Khazanah
Beranda » Berita » Isteriku Sayang, Cahaya Tenang dalam Hidupku

Isteriku Sayang, Cahaya Tenang dalam Hidupku

Isteriku Sayang, Cahaya Tenang dalam Hidupku
Isteriku Sayang, Cahaya Tenang dalam Hidupku

 

SURAU.CO – Dalam perjalanan hidup setiap manusia, Allah tidak pernah sekalipun membiarkan seorang hamba berjalan sendirian. Ada masa ketika kita kuat dan bisa berlari jauh, namun ada pula masa ketika kita rapuh, goyah, bahkan hampir terjatuh. Di antara pergantian musim hidup itu, Allah menghadirkan seseorang yang menjadi penyeimbang, penguat, dan peneduh jiwa. Bagiku, sosok itu adalah Azizah binti Marsal, isteriku sayang, anugerah yang Allah titipkan untuk menjadi sahabat seumur hidup, teman bicara dalam suka dan duka, sekaligus cahaya tenang yang menghangatkan hari-hariku.

Sejak awal pernikahan, aku menyadari bahwa perjalanan rumah tangga bukan sekadar menggabungkan dua nama, tetapi menyatukan dua jiwa yang berbeda. Setiap pasangan membawa karakter, pengalaman, kekurangan, dan kelebihannya masing-masing. Namun, dengan izin Allah, dua jiwa itu disatukan bukan untuk saling menuntut kesempurnaan, melainkan untuk saling menyempurnakan. Di titik inilah aku sering terharu memikirkan bagaimana lembut dan sabarnya Azizah dalam mendampingi setiap langkahku.

Ada banyak hal yang membuatku bangga dan bersyukur atas kehadirannya. Tapi yang paling terasa adalah ketenangan yang Allah letakkan pada dirinya. Rasulullah ﷺ bersabda bahwa salah satu ciri wanita salihah adalah apabila engkau memandangnya, ia menenangkanmu; apabila engkau memerintahkannya, ia mentaatimu; dan apabila engkau pergi darinya, ia menjaga dirimu dan hartamu. Hadis ini seringkali membuatku berhenti sejenak dan merenung: Betapa banyak dari sifat-sifat itu yang Allah titipkan pada Azizah binti Marsal.

Terbukanya Pintu Harapan

Ia bukan hanya seorang isteri, tetapi seorang mitra perjuangan. Dalam setiap langkahku untuk memperbaiki diri, menguatkan iman, mencari nafkah, atau menghadapi kegelisahan hidup, ia selalu hadir sebagai penyemangat. Tak jarang kata-kata lembutnya, yang mungkin sederhana baginya, justru menjadi penopang besar bagiku. Ada kalanya ketika aku menghadapi kesulitan, ia hanya berkata, “Abang sabar, insyaAllah Allah buka jalan.” Kalimat itu mungkin terdengar biasa bagi sebagian orang, tetapi bagiku, itu seperti pintu harapan yang terbuka kembali.

Membangun Etos Kerja Muslim yang Unggul Berdasarkan Kitab Riyadus Shalihin

Begitu juga dengan kesiapannya mendukung setiap aktivitas kebaikan. Saat aku ingin menuntut ilmu, menghadiri majelis, atau menjalankan tugas dakwah, ia tidak pernah mengeluh. Bahkan seringkali ia sendiri mengingatkan: “Bang, jangan lewatkan ilmu. Rezeki bisa dicari, tapi keberkahan ilmu itu mahal.” Ucapan itu menunjukkan bahwa hatinya terhubung dengan Allah, dan ia ingin rumah tangga kami berdiri di atas fondasi iman dan keberkahan.

Azizah binti Marsal juga memiliki ketulusan yang sulit aku jelaskan dengan kata-kata. Ia bekerja dalam diam, berbuat dalam senyap, tanpa berharap pujian atau balasan. Ia menjalani peran sebagai isteri dengan penuh kesadaran bahwa semua ini adalah ladang amal. Ada saat-saat ketika aku memperhatikannya bekerja, mengurus rumah, memperhatikan kebutuhan keluarga, atau sekadar memastikan aku berada dalam keadaan baik, dan dalam hati aku berkata: Ya Allah, Engkau titipkan padaku sebuah amanah yang begitu mulia. Mampukan aku untuk menjaganya.

Kesabarannya adalah hal lain yang membuatku Kagum

Dalam rumah tangga, ujian selalu ada—kadang kecil, kadang besar. Ada lelah, ada tumpukan masalah, ada perbedaan pendapat, dan ada pula hari-hari ketika hati terasa penat. Namun, dalam semua itu, Azizah selalu berusaha untuk menghadapi segala sesuatu dengan ketenangan. Tidak semua orang mampu tenang saat hatinya sempit. Tidak semua mampu tersenyum saat duka menekan. Tetapi ia menjalaninya dengan lapang, dan itu adalah nikmat besar yang Allah karuniakan padanya.

Kadang aku bertanya pada diriku sendiri: Apakah aku sudah cukup berterima kasih kepadanya? Apakah aku sudah cukup menjadi pemimpin yang lembut sebagaimana Rasulullah ﷺ mengajarkan? Apakah aku telah menjadi suami yang memuliakannya, sebagaimana agama memuliakan wanita?

Sebab, Islam mengingatkan para suami untuk memperlakukan isteri dengan sebaik-baiknya. Rasulullah ﷺ bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya.” Dan aku ingin, dengan segala keterbatasanku, berusaha menjadi suami yang memenuhi nasihat nabi ini—agar Azizah merasa dihormati, dicintai, dan dihargai.

Frugal Living Ala Nabi: Menemukan Kebahagiaan Lewat Pintu Qanaah

Tidak hanya itu, kehadirannya membuat rumah terasa seperti taman ketenangan. Ia tidak membentak, tidak meninggikan suara, tidak memaksakan kehendak. Ia mengerti kapan harus bicara, kapan harus diam, kapan harus menegur, dan kapan harus memeluk. Semua berjalan lembut, seolah Allah sendiri yang mengajari hatinya tentang hikmah dan kesabaran.

Mengajak Dekat Kepada Rabb

Di malam-malam ketika dunia terasa berat, ia sering duduk di sampingku sambil mengucap istighfar perlahan. Aku melihat bagaimana ia menjaga hatinya agar tetap dekat dengan Allah. Ia mengingatkan: “Abang, kalau hati berat, dekatlah dengan Allah. Dunia ini sementara saja. Kita cuba jadi hamba yang Allah sayang.” Betapa beruntungnya seorang suami yang memiliki isteri yang mengajaknya mendekat kepada Rabb-nya.

Dalam diam-diam aku juga sering berdoa:
“Ya Allah, jagalah Azizah binti Marsal. Lapangkan rezekinya, luaskan hatinya, kuatkan imannya, dan jadikan ia wanita yang Engkau cintai. Ampuni kekurangannya, lipatgandakan pahalanya, dan satukan langkah kami sampai ke surga-Mu.”

Sebab, cinta yang paling indah bukanlah cinta yang dipamerkan, tetapi cinta yang dipanjatkan dalam doa. Cinta yang ingin kupersembahkan padanya bukan hanya untuk dunia, tetapi juga untuk akhirat. Aku ingin menjadi suaminya tidak hanya di dunia, tetapi sebagai pasangan yang saling mengiringi menuju surga.

Pernikahan: Seni Menyatukan

Dan dalam setiap perjalanan, aku selalu melihat bagaimana Allah memantaskan hati kami satu sama lain. Ada kalanya kami berbeda pendapat, tetapi perbedaan itu tidak membuat jarak. Justru membuat kami semakin memahami bahwa pernikahan adalah seni menyatukan dua perbedaan menjadi satu tujuan.

Menyelaraskan Minimalisme dan Konsep Zuhud: Relevansi Kitab Riyadhus Shalihin di Era Modern

Tidak ada orang yang sempurna, dan aku menyadari itu sepenuhnya. Aku pun memiliki kekurangan. Namun, Azizah binti Marsal tidak pernah membesar-besarkan kekuranganku. Ia menutupnya dengan kesabarannya, ia memperbaikinya dengan nasihat yang lembut, ia menenangkannya dengan doa yang tulus. Bagaimana mungkin aku tidak bersyukur atas nikmat sebesar ini?

Pada akhirnya, tulisan ini bukan sekadar rangkaian kata, tetapi ungkapan syukur yang tulus. Bahwa di dunia yang penuh hiruk-pikuk, Allah menghadirkan seseorang yang membuat hidup terasa lebih lembut dan bermakna. Dan aku ingin ia tahu bahwa ia bukan hanya isteriku, tetapi sahabat hati yang sangat aku sayangi.

Azizah binti Marsal, isteriku sayang,
Semoga Allah terus menjaga cinta kita.
Semoga rumah tangga ini selalu berada dalam payung rahmat-Nya.
Dan semoga kelak, kita berdiri bersama di hadapan Allah sebagai dua hamba yang saling mencintai karena-Nya. (Tengku Iskandar, M. Pd – Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement