari Arab

Al-Mas'udi: Sejarawan Muslim yang Berjuluk Herodotus dari Arab
Ilustrasi (Foto: Istimewa)

SURAU.CO – Al-Mas’udi merupakan salah satu tokoh intelektual terbesar dalam sejarah peradaban Islam. Ia mendapat julukan “Herodotus dari Arab”  yang diberikan oleh orientalis Alfred von Kremer, sebagaimana dicatat dalam Manhaj al-Mas’udi fi Kitabah al-Tarīkh (1986) karya al-Suwaykat. Al-Mas’udi tidak hanya seorang sejarawan, tetapi juga ahli geografi, filsuf, ilmuwan alam, dan teolog. Ia menekuni pengetahuan secara luas, menggabungkan pengamatan empiris dengan kajian literer, sehingga menghasilkan karya-karya monumental yang hingga kini menjadi rujukan penting dalam studi sejarah dan geografi.

Latar Belakang Kehidupan

Nama asli Al-Mas’udi adalah ‘Ali ibnu al-Husayn ibnu ‘Alī ibnu ‘Abdullah al-Hadhali, dan ia juga dikenal dengan julukan Abu al-Hasan. Ia lahir sekitar 896 M di Bagdad, pusat intelektual Islam pada masa itu, meski beberapa sumber menyebut kelahirannya sebelum tahun 893 M. Gelar Al-Mas’udi menunjukkan nasabnya kepada Abdullah ibnu Mas’ud, kakek buyutnya yang merupakan sahabat Nabi Muhammad SAW dan sempat bermigrasi ke Irak pada masa pemerintahan Khalifah Usman ibnu ‘Affan (H. ‘Asi, 1993).

Lingkungan Bagdad yang sarat dengan ilmuwan dan intelektual memberi pengaruh besar pada masa kecil Al-Mas’udi. Sejak dini, ia terbiasa dengan perdebatan keilmuan, membaca berbagai kitab, dan menyerap pengetahuan dari lingkungan yang kaya akan literatur. Namun, rasa ingin tahu dan dorongan untuk mengamati dunia mendorongnya untuk meninggalkan kenyamanan Bagdad dan melakukan perjalanan ilmiah yang luas. Ia sempat menetap di Estakhr, Persia, dan menjelajahi wilayah yang kini mencakup Iran selatan, sebelum melanjutkan pengembaraan ke berbagai wilayah lain. Perjalanan panjangnya berakhir di Mesir, tepatnya di kota Fustat (sekarang bagian Kairo), di mana ia meninggal sekitar 957 M (J. Zaydan, Tarikh Adab al-Lughat al-‘Arabiyyah).

Karier dan Perjalanan Ilmiah

Sejak kecil, Al-Mas’udi menunjukkan minat besar terhadap sejarah dan geografi. Ia mahir dalam mengingat fakta dan menulis catatan secara cepat. Ketertarikannya tidak terbatas pada ilmu-ilmu Islam, tetapi juga merambah studi agama-agama lain. Ia mempelajari Zoroastrianisme, Magianisme, Manicheanisme, Sabianisme, agama-agama Yunani Kuno, tradisi dan kepercayaan China, serta Yahudi dan Kristiani. Meski meneliti agama-agama lain, Al-Mas’udi tetap memegang teguh keyakinan Islamnya (K.O. Kamaruzzaman, 2003).

Perjalanan ilmiah Al-Mas’udi mencakup wilayah Timur Tengah, Asia Barat, dan Asia Tenggara. Ia menelusuri Suriah, Palestina, Iran, Armenia, Azerbaijan, Georgia, serta wilayah pesisir timur Afrika hingga selatan. Bahkan, catatan pengamatannya membawa ia sampai ke Semenanjung Malaya, Sumatera, dan Jawa. Dalam Muruj al-Dhahab wa Ma’adin al-Jawahir, Al-Mas’udi mengisahkan kerajaan Sriwijaya di Sumatera yang memiliki pasukan kuat dan kota dengan sistem kanal yang kompleks, bercabang dari Sungai Batang Hari.

Cara Ampuh Mengobati Iri dan Dengki Menurut Imam Nawawi: Panduan Membersihkan Hati

Karya-Karya Al-Mas’udi

Karya paling terkenal Al-Mas’udi adalah Muruj al-Dhahab wa Ma’adin al-Jawahir (Padang Rumput Emas dan Tambang Permata). Dalam buku ini, ia menyusun sejarah dunia secara sistematis, menggabungkan catatan perjalanan, sejarah politik, budaya, dan ekonomi masyarakat di berbagai belahan dunia. Buku ini menjadi puncak dari berbagai karya sebelumnya, yang menjadikan Al-Mas’udi sebagai tokoh sentral dalam tradisi historiografi Islam.

Selain Muruj al-Dhahab, Al-Mas’udi menulis Akhbar al-Azman (Sejarah Waktu) yang mendokumentasikan perjalanan sejarah manusia secara kronologis. Beberapa manuskrip Akhbar al-Azman tersimpan di Wina, Australia, dan kemungkinan satu dari 30 jilid yang ada merupakan satu-satunya yang tersisa. Buku lainnya, al-Awsat (Buku Tengah), menyajikan rangkaian peristiwa dunia secara kronologis, dengan satu jilid tersimpan di Perpustakaan Bodleian, Oxford. Meski al-Awsat dan Akhbar al-Azman kurang dikenal luas dibanding Muruj al-Dhahab, keduanya tetap menunjukkan ketekunan Al-Mas’udi dalam mendokumentasikan sejarah dunia.

Metodologi dan Pemikiran

Al-Mas’udi dikenal karena pendekatan multidisipliner dan kritisnya. Ia menggunakan metode observasi langsung dalam perjalanan pengembaraannya, mengumpulkan data dari pengalaman empiris, wawancara, serta berbagai literatur lokal. Ia juga membedakan diri dengan sejarawan sebelumnya melalui pemahamannya yang mendalam tentang agama dan budaya masyarakat lain. Ia menyusun klasifikasi agama yang disebut typology of religions, menunjukkan keseriusannya dalam memahami keragaman spiritual manusia (Kamaruzzaman, 2003).

Pengembaraan Al-Mas’udi bukan sekadar petualangan fisik, tetapi juga sarana pendidikan intelektual. Dengan mengamati kebudayaan asing, ia memahami perbedaan tradisi, sistem sosial, dan karakter masyarakat di berbagai belahan dunia. Bagi Al-Mas’udi, hijrah dan perjalanan selalu menyimpan pelajaran penting yang layak dicatat dan dikaji.

Selain sejarah dan geografi, Al-Mas’udi menulis tentang zoologi, geologi, dan ilmu alam, menunjukkan ketertarikannya yang luas pada sains. Buku-bukunya tidak hanya mendokumentasikan fakta, tetapi juga menghubungkannya dengan teori, observasi, dan refleksi kritis. Pendekatan ini menjadikan Al-Mas’udi sebagai salah satu intelektual paling lengkap pada masanya, yang mampu menggabungkan tradisi Islam dengan pengetahuan universal.

Mengenal Dunia agar Tidak Tertipu olehnya: Tafsir Hikmah Al-Hikam

Warisan dan Pengaruh

Warisan Al-Mas’udi sangat berpengaruh dalam historiografi, geografi, dan studi lintas budaya. Melalui Muruj al-Dhahab, pembaca memperoleh gambaran menyeluruh tentang sejarah manusia, perdagangan, politik, dan kebudayaan di berbagai wilayah. Ia juga memberikan contoh penting tentang bagaimana seorang Muslim dapat mempelajari dan menghargai budaya lain tanpa mengurangi keyakinan agamanya.

Karyanya mengilhami banyak sejarawan dan penulis Muslim berikutnya untuk menggunakan kombinasi antara observasi empiris dan literatur dalam menulis sejarah. Selain itu, metodologi pengelompokan agama dan pengamatan lintas budaya yang dikembangkan Al-Mas’udi membuka jalan bagi studi komparatif agama dan antropologi dalam dunia Islam.

 

 

Panjang Umur Belum Tentu Bermakna: Hikmah dalam Al-Hikam tentang Kualitas Usia

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement